Tidak sia-sia orang yang mendatangi majelis ilmu kecuali ia
semakin dekat dengan Allah dan di sekelilingnya akan ada malaikat yang menyertai.
Para malaikat pun senantiasa berdoa, memohonkan keberkahan dan kemudahan rizki
bagi pendatang majelis tersebut.
Tentang maratibul amal, apa itu?
Ya, bahasa gaulnya:
tingkatan amal yang mustinya dijajaki oleh setiap insan, lebih kepada luas
teritori yang mencakupnya (mudheng ndak? :)). Oke, lebih lengkapnya
mari kita simak sajian berikut ini. Dijamin tidak kenyang (karena baru
setengahnya…)
1. Islahul Fardi
Bahasa kerennya adalah ibda’
binafsih, atau perbaikan terhadap diri pribadi. Nah, ini berkaitan dengan
10 muwashofat yang sudah kita kenal. Yuk, kita ingat-ingat kembali kesepuluh
hal tersebut yaitu:
- kuat
fisiknya (qowiyyul jismi)
- kokoh
akhlaknya (matinul khuluq)
- luas
wawasannya (mutsafaqul fikri)
- mampu
mencari penghidupan (Qodirun Alal Kasbi)
- selamat
aqidahnya (salimul aqidah)
- benar
ibadahnya (shohihul ibadah)
- pejuang
bagi dirinya sendiri (Mujahadatul Linafsihi)
- penuh
perhatian akan waktunya (Harishun Ala Waqtihi)
- rapi
urusannya (Munazhzhamun fi Syuunihi)
- bermanfaat
bagi orang lain (Nafi'un Lighoirihi)
Wow, berat ya? Ideal sekali nampaknya. Memang seperti inilah
kondisi ideal yang semestinya kita upayakan. Benerin dulu akidah, ibadah dan
akhlak kita. Yang masih sering sakit (hhe, menyindir diri sendiri juga), hayuk
lekas benahi diri, sering olahraga, makan-minum yang halalan toyyiban. Perbanyak
wawasan kita dan berusaha untuk mandiri ( e.g yang suka online, bisa nyoba
sekalian bisnis online, sekarang kan lagi ngetrend nih. Ato yang suka ngajar, bisa buka les-lesan. Yang suka
jahit, sulam, bisa banget tuh bikin butik. Yang suka bengkel, cocok deh mulai
mencoba jadi montir. Dan seterusnya, asal halal-toyyib dan tidak mengganggu
tugas pokok kita ya). Berkaitan dengan
manajemen waktu, sok atuh rapikan urusan kita, biar tidak berantakan. Jangan
menunda, karena menunda ibarat candu. Sekali menunda, maka perkara yang lain
juga akan tertunda, percayalah. Dan yang tak boleh terlupa adalah bermanfaat
bagi orang lain. Yups, kita hidup di dunia hanya sebentar, kalo manfaatnya cuma
sedikit (apalagi cuma untuk diri sendiri), maka merugilah kita. Bukannya
sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain? Namun,
jangan lupa juga terhadap hak pribadi ya…
2. Takwin Baitul Muslim
a.k.a pembentukan keluarga muslim. Nah, selain kita memperbaiki
diri sendiri, maka kita juga harus memperbaiki sekitar kita, tak terkecuali
keluarga kita. Ibu-bapak-kakak-adik kita tidak musti orang-orang yang sepaham
dengan kita. Bisa jadi mereka adalah orang yang keras menentang jilbab lebar,
atau yang melarang berorganisasi yang mendekatkan kita kepada-Nya. Apakah
kemudian kita diam saja?
Sikap kita mestinya adalah dengan
mengkondisikan keluarga agar menghargai fikrah kita. Kita juga harus menjaga etika Islam dalam setiap aktivitas kehidupan. Terhadap orang tua
kita harus tetap hormat, santun dan patuh selama dalam kebenaran. Membangun
kedekatan dengan anggota keluarga kita. Pun jika jauh secara geografis, jaman
sekarang sudah era sophisticated.
Jarang banget yang belum punya alat komunikasi, bahkan mungkin ada yang
familiar dengan skype-an, hehe.
Nah, ketika kita mantap berkeluarga maka proses takwin baitul
muslim meliputi how to memilih
istri/suami yang baik dan
menjelaskan kepadanya hak dan kewajibannya. Jika sudah menikah, masih ada tahap
mendidik anak-anak (dan pembantunya jika ada) dengan didikan yang baik, serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip
Islam.
Sesuai dengan perintah: jagalah dirimu dan keluargamu dari neraka. Nah, inilah
tahapan dimana kita juga berperan dalam menyelamatkan (dan saling menasihati)
agar selamat sampai akhirat.
…Rabbana atina fiddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah, waqina
‘adza bannar…
3. Irsyadul Mujtama’
artinya, bimbingan masyarakat. Tahapan ini dicapai dengan cara dengan menyebarkan dakwah, memerangi perilaku yang kotor dan munkar,
mendukung perilaku utama, amar ma'ruf, bersegera mengerjakan kebaikan,
menggiring opini umum untuk memahami fikrah islamiyah dan mencelup praktek
kehidupan dengannya terus-menerus.
Setiap insan adalah makhluk individu sekaligus sosial, jadi
tidak mungkin kita akan hidup menyendiri sampai mati. Ada di sekitar kita,
masyarakat tempat kita berbaur. Bersegeralah dalam setiap kebaikan (amar ma’ruf).
Teringat kisah seorang bapak dengan putri belianya. Saat
mengantri di kamar mandi, sang anak melihat seorang wanita di belakangnya
menahan hajat. Dan kemudian sang ayah meminta putrinya untuk mendahulukan
wanita tersebut. Ketika sholat, putri kecil tersebut sedang akan mengenakan
mukena saat ia melihat sang wanita (yang antri di kamar mandi) mencari-cari
pinjaman mukena. Sang ayah berkata: tunaikan dulu sholatmu dan nanti setelah
selesai baru kamu pinjamkan pada wanita tersebut.
Jikalau masalah akhirat (sholat), diri pribadi harus
menyegerakan, sedang jika urusan dunia dan kita masih bisa menahan barang
sejenak, maka mendahulukan yang lain adalah mulia.
Bukan tidak mungkin, posisi masih mahasiswa akan tetapi tetap
dapat berkecimpung di masyarakat. Toh, mahasiswa juga akan mengalami yang
namanya KKN (kuliah kerja nyata) yang biasanya juga melibatkan masyarakat.
Di kampung nimbrung di karang taruna, atau menjadi volunteer kegiatan kemasyarakatan
(sekarang banyak difasilitasi oleh pemerintah), bahkan dengan pemberdayaan
masyarakat. Mengajari ibu-ibu taklim untuk sekedar belajar Iqra’, belajar
membaca Qur’an atau terbata mengeja kata. Yang jelas, kontinyuitas dan komitmen
sangat memegang peranan penting. Bisa jadi, dengan merekalah yang menyebabkan
kita masuk ke syurga. Asal dijaga niatannya: lillah dan tidak menyelisihi
syariat.
Maratibul amal ada tujuh
tingkatan, nah yang empat kemudian menyusul ya (belum dibahas soalnya, hhe…)
to be continued…
つづく
Tidak ada komentar:
Posting Komentar