Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang telah memberikan kesempatan dalam menggoreskan kata - kata dengan judul Sunday Morning: Antara Keberkahan dan Kepedulian Lingkungan. Berdasarkan rasa empati kepada lingkungan yang semakin hari semakin tidak diperhatikan oleh manusia. Dari hal kecil saja misalnya membuang sampah bungkus permen sembarang tempat tanpa disadari dampak jauh ke depan.
Budaya bersih lingkungan sangat mencerminkan keberadaban suatu komunitas dan pembiasaan yang membutuhkan waktu yang tidak instan. Menjaga kebersihan lingkungan
menjadi pola kebiasaan yang tidak dapat diciptakan secara cepat dan revolusioner. Gaya hidup bersih di kota Yogyakarta dengan slogan ‘Berhati Nyaman’ semestinya mencerminkan hal tersebut. Apalagi jika menyoroti kawasan civitas akademik yaitu sekitar kampus UGM yang mana terdapat kegiatan ekonomi Sunday Morning setiap hari Minggu pagi.
Sunday Morning memberikan lahan baru bagi para entrepreneur untuk melanggengkan usaha mereka. Akan tetapi, Sunday Morning juga menyisakan banyak sampah yang berserakan. Apakah tidak ada yang peduli dengan lingkungan? Walaupun pada saat tengah hari, petugas kebersihan dengan sigapnya membersihkan sampah – sampah tersebut, apakah artinya pelanggan Sunday Morning telah mempunyai jiwa kebersihan lingkungan? Kami berpikir bahwa masih perlu adanya pemantik yang dapat membangkitkan rasa kepedulian terhadap lingkungan dengan cara membuang sampah pada tempatnya.
Yogyakarta sebagai kota pendidikan menjadi tempat tumpah ruahnya berbagai mahasiswa dari penjuru tanah air. Salah satu yang takkan lepas dari aktivitas sehari – hari baik mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya adalah kegiatan ekonomi (jual dan beli). Menariknya, di sekitar lembah UGM (sepanjang jalan Notonagoro) terdapat pasar kaget yang sekarang lebih dikenal dengan nama Sunday Morning. Dahulunya pasar ini terletak di sepanjang masjid Kampus UGM sampai boulevard UGM. Namun sejak tanggal 1 April 2008, kawasan tersebut pindah di sepanjang jalan Notonagoro.
Karena fungsinya sebagai tempat jual beli, maka setelah hari beranjak siang (sekitar pukul 11.00 WIB) para pedagang dan pengunjung mulai meninggalkan lokasi. Namun apa yang terlihat setelah itu? Sampah berserakan di sepanjang jalan Notonagoro. Dan biasanya baru setelah duhur petugas kebersihan datang untuk menjalankan kewajibannya membersihkan jalan tersebut. Dari uraian di atas mencerminkan bahwa budaya menjaga kebersihan lingkungan belum menjadi suatu pola konsisten pada setiap individu, terlebih bagi para pengunjung Sunday Morning tersebut. Membuang sampah pada tempatnya dianggap sebagai suatu slogan semata yang biasa terpampang di lingkungan akademik atau pada bak sampah.
Sampah menjadi berkah tersendiri bagi para pengumpul sampah yang dapat di daur ulang. Namun kegiatan ini minim dilakukan di Sunday Morning ketika kondisi sampah tercampur antara organik dan non- organik. Para pengumpul sampah akan kesulitan jika bahan yang mereka butuhkan telah tercampur dan tidak efisien waktu. Mereka akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam memilah sampah sampai meghasilkan barang daur ulang.
Budaya membuang sampah pada tempatnya tidak hanya memberikan keuntungan bagi pribadi. Akan tetapi kepada lingkungan dan pengelolaan dan pemanfaatan sampah lebih bisa terorganisir dengan baik. Sayangnya hal ini masih jarang dijumpai tempat sampah di areal Sunday Morning. Demikian pula dengan para pengumpul barang yan dapat di daur ulang akan kesulitan dan membutuhkan waktu lebih lama dalam melakukan pemilahan sampah.
Adapun rekomendasi terhadap permasalahan yang ada di Sunday Morning adalah sebagai berikut:
1.Adanya penyediaan tempat sampah dengan jumlah yang cukup dan memadai yang dapat menampung semua sampah hasil dari kegiatan Sunday Morning. Dengan adanya tempat sampah yang cukup, tidak ada alasan lagi bagi siapapun untuk membuang sampah sembarangan karena sudah tersedia.
2.Tempat sampah yang tersedia hendaknya sekaligus dipilah menjadi tempat sampah non organik dan organik sehingga memungkinkan untuk pemanfaatan sampah yang lebih efektif dan efisien.
3.Adanya pengawas kebersihan yang berkeliling untuk mengawasi dan mengarahkan tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan mulai dari diri sendiri.
4.Galakkkan nurturant effect dan self correction dengan kesadaran diri dan saling mengingatkan untuk membuang sampah pada tempat yang telah disediakan. Slogan buanglah sampah pada tempatnya bukan hanya menjadi tulisan yang tak berimplikasi tetapi merupakan kebiasaan dan menjadi pola budaya hidup dengan lingkungan yang bersih.
5.Diberlakukannya peraturan mengenai penangungjawab kebersihan terletak pada masing – masing individu bukan diserahkan semata kepada petugas kebersihan. Adanya peraturan ini sejalan dengan adanya PERDA Sleman no.14 tahun 2007 tentang larangan membuang sampah sembarangan.
6.Masifkan baliho tentang kepedulian terhadap lingkungan mulai dari diri sendiri dan dari hal yang kecil serta mulai dari sekarang.
Budaya bersih lingkungan sangat mencerminkan keberadaban suatu komunitas dan pembiasaan yang membutuhkan waktu yang tidak instan. Menjaga kebersihan lingkungan
menjadi pola kebiasaan yang tidak dapat diciptakan secara cepat dan revolusioner. Gaya hidup bersih di kota Yogyakarta dengan slogan ‘Berhati Nyaman’ semestinya mencerminkan hal tersebut. Apalagi jika menyoroti kawasan civitas akademik yaitu sekitar kampus UGM yang mana terdapat kegiatan ekonomi Sunday Morning setiap hari Minggu pagi.
Sunday Morning memberikan lahan baru bagi para entrepreneur untuk melanggengkan usaha mereka. Akan tetapi, Sunday Morning juga menyisakan banyak sampah yang berserakan. Apakah tidak ada yang peduli dengan lingkungan? Walaupun pada saat tengah hari, petugas kebersihan dengan sigapnya membersihkan sampah – sampah tersebut, apakah artinya pelanggan Sunday Morning telah mempunyai jiwa kebersihan lingkungan? Kami berpikir bahwa masih perlu adanya pemantik yang dapat membangkitkan rasa kepedulian terhadap lingkungan dengan cara membuang sampah pada tempatnya.
Yogyakarta sebagai kota pendidikan menjadi tempat tumpah ruahnya berbagai mahasiswa dari penjuru tanah air. Salah satu yang takkan lepas dari aktivitas sehari – hari baik mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya adalah kegiatan ekonomi (jual dan beli). Menariknya, di sekitar lembah UGM (sepanjang jalan Notonagoro) terdapat pasar kaget yang sekarang lebih dikenal dengan nama Sunday Morning. Dahulunya pasar ini terletak di sepanjang masjid Kampus UGM sampai boulevard UGM. Namun sejak tanggal 1 April 2008, kawasan tersebut pindah di sepanjang jalan Notonagoro.
Karena fungsinya sebagai tempat jual beli, maka setelah hari beranjak siang (sekitar pukul 11.00 WIB) para pedagang dan pengunjung mulai meninggalkan lokasi. Namun apa yang terlihat setelah itu? Sampah berserakan di sepanjang jalan Notonagoro. Dan biasanya baru setelah duhur petugas kebersihan datang untuk menjalankan kewajibannya membersihkan jalan tersebut. Dari uraian di atas mencerminkan bahwa budaya menjaga kebersihan lingkungan belum menjadi suatu pola konsisten pada setiap individu, terlebih bagi para pengunjung Sunday Morning tersebut. Membuang sampah pada tempatnya dianggap sebagai suatu slogan semata yang biasa terpampang di lingkungan akademik atau pada bak sampah.
Sampah menjadi berkah tersendiri bagi para pengumpul sampah yang dapat di daur ulang. Namun kegiatan ini minim dilakukan di Sunday Morning ketika kondisi sampah tercampur antara organik dan non- organik. Para pengumpul sampah akan kesulitan jika bahan yang mereka butuhkan telah tercampur dan tidak efisien waktu. Mereka akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam memilah sampah sampai meghasilkan barang daur ulang.
Budaya membuang sampah pada tempatnya tidak hanya memberikan keuntungan bagi pribadi. Akan tetapi kepada lingkungan dan pengelolaan dan pemanfaatan sampah lebih bisa terorganisir dengan baik. Sayangnya hal ini masih jarang dijumpai tempat sampah di areal Sunday Morning. Demikian pula dengan para pengumpul barang yan dapat di daur ulang akan kesulitan dan membutuhkan waktu lebih lama dalam melakukan pemilahan sampah.
Adapun rekomendasi terhadap permasalahan yang ada di Sunday Morning adalah sebagai berikut:
1.Adanya penyediaan tempat sampah dengan jumlah yang cukup dan memadai yang dapat menampung semua sampah hasil dari kegiatan Sunday Morning. Dengan adanya tempat sampah yang cukup, tidak ada alasan lagi bagi siapapun untuk membuang sampah sembarangan karena sudah tersedia.
2.Tempat sampah yang tersedia hendaknya sekaligus dipilah menjadi tempat sampah non organik dan organik sehingga memungkinkan untuk pemanfaatan sampah yang lebih efektif dan efisien.
3.Adanya pengawas kebersihan yang berkeliling untuk mengawasi dan mengarahkan tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan mulai dari diri sendiri.
4.Galakkkan nurturant effect dan self correction dengan kesadaran diri dan saling mengingatkan untuk membuang sampah pada tempat yang telah disediakan. Slogan buanglah sampah pada tempatnya bukan hanya menjadi tulisan yang tak berimplikasi tetapi merupakan kebiasaan dan menjadi pola budaya hidup dengan lingkungan yang bersih.
5.Diberlakukannya peraturan mengenai penangungjawab kebersihan terletak pada masing – masing individu bukan diserahkan semata kepada petugas kebersihan. Adanya peraturan ini sejalan dengan adanya PERDA Sleman no.14 tahun 2007 tentang larangan membuang sampah sembarangan.
6.Masifkan baliho tentang kepedulian terhadap lingkungan mulai dari diri sendiri dan dari hal yang kecil serta mulai dari sekarang.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar