Pages

Ads 468x60px

Minggu, 03 Maret 2013

Sekedar Bicara Kata: Penampilan Walimah


 Pernah datang ke acara pernikahan? atau walimahan? Dari yang sederhana sampai yang bermewah ruah. Nah, kali ini saya sedikit mencurahkan pendapat tentang acara pernikahan, terutama bagian busananya. Sekedar mengamati, dari pengalaman menghadiri undangan maupun mengamati foto-foto yang terpampang.
Ajining diri gumatung ana ing lathi
Ajining raga gumatung ana ing busana
Hayooo, ada yang tau maknanya? hehe. Intinya, harga diri seseorang tergantung lidah (apa yang diucapkannya) dan harga diri secara fisik tergantung dari performance dan pakaiannya.
Balik lagi ke bahasan awal, pernikahan merupakan moment penting dan bersejarah bagi setiap pasangan yang sedang melakoninya, isn’t it? Jadi wajarlah, mereka akan tampil lain dari biasanya.
Kalo laki-laki, saya rasa mau ketika nikah ataupun saat biasa, mereka cenderung tampil dengan elegan dan tidak terkesan “mangklingi”. Tapi, akan berbeda dengan wanita, dan terlebih akhwat.
Alhamdulillah, bagus juga
Sehari-harinya, akhwat biasa tampil ala kadarnya. Tanpa mengurangi izzah, tetap berpenampilan sopan dan tidak norak. Kadang juga ada yang memakai perona pipi atau sekedar lipgloss. Atau celak dan sedikit taburan bedak baby di wajah, hehe. (yang jelas bukan tipe saya). Tetap menjaga fitrah dari-Nya: cantik tetapi juga tidak menggugah nafsu (semoga).
Nah, ketika di hari bahagia itu, siapa sih wanita/akhwat yang tidak mau tampil cantik dan mempesona serta “mangklingi”? Sah-sah saja memakai make-up dan berkreasi dengan gaun dan riasannya. Toh, itu hari bahagia mereka yang bagai raja dan ratu.
Akan tetapi, terkadang saya kecewa. Catatan: untuk akhwat yang biasanya berjilbab lebar dan tidak neko-neko (jilbabnya terjulur menutupi dadanya). Kala itu, saya lihat jilbab lebar Anda berganti lilit melilit. Terkadang pula, tidak ada pengganti jilbab penutup dada. Adanya baju kebaya transparan dengan manset ketat. Dan jilbab Anda dimasukkan. Atau Anda memakai gaun yang longgar bawahnya, tapi tetap saja lekuk badan terlihat (terutama bagian atas karena biasanya jilbab dibuat lebih pendek dari keseharian). Aneh.
Hemmmpf, tidak habis pikir saya. Tapi begitulah adanya.       
Mungkin saya adalah termasuk orang yang gagal paham tentang beginian. Antara syariat dan penampilan oke. Antara dipandang baik di depan Allah dengan di depan khalayak.
Dan mungkin jika diperbolehkan melebar sedikit, tentang walimahnya sekalian. Saya sangat kagum, dulu saat pertama kali menghadiri walimah teman sister saya (saya masih SMP po ya). Tamu putra putri dipisah, sang pengantin tidak “dipajang” di depan dan kami mengucapkan barakallah pun dipisah, antara putra dan putri. Wah, lucu tapi keren, pikir saya waktu itu. Sederhana pula.
Sekarang, saya jarang sekali menjumpai yang seperti itu. Mungkin, maklum juga ya, hehe. Sekarang zamannya sudah semakin baik, dan relasi pertemanan bertambah banyak. Jadi jika mau mengadakan walimah sederhana, sepertinya kurang pas-apalagi jika relasi sang pengantin dan orang tua adalah orang-orang “teras”. Terkadang, pesta pernikahan adalah prestise juga.
Akan tetapi semoga jangan sampai, walimah para ikhwah, melebihi mewahnya orang awam, so apa bedanya? Jangan sampai, pesta walimah tidak berkah hanya karena yang kita undang tiada anak-anak yatim dhuafa yang semestinya mereka berhak atas sajian makanan “extra-oishii” di hari bahagia.
lumayan.....
ini karib saya dulu, hehe

It's ok, walaupun agak melilit, :)
cantik: teman RCDC

Tidak ada komentar: