Pages

Ads 468x60px

Jumat, 04 Januari 2013

Orientasi Akhirat


Di perempatan lampu merah. Tiba-tiba ada anak menyodori sebuah amplop, bertuliskan khas anak SD “Kak, mohon bantuan seikhlasnya untuk membeli buku.” Tanpa sadar, kita merogoh kantong, ada beberapa receh disana dan uang itupun berpindah tangan.
Suatu waktu, karena sibuknya agenda kampus akhirnya datang asasi terlambat. Dengan semangat menggebu dan jurus ngebut di jalan, saking rindunya dengan forum pekanan itu, sampailah kita di tempat janjian. Tengok kanan-kiri, baru ada satu orang yaitu mbak kita. Hemmm, dan akhirnya beliau mengabarkan, saudara yang lain berhalangan hadir. Alias hanya seorang, privat dong. Harapan dan semangat tadi mendadak layu.

Atau sejenak merefreshkan badan setelah amanah tertunaikan. Sekedar melepas penat dari aktivitas harian. Beberapa angan berputar dalam benak. Menyepi dan menyendiri.
---------------------
Ilustrasi di atas pasti pernah terjadi dalam diri kita. Semuanya kebaikan, bukan? Membantu orang lain, memenuhi hak ruhani dan tubuh kita. Akan tetapi, sudahkah kita sadari, bertapa kebaikan yang kita lakukan bisa jadi pun bernilai “0”?
Terkadang kita terlupa akan satu, orientasi. Adakah orientasi perilaku dan hati ini tertuju pada kebahagiaan yang bernilai akhirat? Berikut disampaikan oleh seseorang yang sedang dinasehati oleh gurunya: “…Kalau kamu pergi ke suatu tempat, jangan sampai tidak ada orientasi akhirat. Coba bayangkan kalau meninggal di sana, apakah akan bangga dengan catatan amal yang hanya berorientasi kesenangan dunia?”
Astaghfirullah. Setelah dipikir-pikir, ada benarnya juga. Buktinya, Allah tidak hanya ‘iseng’ menciptakan kita di dunia ini. Apa yang ada dalam diri kita seperti jantung, hati, ginjal, bahkan sampai alis yang terkesan perangkat ‘sepele’ pun dirancang dan dibuat Allah dengan ‘tujuan kebaikan’. Orientasi kebaikan, sist. Lantas, orientasi kebaikan seperti apa yang diharapkan?
Cukuplah kiranya, kita merenungi kisah perjumpaan Rasulullah dan Muadz bin Jabal di suatu pagi.
“Bagaimana keadaanmu di pagi hari ini, hai Mu’adz?”, tanya Rasulullah.
“Pagi hari ini, aku benar-benar telah beriman, ya Rasulullah,” jawabnya.
Mendengar jawaban tersebut, Nabi pun bertanya lagi “setiap kebenaran ada hakikatnya, maka apakah hakikat keimananmu?”
“Setiap berada di pagi hari, aku menyangka tidak akan menemui lagi waktu sore. Dan setiap berada di waktu sore, aku menyangka tidak akan mencapai lagi waktu pagi. Dan tiada satu langkah pun yang kulangkahkan, kecuali aku menyangka tiada akan diiringi dengan langkah lainnya. Dan seolah-olah kesaksian setiap umat jatuh berlutut, dipanggil melihat buku catatannya. Dan seolah-olah kusaksikan penduduk surga menikmati kesenangan surga. Sedang penduduk neraka menderita siksa dalam neraka”, jawab Muadz dengan penuh kemengertian.
“Memang, kamu mengetahuinya, maka pegang teguhlah jangan dilepaskan!” seru Rasul yang mengobarkan semangat sahabatnya.
Bahasanya memang tingkat tinggi, tetapi kita pasti bisa menyimpulkan maknanya. W.O.W. Subhanallah, Muadz bin Jabal memberikan kita teladan tentang orientasi akhirat. Layaknya Muadz bin Jabal, semoga apa yang kita lakukan saat ini tetap berorientasi kebaikan, orientasi akhirat. Karena, tak sedikit pun kita tahu; satu atau dua menit mendatang Allah akan memberikan keputusan apa bagi kehidupan kita. Apapun yang kita lakukan, maka jangan lupa orientasikan (niatkan) untuk akhirat. Bukankah sudah jelas bahwa “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanya untuk Allah semata.” Nah, kita tinggal action saja. Pun setiap amal yang kita lakukan, pasti akan ada LPJnya kelak. Maka dari itu, yuk kita perbaiki setiap orientasi kebaikan kita menjadi amal akhirat yang menyelamatkan kita dari siksa kubur dan neraka.
Berikut penutup merupakan doa dari Muadz bin Jabal.
“Ya Allah, sesungguhnya selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku mengharapkan-Mu. Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan, tetapi hanyalah untuk menutup haus di kala panas, dan menghadapi saat-saat yang gawat, serta untuk menambah ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaatan.”

Sumber: dakwatuna, inspirasi




Tidak ada komentar: