PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan membaca merupakan jendela dunia. Dengan membaca, berarti seseorang akan mendapatkan berbagai informasi, terlebih yang ia butuhkan baik lokal, nasional maupun global. Membaca memberikan ruang belajar bagi seseorang baik hal – hal yang sederhana maupun kompleks.
Adapun fakta menunjukkan bahwa prosentase penduduk Indonesia yang berusia diatas 10 tahun cenderung menyukai untuk menonton televisi berkisar 90% sementara penduduk yang membaca majalah atau surat kabar hanya berkisar antara 18% (www.bps.go.id). Belum diketahui berapa prosentase bahan bacaan edukatif yang tidak hanya sekedar membaca surat kabar atau majalah. Kebanyakan orang menggunakan waktunya untuk membaca tidak lebih dari 1% (Prasetyono, 2008). Padahal jika pandai memanfaatkan waktu luang yang ada misalnya menunggu transportasi, berada dalam perjalanan, dan sebagainya maka aktivitas membaca dapat menjadi pengisi waktu luang tersebut. Sayangnya, hal ini belumlah menjadi tradisi dan kebiasaan warga Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa reading habits (kebiasaan membaca) belumlah memjadi jantung kehidupan bagi penduduk Indonesia.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi minat baca baik dari faktor internal dan eksternal diantaranya adalah faktor ekonomi bangsa Indonesia. Animo terhadap minat baca tergantikan oleh hadirnya berbagai teknologi yang mempermudah akses serba instan. Lantas bagaimanakah peran pemerintah, masyarakat, orangtua dan sekolah dalam menjembatani masalah ini?
Melihat berbagai fakta diatas, alangkah baiknya reading habits semestinya mulai digaungkan kembali. Berbagai kegiatan dari lembaga pemerintah maupun masyarakat telah hadir. Akan tetapi, belum ada pemerataan dan sosialisasi yang memadai sehingga kegiatan pengembangan minat baca belumlah optimal.
Rumusan Masalah
1. Apa saja urgensi dari minat baca sehingga diperlukan upaya untuk menumbuhkembangkannya?
2. Faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi minat baca?
3. Bagaimana upaya pemerintah, masyarakat, orang tua dan sekolah dalam rangka mengembangkan budaya reading habits generasi Indonesia?
Tujuan
1. Mengetahui urgensi dari minat baca sehingga diperlukan upaya untuk menumbuhkembangkannya.
2. Mengetaui faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi minat baca.
3. Memberikan gambaran upaya pemerintah, masyarakat, orang tua dan sekolah dalam rangka mengembangkan budaya reading habits generasi Indonesia.
Manfaat
Manfaat secara khusus bagi penulis adalah melatih budaya menulis yang edukatif dan kritis. Pada umumnya, karya ini diharapkan mampu memberikan berbagai alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan rendahnya minat baca dan mengembangkan budaya reading habits generasi di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Prasetyono, 2008), kata “minat” memiliki arti “kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu, keinginan”. Minat ditandai dengan sikap afektif dan kognitif serta terikat pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat erat kaitannya dengan kebiasaan (habit) yang ada dalam diri seseorang. Definisi habit menurut Oxford Pocket Dictionary (2000) adalah thing that you do often an almost without thinking.
Membaca merupakan serangkaian kegiatan pikiran yang dilakukan dengan penuh perhatian untuk memahami suatu informasi melalui indra penglihatan dalam bentuk simbol – simbol yang rumit, yang disusun sedemikian rupa sehingga memiliki arti dan makna (Prasetyono, 2008).
Minat baca adalah kekuatan yang mendorong untuk memperhatikan, merasa tertarik dan senang terhadap aktivitas membaca sehingga mereka mau melakukan aktivitas membaca dengan kemauan sendiri. Aspek minat baca meliputi kesenangan membaca, frekuensi membaca dan kesadaran akan manfaat membaca.
Urgensi Membaca
Adakah manfaat membaca? Sehingga perlu adanya upaya khusus untuk membudayakannya?
Membaca menyibak jendela dunia. Dengan membaca, seseorang tidak hanya menjadi semakin bijak. Akan tetapi juga dapat mengambil hikmah dan manfaat dari berbagai referensi.
Dengan membaca buku yang bermutu, seseorang akan memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan orang yang malas atau tidak pernah membaca. Selain itu, dengan membaca, orang lebih terbuka cakrawala pemikirannya. Melalui bacaan, seseorang berkesempatan melakukan refleksi sehingga budaya baca lebih mengarah kepada budaya intelektual daripada budaya hiburan yang dangkal. Membaca memberikan capaian di berbagai bidang ilmu pengetauan dan teknologi. Oleh karena itu, untuk membangun masyarakat yang beradap dan maju maka budaya baca perlu ditumbuhkan. (Putra, 2008)
Membaca tidak bisa dilepaskan dari proses memiliki pengetahuan. Dengan membaca, wawasan dan kecerdasan seseorang semakin bertambah luas. Untuk menjadi cerdas, seseorang harus meningkatkan pengetahuannya salah satunya dengan membaca. Seseorang akan mau membaca bila bahan bacaan itu ada yang menarik hatinya, sehingga mampu merangsang otak untuk melakukan proses berpikir. Henry Ford, seorang pemilik pabrik automobil di Amerika mengatakan bahwa membaca adalah pekerjaan yang paling berat daripada segala jenis pekerjaan. Hal itulah yang menyebabkan sedikit orang yang melakukan kegiatan membaca.
Realita Minat Baca
Secara teoritis ada hubungan yang positif antara minat baca (reading interest) dengan kebiasaan membaca (reading habit) dan kemampuan membaca (reading ability). Rendahnya minat baca masyarakat menjadikan kebiasaan membaca yang rendah, dan kebiasaan membaca yang rendah ini menjadikan kemampuan membaca rendah.
Secara tidak langsung kebiasaan membaca menjadi salah satu indikator kualitas bangsa. Angka melek huruf (literacy rate) di Indonesia relatif belum tinggi, yaitu 88 persen dibandingkan dengan negara maju seperti Jepang yang angkanya sudah mencapai 99 persen. Oleh UNDP (United Nations Development Programme) angka melek huruf telah dijadikan salah satu indikator untuk mengukur kualitas bangsa. Tinggi rendahnya angka melek huruf menentukan tinggi rendahnya indeks pembangunan manusia atau HDI (human development index). Pada HDI tahun 2010 ini, Indonesia menempati posisi ke-111 dari total 182 negara di dunia.
Dalam fakta menunjukkan bahwa prosentase penduduk Indonesia yang berusia diatas 10 tahun cenderung menyukai untuk menonton televisi berkisar 90% sementara penduduk yang membaca majalah atau surat kabar hanya berkisar antara 18% (www.bps.go.id). Belum diketahui berapa prosentase membaca bahan bacaan edukatif yang tidak hanya sekedar membaca surat kabar atau majalah. Kebanyakan orang menggunakan waktunya untuk membaca tidak lebih dari 1% (Prasetyono, 2008).
Indikator Minat Baca
Tahapan menuju kegemaran membaca berkaitan erat dengan sebuah kerangka tindakan AIDA (attention, interest, desire dan action). Rasa keingintahuan atau perhatian (attention) terhadap suatu objek dapat menimbulkan rasa ketertarikan atau menaruh minat pada sesuatu (interest). Rasa ketertarikan akan menimbulkan keinginan (desire) untuk melakukan sesuatu (membaca). Keinginan yang tinggi dalam diri seseorang akan menimbulkan gairah untuk terus membaca (action).
Menurut Burs dan Lowe (Prasetyono, 2008) indikator – indikator adanya minat baca pada seseorang yaitu:
1. Kebutuhan terhadap bacaan
2. Tindakan untuk mencari bacaan
3. Rasa senang terhadap bacaan
4. Ketertarikan terhadap bacaan
5. Keinginan untuk selalu membaca
6. Tindak lanjut (menindaklanjuti dari apa yang telah dibaca).
Faktor Penghambat Minat Baca
Adapun faktor – faktor yang menjadi penghambat minat baca diantaranya adalah:
1. Hadirnya televisi yang menjadikan budaya menonton lebih disukai oleh masyarakat daripada membaca buku.
2. Kebiasaan keluarga yang masih mengedepankan budaya lisan daripada budaya baca tulis. Misalnya saja masyarakat masih menyukai mengobrol daripada membaca.
3. Masih rendahnya motivasi untuk berpacu menjadi lebih maju dan menjadi bangsa yang unggul.
4. Faktor ekonomi masyarakat Indonesia yang sedikit banyak juga mempengaruhi tingkat daya beli dan konsumsi buku oleh masyarakat.
5. Belum banyaknya penerbit dan penulis yang menghasilkan buku yang sangat mengundang minat baca bagi seluruh masyarakat.
(Prasetono, 2008)
METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah dengan studi kepustakaan dan browsing sumber elektronik terkait literatur minat baca di kalangan masyarakat. Dengan berbagai informasi yang telah didapatkan, maka segera dilakukan pengelolaan data dan informasi serta dilakukan analisis permasalahan. Dengan analisis berbagai solusi atas permasalahan tersebut maka didapatkan solusi dan kemudian diambil kesimpulannya. Berbagai upaya ditawarkan untuk menjadi alternatif solusi dalam membantu mengatasi permasalahan rendahnya minat baca dan mengembangkan reading habits generasi Indonesia.
Selain jelajah kepustakaan, penulis juga melakukan beberapa jajak pendapat terkait urgensi minat baca dan bagaimana keterkaitan antara minat baca terhadap penguasaan teknologi kepada para mahasiswa yang notabene sarat dengan lingkungan akademisnya. Hal ini menambah opini dalam memberikan sumbangsih alternatif solusi untuk mengembangkan minat baca di Indonesia.
PEMBAHASAN
Reading Habits
Dalam hal membaca sebagai awal kemajuan bangsa, mahasiswa di negara industri maju ternyata memiliki rata-rata membaca selama delapan jam per hari. Sedangkan di negara berkembang termasuk Indonesia, hanya dua jam setiap hari (UNESCO, 2005).
Kebiasaan membaca pada masyarakat umum juga rendah. Salah satu indikatornya adalah jumlah surat kabar yang dikonsumsi oleh masyarakat. Idealnya setiap surat kabar dikonsumsi sepuluh orang, tetapi di Indonesia angkanya 1 : 45, itu artinya setiap 45 orang mengonsumsi satu surat kabar. Di Filipina angkanya 1 : 30 dan di Sri Lanka angkanya 1 : 38. Artinya dalam soal membaca, masyarakat kita saja masih kalah dibandingkan dengan masyarakat negara berkembang lainnya seperti Filipina dan bahkan dengan masyarakat negara belum maju seperti Sri Lanka.
Adanya minat baca haruslah dibiasakan sejak dini. Kebiasaan akan menjadi budaya dan pada akhirnya akan menjadi karakter yang melekat pada diri seseorang. Begitu pula dengan kebiasaan membaca yang akan menjadi budaya dan karakter suatu bangsa yang unggul, maju dan cerdas.
Peran Teknologi
Hadirnya teknologi, informasi dan komunikasi menjadikan akses tanpa batas di segala bidang tak terkecuali bidang pendidikan dan minat baca. Teknologi menjadikan segalanya lebih efektif dan efisien serta memudahkan dalam aksesibilitas. Contoh manfaat teknologi dalam dunia minat baca adalah hadirnya fasilitas e-book yang memudahkan konsumen dalam mencari koleksi yang ia butuhkan tanpa harus pergi ke toko buku terlebih dahulu.
Atau kemudian hadirnya fasilitas televisi yang pada akhirnya menghambat laju pertumbuhan budaya baca karena dengan adanya televisi maka masyarakat menjadi memiliki budaya menonton, bukan budaya membaca. Sebenarnya fungsi teknologi adalah sebagai cara yang membuat sesuatu menjadi lebh cepat, lebih mudah, efektif dan efisien serta memiliki daya tarik. Teknologi adalah benda mati, maka baik buruknya teknologi tergantung kepada siapa yang menggunakannya. Terlepas dari baik buruknya teknologi, pada kenyataannya, teknologi e-book juga sangat membantu kalangan akademisi. Misalnya saja ketika seseorang mencari literatur lama yang diterbitkan terbatas dan barang tersebut sulit untuk ditemukan. Akan tetap, ternyata dalam fasilitas e-book, literatur tersebut mudah ditemukan. Inilah salah satu keunggulan teknologi di bidang minat baca.
Internet juga merupakan inovasi dalam teknologi yang memberikan dampak luar biasa dalam kehidupan. Adanya search engine google memudahkan siapapun, dengan one click, muncullah semua informasi yang diperlukan. Akan tetapi jika penggunaannya tidak mawas diri atau tidak diawasi, bisa jadi fasilitas tersebut digunakan untuk hal – hal yang tidak bermanfaat. Oleh karena itu, sekali lagi teknologi akan selalu baik dan positif selama pengguna (user) juga menggunakannya dalam ranah positif.
Paradigma Baru
Paradigma baru yang diangkat adalah bagaimana memanfaatkan teknologi secara maksimal untuk segala kepentingan positif yang mendukung nilai – nilai edukatif. Hadirnya e-book semestinya menjadikan e-book merupakan bahan jelajah yang up date dan melebihi frekuensi pengunjung situs jejaring sosial misalnya facebook. Faktanya, selama ini, anak usia SD sudah akrab dengan facebook akan tetapi tidak mengenal sedikitpun apa itu e-book. Atau para mahasiswa yang notabene merupakan akemisi juga lebih memilih googling (searching di internet) daripada membaca buku dan mencari literatur di perpustakaan. Di sinilah nilai – nilai edukatif perlu dikembangkan agar teknologi lebih mengarah kepada hal positif dan membangun. Teknologi akan maju jika ia diarahkan kepada kemajuan. Salah satu caranya adalah penguasaan teknologi dapat dicapai melalui gerakan membaca. Telah banyak fakta yang membukikan bahwa kemajuan bangsa – bangsa tak lepas dari kebiasaan membaca para warga negaranya.
Upaya Menumbuhkan Reading Habits
Semua pihak haruslah memiliki perhatian (concern) terhadap masih rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Masing – masing komponen bangsa termasuk keluarga seseuai dengan perannya masing – masing ikut andil dalam meningkatkan minat dan kebiasaan membaca (reading habits).
1. Peran keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama kali yang dikenal oleh anak sejak lahir. Oleh karena itu, budaya membaca dapat diawali dari lingkungan keluarga. Misalnya dengan gerakan membaca 20 menit dalam satu hari secara bersama – sama antar anggota keluarga maka membaca akan dirasakan sebagai suatu aktivitas yang menyenangkan.
2. Peran sekolah
Sekolah adalah tempat menuntut ilmu dimana di sanalah orang tua kedua yaitu guru selalu membimbing murid – muridnya. Setiap sekolah pastinya terdapat perpustakaan dan ada kalanya dikunjungi oleh perpustakaan keliling. Oleh karena itu, pemanfaatan fasilitas yang ada harus dioptimalkan agar minat dan kebiasaan siswa terasah di sekolah.
3. Peran Pemerintah
Pemerintah sebagai institusi yang ikut serta concern dalam mengatasi permasalahan minat baca yang rendah hendaknya menggalakkan gerakan membaca (reading movement) sebagai langkah pembiasaan membaca di kalangan masyarakat. Adanya sosialisasi sampai ke tingkat masyarakat lapisan bawah benar – benar diselenggarakan. Moment hari buku nasional juga semestinya tidak hanya menjadi semarak buku satu hari karena pada hakikatnya kebutuhan membaca masyarakat idealnya adalah setiap hari.
PENUTUP
Simpulan
1. Minat baca haruslah dibiasakan sejak dini. Kebiasaan akan menjadi budaya dan pada akhirnya akan menjadi karakter yang melekat pada diri seseorang. Begitu pula dengan kebiasaan membaca yang akan menjadi budaya dan karakter suatu bangsa yang unggul, maju dan cerdas.
2. Hadirnya teknologi semestinya dimanfaatkan sebaik – baiknya untuk hal positif yang mendukung gerakan pembiasaan membaca.
3. Perlunya kerja sama pihak – pihak yang terkait dalam mengatasi minat baca yang masih rendah di kalangan masyarakat baik peran keluarga, sekolah maupun pemerintah.
Saran
1. Budaya menonton hendaknya diganti dengan budaya membaca apalagi di kalangan keluarga, kegiatan ini merupakan sarana keakraban yang edukatif.
2. Perlu adanya kegiatan – kegiatan bersama dalam rangka menumbuhkan minat baca.
3. Perlu adanya sosialisasi yang massif tentang urgensi membangkitkan minat baca pada anak sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Masri Sareb. 2008. Menumbuhkan Minat Baca Sejak Dini. Jakarta: Indeks
Prasetyono, Dwi Sunar. 2008. Rahasia Mengajarkan Gemar Membaca pada Anak Sejak Dini. Yogyakarta: Think.
Oxford Learner’s Pocket Dictionary third edition. 2000. Oxford University Press: New York.
http://www.lurik.its.ac.id/latihan/Minat%20Baca.pdf diakses pada tanggal 21 Oktober 2010 pukul 11:12 am.
http://www.pngbuai.com/000general/libraries/literacy-services/READRAB.pdf diakses pada tanggal 21 Oktober 2010 pukul 11:15 am.
http://www.bit.lipi.go.id/masyarakat-literasi/index.php/minat-baca/72-minat-baca-dan-kualitas-bangsa?showall=1 diakses pada 26 Oktober 2010 pukul 11:06
Refleksi Hari Buku 17 Mei 2010: Urgensi Baca Buku http://indonesiabuku.com/?p=5498 diakses pada tanggal 26 oktober 2010 pukul 9:50 am
Latar Belakang
Kegiatan membaca merupakan jendela dunia. Dengan membaca, berarti seseorang akan mendapatkan berbagai informasi, terlebih yang ia butuhkan baik lokal, nasional maupun global. Membaca memberikan ruang belajar bagi seseorang baik hal – hal yang sederhana maupun kompleks.
Adapun fakta menunjukkan bahwa prosentase penduduk Indonesia yang berusia diatas 10 tahun cenderung menyukai untuk menonton televisi berkisar 90% sementara penduduk yang membaca majalah atau surat kabar hanya berkisar antara 18% (www.bps.go.id). Belum diketahui berapa prosentase bahan bacaan edukatif yang tidak hanya sekedar membaca surat kabar atau majalah. Kebanyakan orang menggunakan waktunya untuk membaca tidak lebih dari 1% (Prasetyono, 2008). Padahal jika pandai memanfaatkan waktu luang yang ada misalnya menunggu transportasi, berada dalam perjalanan, dan sebagainya maka aktivitas membaca dapat menjadi pengisi waktu luang tersebut. Sayangnya, hal ini belumlah menjadi tradisi dan kebiasaan warga Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa reading habits (kebiasaan membaca) belumlah memjadi jantung kehidupan bagi penduduk Indonesia.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi minat baca baik dari faktor internal dan eksternal diantaranya adalah faktor ekonomi bangsa Indonesia. Animo terhadap minat baca tergantikan oleh hadirnya berbagai teknologi yang mempermudah akses serba instan. Lantas bagaimanakah peran pemerintah, masyarakat, orangtua dan sekolah dalam menjembatani masalah ini?
Melihat berbagai fakta diatas, alangkah baiknya reading habits semestinya mulai digaungkan kembali. Berbagai kegiatan dari lembaga pemerintah maupun masyarakat telah hadir. Akan tetapi, belum ada pemerataan dan sosialisasi yang memadai sehingga kegiatan pengembangan minat baca belumlah optimal.
Rumusan Masalah
1. Apa saja urgensi dari minat baca sehingga diperlukan upaya untuk menumbuhkembangkannya?
2. Faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi minat baca?
3. Bagaimana upaya pemerintah, masyarakat, orang tua dan sekolah dalam rangka mengembangkan budaya reading habits generasi Indonesia?
Tujuan
1. Mengetahui urgensi dari minat baca sehingga diperlukan upaya untuk menumbuhkembangkannya.
2. Mengetaui faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi minat baca.
3. Memberikan gambaran upaya pemerintah, masyarakat, orang tua dan sekolah dalam rangka mengembangkan budaya reading habits generasi Indonesia.
Manfaat
Manfaat secara khusus bagi penulis adalah melatih budaya menulis yang edukatif dan kritis. Pada umumnya, karya ini diharapkan mampu memberikan berbagai alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan rendahnya minat baca dan mengembangkan budaya reading habits generasi di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Prasetyono, 2008), kata “minat” memiliki arti “kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu, keinginan”. Minat ditandai dengan sikap afektif dan kognitif serta terikat pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat erat kaitannya dengan kebiasaan (habit) yang ada dalam diri seseorang. Definisi habit menurut Oxford Pocket Dictionary (2000) adalah thing that you do often an almost without thinking.
Membaca merupakan serangkaian kegiatan pikiran yang dilakukan dengan penuh perhatian untuk memahami suatu informasi melalui indra penglihatan dalam bentuk simbol – simbol yang rumit, yang disusun sedemikian rupa sehingga memiliki arti dan makna (Prasetyono, 2008).
Minat baca adalah kekuatan yang mendorong untuk memperhatikan, merasa tertarik dan senang terhadap aktivitas membaca sehingga mereka mau melakukan aktivitas membaca dengan kemauan sendiri. Aspek minat baca meliputi kesenangan membaca, frekuensi membaca dan kesadaran akan manfaat membaca.
Urgensi Membaca
Adakah manfaat membaca? Sehingga perlu adanya upaya khusus untuk membudayakannya?
Membaca menyibak jendela dunia. Dengan membaca, seseorang tidak hanya menjadi semakin bijak. Akan tetapi juga dapat mengambil hikmah dan manfaat dari berbagai referensi.
Dengan membaca buku yang bermutu, seseorang akan memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan orang yang malas atau tidak pernah membaca. Selain itu, dengan membaca, orang lebih terbuka cakrawala pemikirannya. Melalui bacaan, seseorang berkesempatan melakukan refleksi sehingga budaya baca lebih mengarah kepada budaya intelektual daripada budaya hiburan yang dangkal. Membaca memberikan capaian di berbagai bidang ilmu pengetauan dan teknologi. Oleh karena itu, untuk membangun masyarakat yang beradap dan maju maka budaya baca perlu ditumbuhkan. (Putra, 2008)
Membaca tidak bisa dilepaskan dari proses memiliki pengetahuan. Dengan membaca, wawasan dan kecerdasan seseorang semakin bertambah luas. Untuk menjadi cerdas, seseorang harus meningkatkan pengetahuannya salah satunya dengan membaca. Seseorang akan mau membaca bila bahan bacaan itu ada yang menarik hatinya, sehingga mampu merangsang otak untuk melakukan proses berpikir. Henry Ford, seorang pemilik pabrik automobil di Amerika mengatakan bahwa membaca adalah pekerjaan yang paling berat daripada segala jenis pekerjaan. Hal itulah yang menyebabkan sedikit orang yang melakukan kegiatan membaca.
Realita Minat Baca
Secara teoritis ada hubungan yang positif antara minat baca (reading interest) dengan kebiasaan membaca (reading habit) dan kemampuan membaca (reading ability). Rendahnya minat baca masyarakat menjadikan kebiasaan membaca yang rendah, dan kebiasaan membaca yang rendah ini menjadikan kemampuan membaca rendah.
Secara tidak langsung kebiasaan membaca menjadi salah satu indikator kualitas bangsa. Angka melek huruf (literacy rate) di Indonesia relatif belum tinggi, yaitu 88 persen dibandingkan dengan negara maju seperti Jepang yang angkanya sudah mencapai 99 persen. Oleh UNDP (United Nations Development Programme) angka melek huruf telah dijadikan salah satu indikator untuk mengukur kualitas bangsa. Tinggi rendahnya angka melek huruf menentukan tinggi rendahnya indeks pembangunan manusia atau HDI (human development index). Pada HDI tahun 2010 ini, Indonesia menempati posisi ke-111 dari total 182 negara di dunia.
Dalam fakta menunjukkan bahwa prosentase penduduk Indonesia yang berusia diatas 10 tahun cenderung menyukai untuk menonton televisi berkisar 90% sementara penduduk yang membaca majalah atau surat kabar hanya berkisar antara 18% (www.bps.go.id). Belum diketahui berapa prosentase membaca bahan bacaan edukatif yang tidak hanya sekedar membaca surat kabar atau majalah. Kebanyakan orang menggunakan waktunya untuk membaca tidak lebih dari 1% (Prasetyono, 2008).
Indikator Minat Baca
Tahapan menuju kegemaran membaca berkaitan erat dengan sebuah kerangka tindakan AIDA (attention, interest, desire dan action). Rasa keingintahuan atau perhatian (attention) terhadap suatu objek dapat menimbulkan rasa ketertarikan atau menaruh minat pada sesuatu (interest). Rasa ketertarikan akan menimbulkan keinginan (desire) untuk melakukan sesuatu (membaca). Keinginan yang tinggi dalam diri seseorang akan menimbulkan gairah untuk terus membaca (action).
Menurut Burs dan Lowe (Prasetyono, 2008) indikator – indikator adanya minat baca pada seseorang yaitu:
1. Kebutuhan terhadap bacaan
2. Tindakan untuk mencari bacaan
3. Rasa senang terhadap bacaan
4. Ketertarikan terhadap bacaan
5. Keinginan untuk selalu membaca
6. Tindak lanjut (menindaklanjuti dari apa yang telah dibaca).
Faktor Penghambat Minat Baca
Adapun faktor – faktor yang menjadi penghambat minat baca diantaranya adalah:
1. Hadirnya televisi yang menjadikan budaya menonton lebih disukai oleh masyarakat daripada membaca buku.
2. Kebiasaan keluarga yang masih mengedepankan budaya lisan daripada budaya baca tulis. Misalnya saja masyarakat masih menyukai mengobrol daripada membaca.
3. Masih rendahnya motivasi untuk berpacu menjadi lebih maju dan menjadi bangsa yang unggul.
4. Faktor ekonomi masyarakat Indonesia yang sedikit banyak juga mempengaruhi tingkat daya beli dan konsumsi buku oleh masyarakat.
5. Belum banyaknya penerbit dan penulis yang menghasilkan buku yang sangat mengundang minat baca bagi seluruh masyarakat.
(Prasetono, 2008)
METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah dengan studi kepustakaan dan browsing sumber elektronik terkait literatur minat baca di kalangan masyarakat. Dengan berbagai informasi yang telah didapatkan, maka segera dilakukan pengelolaan data dan informasi serta dilakukan analisis permasalahan. Dengan analisis berbagai solusi atas permasalahan tersebut maka didapatkan solusi dan kemudian diambil kesimpulannya. Berbagai upaya ditawarkan untuk menjadi alternatif solusi dalam membantu mengatasi permasalahan rendahnya minat baca dan mengembangkan reading habits generasi Indonesia.
Selain jelajah kepustakaan, penulis juga melakukan beberapa jajak pendapat terkait urgensi minat baca dan bagaimana keterkaitan antara minat baca terhadap penguasaan teknologi kepada para mahasiswa yang notabene sarat dengan lingkungan akademisnya. Hal ini menambah opini dalam memberikan sumbangsih alternatif solusi untuk mengembangkan minat baca di Indonesia.
PEMBAHASAN
Reading Habits
Dalam hal membaca sebagai awal kemajuan bangsa, mahasiswa di negara industri maju ternyata memiliki rata-rata membaca selama delapan jam per hari. Sedangkan di negara berkembang termasuk Indonesia, hanya dua jam setiap hari (UNESCO, 2005).
Kebiasaan membaca pada masyarakat umum juga rendah. Salah satu indikatornya adalah jumlah surat kabar yang dikonsumsi oleh masyarakat. Idealnya setiap surat kabar dikonsumsi sepuluh orang, tetapi di Indonesia angkanya 1 : 45, itu artinya setiap 45 orang mengonsumsi satu surat kabar. Di Filipina angkanya 1 : 30 dan di Sri Lanka angkanya 1 : 38. Artinya dalam soal membaca, masyarakat kita saja masih kalah dibandingkan dengan masyarakat negara berkembang lainnya seperti Filipina dan bahkan dengan masyarakat negara belum maju seperti Sri Lanka.
Adanya minat baca haruslah dibiasakan sejak dini. Kebiasaan akan menjadi budaya dan pada akhirnya akan menjadi karakter yang melekat pada diri seseorang. Begitu pula dengan kebiasaan membaca yang akan menjadi budaya dan karakter suatu bangsa yang unggul, maju dan cerdas.
Peran Teknologi
Hadirnya teknologi, informasi dan komunikasi menjadikan akses tanpa batas di segala bidang tak terkecuali bidang pendidikan dan minat baca. Teknologi menjadikan segalanya lebih efektif dan efisien serta memudahkan dalam aksesibilitas. Contoh manfaat teknologi dalam dunia minat baca adalah hadirnya fasilitas e-book yang memudahkan konsumen dalam mencari koleksi yang ia butuhkan tanpa harus pergi ke toko buku terlebih dahulu.
Atau kemudian hadirnya fasilitas televisi yang pada akhirnya menghambat laju pertumbuhan budaya baca karena dengan adanya televisi maka masyarakat menjadi memiliki budaya menonton, bukan budaya membaca. Sebenarnya fungsi teknologi adalah sebagai cara yang membuat sesuatu menjadi lebh cepat, lebih mudah, efektif dan efisien serta memiliki daya tarik. Teknologi adalah benda mati, maka baik buruknya teknologi tergantung kepada siapa yang menggunakannya. Terlepas dari baik buruknya teknologi, pada kenyataannya, teknologi e-book juga sangat membantu kalangan akademisi. Misalnya saja ketika seseorang mencari literatur lama yang diterbitkan terbatas dan barang tersebut sulit untuk ditemukan. Akan tetap, ternyata dalam fasilitas e-book, literatur tersebut mudah ditemukan. Inilah salah satu keunggulan teknologi di bidang minat baca.
Internet juga merupakan inovasi dalam teknologi yang memberikan dampak luar biasa dalam kehidupan. Adanya search engine google memudahkan siapapun, dengan one click, muncullah semua informasi yang diperlukan. Akan tetapi jika penggunaannya tidak mawas diri atau tidak diawasi, bisa jadi fasilitas tersebut digunakan untuk hal – hal yang tidak bermanfaat. Oleh karena itu, sekali lagi teknologi akan selalu baik dan positif selama pengguna (user) juga menggunakannya dalam ranah positif.
Paradigma Baru
Paradigma baru yang diangkat adalah bagaimana memanfaatkan teknologi secara maksimal untuk segala kepentingan positif yang mendukung nilai – nilai edukatif. Hadirnya e-book semestinya menjadikan e-book merupakan bahan jelajah yang up date dan melebihi frekuensi pengunjung situs jejaring sosial misalnya facebook. Faktanya, selama ini, anak usia SD sudah akrab dengan facebook akan tetapi tidak mengenal sedikitpun apa itu e-book. Atau para mahasiswa yang notabene merupakan akemisi juga lebih memilih googling (searching di internet) daripada membaca buku dan mencari literatur di perpustakaan. Di sinilah nilai – nilai edukatif perlu dikembangkan agar teknologi lebih mengarah kepada hal positif dan membangun. Teknologi akan maju jika ia diarahkan kepada kemajuan. Salah satu caranya adalah penguasaan teknologi dapat dicapai melalui gerakan membaca. Telah banyak fakta yang membukikan bahwa kemajuan bangsa – bangsa tak lepas dari kebiasaan membaca para warga negaranya.
Upaya Menumbuhkan Reading Habits
Semua pihak haruslah memiliki perhatian (concern) terhadap masih rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Masing – masing komponen bangsa termasuk keluarga seseuai dengan perannya masing – masing ikut andil dalam meningkatkan minat dan kebiasaan membaca (reading habits).
1. Peran keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama kali yang dikenal oleh anak sejak lahir. Oleh karena itu, budaya membaca dapat diawali dari lingkungan keluarga. Misalnya dengan gerakan membaca 20 menit dalam satu hari secara bersama – sama antar anggota keluarga maka membaca akan dirasakan sebagai suatu aktivitas yang menyenangkan.
2. Peran sekolah
Sekolah adalah tempat menuntut ilmu dimana di sanalah orang tua kedua yaitu guru selalu membimbing murid – muridnya. Setiap sekolah pastinya terdapat perpustakaan dan ada kalanya dikunjungi oleh perpustakaan keliling. Oleh karena itu, pemanfaatan fasilitas yang ada harus dioptimalkan agar minat dan kebiasaan siswa terasah di sekolah.
3. Peran Pemerintah
Pemerintah sebagai institusi yang ikut serta concern dalam mengatasi permasalahan minat baca yang rendah hendaknya menggalakkan gerakan membaca (reading movement) sebagai langkah pembiasaan membaca di kalangan masyarakat. Adanya sosialisasi sampai ke tingkat masyarakat lapisan bawah benar – benar diselenggarakan. Moment hari buku nasional juga semestinya tidak hanya menjadi semarak buku satu hari karena pada hakikatnya kebutuhan membaca masyarakat idealnya adalah setiap hari.
PENUTUP
Simpulan
1. Minat baca haruslah dibiasakan sejak dini. Kebiasaan akan menjadi budaya dan pada akhirnya akan menjadi karakter yang melekat pada diri seseorang. Begitu pula dengan kebiasaan membaca yang akan menjadi budaya dan karakter suatu bangsa yang unggul, maju dan cerdas.
2. Hadirnya teknologi semestinya dimanfaatkan sebaik – baiknya untuk hal positif yang mendukung gerakan pembiasaan membaca.
3. Perlunya kerja sama pihak – pihak yang terkait dalam mengatasi minat baca yang masih rendah di kalangan masyarakat baik peran keluarga, sekolah maupun pemerintah.
Saran
1. Budaya menonton hendaknya diganti dengan budaya membaca apalagi di kalangan keluarga, kegiatan ini merupakan sarana keakraban yang edukatif.
2. Perlu adanya kegiatan – kegiatan bersama dalam rangka menumbuhkan minat baca.
3. Perlu adanya sosialisasi yang massif tentang urgensi membangkitkan minat baca pada anak sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Masri Sareb. 2008. Menumbuhkan Minat Baca Sejak Dini. Jakarta: Indeks
Prasetyono, Dwi Sunar. 2008. Rahasia Mengajarkan Gemar Membaca pada Anak Sejak Dini. Yogyakarta: Think.
Oxford Learner’s Pocket Dictionary third edition. 2000. Oxford University Press: New York.
http://www.lurik.its.ac.id/latihan/Minat%20Baca.pdf diakses pada tanggal 21 Oktober 2010 pukul 11:12 am.
http://www.pngbuai.com/000general/libraries/literacy-services/READRAB.pdf diakses pada tanggal 21 Oktober 2010 pukul 11:15 am.
http://www.bit.lipi.go.id/masyarakat-literasi/index.php/minat-baca/72-minat-baca-dan-kualitas-bangsa?showall=1 diakses pada 26 Oktober 2010 pukul 11:06
Refleksi Hari Buku 17 Mei 2010: Urgensi Baca Buku http://indonesiabuku.com/?p=5498 diakses pada tanggal 26 oktober 2010 pukul 9:50 am


1 komentar:
hummm..
jadi tertohok sendiri
akhir - akhir ini sedang malas membaca
entahlah...
Posting Komentar