Pages

Ads 468x60px

Selasa, 19 Februari 2013

Maratibul amal 1-3


Tidak sia-sia orang yang mendatangi majelis ilmu kecuali ia semakin dekat dengan Allah dan di sekelilingnya akan ada malaikat yang menyertai. Para malaikat pun senantiasa berdoa, memohonkan keberkahan dan kemudahan rizki bagi pendatang majelis tersebut.

Tentang maratibul amal, apa itu?
Ya, bahasa gaulnya: tingkatan amal yang mustinya dijajaki oleh setiap insan, lebih kepada luas teritori yang mencakupnya (mudheng ndak? :)). Oke, lebih lengkapnya mari kita simak sajian berikut ini. Dijamin tidak kenyang (karena baru setengahnya…)
1.     Islahul Fardi
Bahasa kerennya adalah ibda’ binafsih, atau perbaikan terhadap diri pribadi. Nah, ini berkaitan dengan 10 muwashofat yang sudah kita kenal. Yuk, kita ingat-ingat kembali kesepuluh hal tersebut yaitu:
-       kuat fisiknya (qowiyyul jismi)
-       kokoh akhlaknya (matinul khuluq)
-       luas wawasannya (mutsafaqul fikri)
-       mampu mencari penghidupan (Qodirun Alal Kasbi)
-       selamat aqidahnya (salimul aqidah)
-       benar ibadahnya (shohihul ibadah)
-       pejuang bagi dirinya sendiri (Mujahadatul Linafsihi)
-       penuh perhatian akan waktunya (Harishun Ala Waqtihi)
-       rapi urusannya (Munazhzhamun fi Syuunihi)
-       bermanfaat bagi orang lain (Nafi'un Lighoirihi)
Wow, berat ya? Ideal sekali nampaknya. Memang seperti inilah kondisi ideal yang semestinya kita upayakan. Benerin dulu akidah, ibadah dan akhlak kita. Yang masih sering sakit (hhe, menyindir diri sendiri juga), hayuk lekas benahi diri, sering olahraga, makan-minum yang halalan toyyiban. Perbanyak wawasan kita dan berusaha untuk mandiri ( e.g yang suka online, bisa nyoba sekalian bisnis online, sekarang kan lagi ngetrend nih. Ato yang suka ngajar, bisa buka les-lesan. Yang suka jahit, sulam, bisa banget tuh bikin butik. Yang suka bengkel, cocok deh mulai mencoba jadi montir. Dan seterusnya, asal halal-toyyib dan tidak mengganggu tugas pokok kita ya).  Berkaitan dengan manajemen waktu, sok atuh rapikan urusan kita, biar tidak berantakan. Jangan menunda, karena menunda ibarat candu. Sekali menunda, maka perkara yang lain juga akan tertunda, percayalah. Dan yang tak boleh terlupa adalah bermanfaat bagi orang lain. Yups, kita hidup di dunia hanya sebentar, kalo manfaatnya cuma sedikit (apalagi cuma untuk diri sendiri), maka merugilah kita. Bukannya sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain? Namun, jangan lupa juga terhadap hak pribadi ya…
2.     Takwin Baitul Muslim
a.k.a pembentukan keluarga muslim. Nah, selain kita memperbaiki diri sendiri, maka kita juga harus memperbaiki sekitar kita, tak terkecuali keluarga kita. Ibu-bapak-kakak-adik kita tidak musti orang-orang yang sepaham dengan kita. Bisa jadi mereka adalah orang yang keras menentang jilbab lebar, atau yang melarang berorganisasi yang mendekatkan kita kepada-Nya. Apakah kemudian kita diam saja?
Sikap kita mestinya adalah dengan mengkondisikan keluarga agar menghargai fikrah kita. Kita juga harus menjaga etika Islam dalam setiap aktivitas kehidupan. Terhadap orang tua kita harus tetap hormat, santun dan patuh selama dalam kebenaran. Membangun kedekatan dengan anggota keluarga kita. Pun jika jauh secara geografis, jaman sekarang sudah era sophisticated. Jarang banget yang belum punya alat komunikasi, bahkan mungkin ada yang familiar dengan skype-an, hehe.
Nah, ketika kita mantap berkeluarga maka proses takwin baitul muslim meliputi how to memilih istri/suami yang baik dan menjelaskan kepadanya hak dan kewajibannya. Jika sudah menikah, masih ada tahap mendidik anak-anak (dan pembantunya jika ada) dengan didikan yang baik, serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam. Sesuai dengan perintah: jagalah dirimu dan keluargamu dari neraka. Nah, inilah tahapan dimana kita juga berperan dalam menyelamatkan (dan saling menasihati) agar selamat sampai akhirat.
…Rabbana atina fiddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah, waqina ‘adza bannar…
3.     Irsyadul Mujtama’
artinya, bimbingan masyarakat. Tahapan ini dicapai dengan cara dengan menyebarkan dakwah, memerangi perilaku yang kotor dan munkar, mendukung perilaku utama, amar ma'ruf, bersegera mengerjakan kebaikan, menggiring opini umum untuk memahami fikrah islamiyah dan mencelup praktek kehidupan dengannya terus-menerus.
Setiap insan adalah makhluk individu sekaligus sosial, jadi tidak mungkin kita akan hidup menyendiri sampai mati. Ada di sekitar kita, masyarakat tempat kita berbaur. Bersegeralah dalam setiap kebaikan (amar ma’ruf).
Teringat kisah seorang bapak dengan putri belianya. Saat mengantri di kamar mandi, sang anak melihat seorang wanita di belakangnya menahan hajat. Dan kemudian sang ayah meminta putrinya untuk mendahulukan wanita tersebut. Ketika sholat, putri kecil tersebut sedang akan mengenakan mukena saat ia melihat sang wanita (yang antri di kamar mandi) mencari-cari pinjaman mukena. Sang ayah berkata: tunaikan dulu sholatmu dan nanti setelah selesai baru kamu pinjamkan pada wanita tersebut.
Jikalau masalah akhirat (sholat), diri pribadi harus menyegerakan, sedang jika urusan dunia dan kita masih bisa menahan barang sejenak, maka mendahulukan yang lain adalah mulia.
Bukan tidak mungkin, posisi masih mahasiswa akan tetapi tetap dapat berkecimpung di masyarakat. Toh, mahasiswa juga akan mengalami yang namanya KKN (kuliah kerja nyata) yang biasanya juga melibatkan masyarakat.
Di kampung nimbrung di karang taruna, atau menjadi volunteer kegiatan kemasyarakatan (sekarang banyak difasilitasi oleh pemerintah), bahkan dengan pemberdayaan masyarakat. Mengajari ibu-ibu taklim untuk sekedar belajar Iqra’, belajar membaca Qur’an atau terbata mengeja kata. Yang jelas, kontinyuitas dan komitmen sangat memegang peranan penting. Bisa jadi, dengan merekalah yang menyebabkan kita masuk ke syurga. Asal dijaga niatannya: lillah dan tidak menyelisihi syariat.
Maratibul amal ada tujuh tingkatan, nah yang empat kemudian menyusul ya (belum dibahas soalnya, hhe…)
to be continued…
 つづく

Tidak ada komentar: