Pages

Ads 468x60px

Rabu, 16 Januari 2013

Jagalah (juga) Keluarga Kita


Aku menangis sesaat sebelum tiba di rumah. Ya, memang waktu telah melampaui jam10 malam. Mungkin ada yang berpikiran macam-macam tentang saya atas kepulangan larut itu. Tapi yang jelas saya tidak neko-neko. Toh, saya dari balai desa untuk rapat koordinasi. Mencoba menjadi pribadi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Aku menangis bukan karena pulang larut. Hanya saja saya tersiksa setelah sedikit dinasehati oleh seseorang sewaktu di perjalanan pulang. Tentang bagaimana berbagi kebaikan, bukan hanya kepada diri sendiri, tapi untuk orang lain juga. Bukan hanya untuk masyarakat, tapi terlebih untuk keluarga kita.
===============================================
Kemudian saya teringat penggalan ayat ini:
Yaa ayyuhalladziina aamanu quu anfusakum wa ahliikum naara …
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …” (QS. At Tahrim 6)
Mujahid (Sufyan As-Sauri mengatakan, “Apabila datang kepadamu suatu tafsiran dari Mujahid, hal itu sudah cukup bagimu”) mengatakan : “Bertaqwalah kepada Allah dan berpesanlah kepada keluarga kalian untuk bertaqwa kepada Allah”. Sedangkan Qatadah mengemukakan : “Yakni, hendaklah engkau menyuruh mereka berbuat taat kepada Allah dan mencegah mereka durhaka kepada-Nya. Dan hendaklah engkau menjalankan perintah Allah kepada mereka dan perintahkan mereka untuk menjalankannya, serta membantu mereka dalam menjalankannya. Jika engkau melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah, peringatkan dan cegahlah mereka.” Demikian itu pula yang dikemukakan oleh Adh Dhahhak dan Muqatil bin Hayyan, dimana mereka mengatakan: “Setiap muslim berkewajiban mengajari keluarganya, termasuk kerabat dan budaknya, berbagai hal berkenaan dengan hal-hal yang diwajibkan Allah Ta’ala kepada mereka dan apa yang dilarang-Nya.”
Ada yang bilang, keluarga adalah suami-istri, bisa ditambah anak-anak jika sudah ada. Kalau di ucapan idul fitri itu kan biasanya diiringi dengan inisial ‘fulan+fams’ (family maksudnya) atau ‘fulanah beserta keluarga’. Terus ada yang nyeletuk, emang udah berkeluarga? Padahal mereka yang mengirim pesan tersebut masih mbak-mbak, adek-adek, hehe. Nah,  disinilah makna keluarga diperluas tidak sekedar seperti yang di atas. Seorang anak (yang belum membentuk keluarga , red: menikah) tetaplah merupakan anggota keluarga besarnya. Ayah, Ibu, mungkin ada kakak, adik, kakak ipar, adik ipar, keponakan, sepupu, nenek-kakek, budhe, pakdhe, tante, om dan sebagainya. Itulah keluarga besar yang sangat pantas juga kita perhatikan.
Acapkali kita giat membina di luar sana. Melahirkan generasi baru tak terhitung, sibuk ngisi kajian, dakwah di masyarakat, ikut mukhoyyam Qur’an dan seterusnya. Tapi sudahkah kita melakukan yang seperti tadi untuk keluarga kita, keluarga besar kita?
Masih terngiang di benak saya ketika akhir tahun kemarin ada hajatan keluarga. Terkadang rasa malu menghadiri benak diri ini, masih ada saudara-satu nenek alias sepupu saya yang belum menutup aurat dengan baik. Sungguh, ia cantik. Tapi alangkah lebih cantik jika ia berbusana yang menutup aurat.
Saat itu pula, saya sedih melihat nenek saya. Kondisinya agak memprihatinkan. Beliau sudah sangat sepuh, jarang sekali beranjak dari tempat tidur karena tak  kuat berjalan. Sedihnya karena beliau dua kali terjatuh ketika bangun dari tempat tidur, tidak ada yang membantu beliau untuk buang air, maklum pada sibuk di tempat hajatan. Saya tahu kondisinya esok hari, bibir beliau lebam. Akankah kelak kita akan memperlakukan seseorang yang sangat berjasa akan adanya kita seperti itu? Saya sering miris melihat nenek renta peminta-minta, sedang dengan nenek kandung sendiri terkadang lupa. Hemm, semoga ini menjadi pelajaran bagi saya.
One day one juz. Biasanya para aktivis senang sekali dengan slogan ini untuk memacu bacaan Qur’an. Tapi, sudahkah kita mengajari orang tua kita? Sudahkan kita rutin mengajak untuk juga membaca Qur’an? Jamak kali kita sibuk dan pulang malam hingga tak sempat menemani dan sekedar bertanya sudah membuka “panduan hidup belum?”. Ini benar-benar terjadi pada saya yang notabene orang rumahan. Rumah layaknya kos, pulang ke rumah ya hanya untuk numpang tidur. Dulu, ibu yang belum bisa baca Qur’an minta tolong dibimbing. Ada-ada saja kesulitan lidah untuk melafalkan huruf sesuai makhraj-nya itu. Terkadang saya emosi sekali ketika berkali-kali salah (saya gampang sekali capek apalagi jika sudah pulang malam). Itu dulu, hehe. Sekarang alhamdulillah bisa membagi waktu untuk stay at home lebih lama. Alhamdulillah, ibu sudah bisa membaca Qur’an. Satu lagi yang mengganjal, saya belum bisa mengajari Al Qur’an kepada Bapak saya, seorang laki-laki yang sangat sabar dan pendiam, sosok yang saya rindukan senyum renyahnya.
Dini hari adalah waktu tepat untuk muhasabah, berbenah dan mengadu kepada-Nya. Seringya kita bertahajud-call dengan saudara-saudara forum kita, atau teman akrab kita, tetapi lupa dengan keluarga besar kita. Kakak atau adik kita dibiarkan tertidur lelap menjemput pagi. Saya lupa, bahwa saya punya kakak, punya sepupu, punya Bapak, Ibuk yang juga harus saya bangunkan untuk kebaikan ini.
Allah, ternyata perhatian kepada keluarga besar kita tak sebanding dengan perhatian terhadap saudara kita di luar sana. Astaghfirullah.
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Q.S Asy Syu’ara’: 214).
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: “Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW. menjawab: “Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.
Wallahu a’lam.


Tidak ada komentar: