Pages

Ads 468x60px

Minggu, 20 Januari 2013

Bersihkan Harta dengan Sedekah


Anda pasti kenal dengan ustadz Yusuf Mansyur dengan slogan sedekahnya kan? Yang setiap pagi di salah satu stasiun TV swasta tervisualisasikan dan terdengar audionya. Yah, begitu memukau mungkin sampai ibuk saya saya rajin mendekam di depan televisi saat acara berlangsung. Bodo amat urusan dapur, hehe.
Awalnya, saya tidak begitu tertarik dengan sedekah. Apalagi sedekah berupa materi: uang. Ya, bagi saya yang masih mahasiswa, uang adalah harta karun, eh, harta berharga maksudnya. Karena dari awal kuliah, saya mencoba untuk tidak tergantung dengan pemberian orang tua. Hehe, pengen mandiri cita-citanya, walaupun saya tinggal bersama orangtua juga. Saya sangat perhitungan dalam penggunaan uang yang saya punya.
Membahas tentang uang, adakah orang di dunia ini yang tidak memerlukan uang? Sepertinya, untuk orang normal seperti kita pasti tidak ada yang tidak butuh uang. Kita memenuhi kebutuhan primer, pasti ada saja uang yang dikeluarkan. Untuk sandang, pangan, papan. Belum lagi kebutuhan sekunder dan jika ada kebutuhan tersiernya juga.
So, hubungannya apa dengan sedekah?
O ya, mohon maaf, di topik ini lebih menekankan pada sedekah tipe uang (kan ada tu  senyummu kepada saudaramu adalah sedekah).
Ceritanya, begitu di perkuliahan, alhamdulillah dapat beasiswa di tahun pertama. Dan begitu beasiswa cair, saya ‘ditodong’ untuk sedekah. Awalnya bingung. Lho ini kan uang buat saya, kok harus diminta beberapa persen juga? Hehe, masih polos ya. Tapi akhirnya saya kasih juga, toh berkurang sedikit pun masih cukuplah buat saya.
Lama kelamaan berpikir juga. Apakah harta, uang yang kita punya sekarang adalah semua halal dan toyyib? Jangan-jangan, tanpa kita sadari masih ada kepingan yang ternyata bukan milik kita, bahkan mungkin hanya Rp50 rupiah sekalipun (tidak berharga mungkin buat kita). Atau tanpa kita tahu, harta atau uang yang diberikan bukan harta yang ‘baik’, bukan berasal dari sumber yang baik. Padahal, dengan harta tersebut, kita membeli makanan dan kemudian ia masuk dalam tubuh kita menjadi pemasok energi kita. Dengan uang tersebut, kita beli pakaian untuk menutupi aurat kita dan mempercantik (ganteng?) kita.
Atau jika bagi saya pribadi yang dari kelas 2 SMP sampai dengan tahun kedua perkuliahan diberikan tanggungjawab memegang keuangan, apakah yakin saya tidak lalai sedikitpun? Misal saya terlupa terjadi debet yang lupa tercatat? Atau kredit yang lupa terbukukan? Lantas, apakah sudah yakin 100% harta kita halal? Terlalu banyak hal yang mempengaruhi.
Dan saya menemukan jawabnya. Qadarullah, dipertemukan dengan orang yang bekerja di sebuah lembaga ziswaf nasional dan berdiskusi banyak hal tentang zakat, sedekah, dan kawan-kawannya. Kemudian, saya tertarik untuk mencoba kencleng (edisi lama masih pakai kertas), begitu sebutannya. Program tersebut dimotori oleh seorang da’I kondang yang sempat menjadi bahan gosip masyarakat karena poligaminya. Hanya Allah yang Maha Mengetahui.
Dua bulan, kencleng hanya bertambah beberapa keping-lembar. Saya bahkan agak terlupa, hingga suatu saat saat beres-beres, kencleng tersebut menampakkan wujudnya yang lusuh. Mikir: kalau ditempatkan di tempat yang selalu kelihatan, pasti akan ingat, ditambah dengan program sedekah tiap hari ba’da muhasabah, maka kencleng akan lebih sering terisi. Alhasil, alhamdulillah setor pertama berhasil meskipun dengan nominal tidak banyak. Bukannya yang penting ajeg walaupun sedikit?hehe, tapi tidak menutup juga banyak jumlahnya pasti sangat boleh. InshaAllah.
Beberapa saat kemudian, Allah memberikan reward pada saya, berupa rizki yang tidak disangka, karena saya sudah melupakan hal tersebut. Alhamdulillah. Memang, sedekah adalah pembuka rizki kita.
Dengan sedekah, semoga menjadi pembersih harta, pembawa rizki yang berkah, dan amal jariyah, aamiin.

Mari sedekah. Gambar disamping adalah kencleng DPU-DT beserta majalah SWADAYA-nya. Selain dapat menyalurkan sedekah, dapat pula ilmu dari majalah tersebut, sering juga ada bahasan sekilas tentang lughotul 'arobiyah (bisa belajar sedikit-sedikit kan, meskipun kita tetap harus belajar pada asatidz langsung juga, hehe). Jika ada yang berminat, bisa menghubungi saya, inshaAllah akan bermanfaat dan berkah. Aamiin.

1 komentar:

gangeRtie mengatakan...

Atau jika bagi saya pribadi yang dari kelas 2 SMP sampai dengan tahun kedua perkuliahan diberikan tanggungjawab memegang keuangan, apakah yakin saya tidak lalai sedikitpun? Misal saya terlupa terjadi debet yang lupa tercatat? Atau kredit yang lupa terbukukan?

na'udzubillah, semoga tidak terjadi, saya mohon ampun jika lalai Ya Rabb...