Anda pasti
kenal dengan ustadz Yusuf Mansyur dengan slogan sedekahnya kan? Yang setiap
pagi di salah satu stasiun TV swasta tervisualisasikan dan terdengar audionya.
Yah, begitu memukau mungkin sampai ibuk saya saya rajin mendekam di depan
televisi saat acara berlangsung. Bodo amat urusan dapur, hehe.
Awalnya, saya
tidak begitu tertarik dengan sedekah. Apalagi sedekah berupa materi: uang. Ya,
bagi saya yang masih mahasiswa, uang adalah harta karun, eh, harta berharga
maksudnya. Karena dari awal kuliah, saya mencoba untuk tidak tergantung dengan
pemberian orang tua. Hehe, pengen mandiri cita-citanya, walaupun saya tinggal
bersama orangtua juga. Saya sangat perhitungan dalam penggunaan uang yang saya
punya.
Membahas
tentang uang, adakah orang di dunia ini yang tidak memerlukan uang? Sepertinya,
untuk orang normal seperti kita pasti tidak ada yang tidak butuh uang. Kita
memenuhi kebutuhan primer, pasti ada saja uang yang dikeluarkan. Untuk sandang,
pangan, papan. Belum lagi kebutuhan sekunder dan jika ada kebutuhan tersiernya
juga.
So,
hubungannya apa dengan sedekah?
O ya, mohon
maaf, di topik ini lebih menekankan pada sedekah tipe uang (kan ada tu senyummu kepada saudaramu adalah sedekah).
Ceritanya,
begitu di perkuliahan, alhamdulillah dapat beasiswa di tahun pertama. Dan
begitu beasiswa cair, saya ‘ditodong’ untuk sedekah. Awalnya bingung. Lho ini
kan uang buat saya, kok harus diminta beberapa persen juga? Hehe, masih polos
ya. Tapi akhirnya saya kasih juga, toh berkurang sedikit pun masih cukuplah
buat saya.
Lama kelamaan
berpikir juga. Apakah harta, uang yang kita punya sekarang adalah semua halal
dan toyyib? Jangan-jangan, tanpa kita
sadari masih ada kepingan yang ternyata bukan milik kita, bahkan mungkin hanya
Rp50 rupiah sekalipun (tidak berharga mungkin buat kita). Atau tanpa kita tahu,
harta atau uang yang diberikan bukan harta yang ‘baik’, bukan berasal dari
sumber yang baik. Padahal, dengan harta tersebut, kita membeli makanan dan
kemudian ia masuk dalam tubuh kita menjadi pemasok energi kita. Dengan uang
tersebut, kita beli pakaian untuk menutupi aurat kita dan mempercantik
(ganteng?) kita.
Atau jika
bagi saya pribadi yang dari kelas 2 SMP sampai dengan tahun kedua perkuliahan
diberikan tanggungjawab memegang keuangan, apakah yakin saya tidak lalai
sedikitpun? Misal saya terlupa terjadi debet yang lupa tercatat? Atau kredit
yang lupa terbukukan? Lantas, apakah sudah yakin 100% harta kita halal? Terlalu
banyak hal yang mempengaruhi.
Dan saya
menemukan jawabnya. Qadarullah,
dipertemukan dengan orang yang bekerja di sebuah lembaga ziswaf nasional dan
berdiskusi banyak hal tentang zakat, sedekah, dan kawan-kawannya. Kemudian,
saya tertarik untuk mencoba kencleng (edisi lama masih pakai kertas), begitu
sebutannya. Program tersebut dimotori oleh seorang da’I kondang yang sempat
menjadi bahan gosip masyarakat karena poligaminya. Hanya Allah yang Maha
Mengetahui.
Dua bulan,
kencleng hanya bertambah beberapa keping-lembar. Saya bahkan agak terlupa,
hingga suatu saat saat beres-beres, kencleng tersebut menampakkan wujudnya yang
lusuh. Mikir: kalau ditempatkan di tempat yang selalu kelihatan, pasti akan
ingat, ditambah dengan program sedekah tiap hari ba’da muhasabah, maka kencleng
akan lebih sering terisi. Alhasil, alhamdulillah
setor pertama berhasil meskipun dengan nominal tidak banyak. Bukannya yang
penting ajeg walaupun sedikit?hehe, tapi tidak menutup juga banyak jumlahnya
pasti sangat boleh. InshaAllah.
Beberapa saat
kemudian, Allah memberikan reward pada saya, berupa rizki yang tidak disangka, karena
saya sudah melupakan hal tersebut. Alhamdulillah. Memang, sedekah adalah
pembuka rizki kita.
Dengan
sedekah, semoga menjadi pembersih harta, pembawa rizki yang berkah, dan amal
jariyah, aamiin.
Mari sedekah. Gambar disamping adalah kencleng DPU-DT beserta majalah SWADAYA-nya. Selain dapat menyalurkan sedekah, dapat pula ilmu dari majalah tersebut, sering juga ada bahasan sekilas tentang lughotul 'arobiyah (bisa belajar sedikit-sedikit kan, meskipun kita tetap harus belajar pada asatidz langsung juga, hehe). Jika ada yang berminat, bisa menghubungi saya, inshaAllah akan bermanfaat dan berkah. Aamiin.
1 komentar:
Atau jika bagi saya pribadi yang dari kelas 2 SMP sampai dengan tahun kedua perkuliahan diberikan tanggungjawab memegang keuangan, apakah yakin saya tidak lalai sedikitpun? Misal saya terlupa terjadi debet yang lupa tercatat? Atau kredit yang lupa terbukukan?
na'udzubillah, semoga tidak terjadi, saya mohon ampun jika lalai Ya Rabb...
Posting Komentar