Hari ini kami akan membahas tentang
khulafaur rosyidin kedua, yakni Umar
bin Khattab. Beberapa saat mencari bahan cerita di perpustakaan, bahasanya
kurang ringan dan tidak cocok untuk usia sekolah dasar. Namun, tiba-tiba teringat
di suatu sudut kelas 6 putri, tertata rapi enam belas buku Muhammad Teladanku. Buku
hardcover, setiap halamannya terdapat
banyak gambar ilustrasi, berbagai catatan pojok bertebaran menjadi inspirasi,
dan kisahnya sesuai dengan sirah Nabawiyah. Pada bagian buku keempatnya,
terdapat kisah Umar bin Khattab saat masuk Islam. Akhirnya dengan perasaan yang
berakhir haru, kisah keislaman Umar bin Khattab dapat digambarkan dengan sukses
berkat buku tersebut.
Lain waktu, aku memasuki kelas
dengan perasaan resah karena terlambat. Benar saja, anak-anak putra masih asyik
bermain dan melepas bajunya. Mereka gerah karena listrik mati. Memang fitrahnya
anak-anak yang senang gurunya belum masuk meski sudah saatnya belajar.
Kubolehkan sejenak mereka menuntaskan hajat bermainnya. Selang beberapa saat,
anak-anak sudah tekun mengerjakan tugasnya masing-masing. Pandanganku tertuju
kepada satu anak. Ia telah selesai mengerjakan tugasnya. Bergegas ia menuju
bagian belakang kelas dan kemudian duduk bersila. Apa yang dilakukannya?
Memilih satu dua buku dan akhirnya tertunduk membaca. Memang sudah menjadi
kebiasaan jika sudah selesai kewajiban belajarnya, anak-anak boleh membaca
sesuka hati.
Semenjak adanya PoBacK (Pojok Baca Kelas) dengan rak
yang berisi buku-buku kisah dan pengetahuan, anak-anak menjadi lebih tertarik
untuk membaca. Selain membaca AL Qur’an yang memang telah menjadi kebiasaan
anak-anak, di sini kami mulai membiasakan anak-anak untuk mengakrabi buku
bacaan. Mengakrabi buku dengan membacanya adalah dasar bagi seseorang
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap dalam menghadapi
suatu permasalahan. Apalagi yang dibaca sajian bacaannya menarik, bergambar,
dan dengan gaya bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak.
PoBacK
(Pojok Baca Kelas) merupakan perwujudan dari Gerakan Literasi Nasional yang
telah digagas oleh Kementerian Pendidikan Nasional pada waktu itu. Waktu
istirahat di sekolah yang hanya lima belas menit sangat kurang untuk memuaskan
diri membaca di perpustakaan yang terkadang lokasinya cukup jauh dari kelas.
Oleh karena itu, PoBacK (Pojok Baca
Kelas) adalah realisasi untuk membuat jarak buku dengan anak-anak semakin
dekat.
Gerakan Literasi Nasional yang
diputuskan sejak Juli 2015 memberikan konsekuensi adanya kewajiban membaca buku
nonteks pelajaran selama 15 menit sebelum jam pembelajaran dimulai setiap hari
di sekolah. Gerakan literasi ini bertujuan untuk mengasah kemampuan mengakses,
mencerna, dan memanfaatkan informasi dengan cerdas. Gerakan literasi memiliki goal untk mencetak generasi literat dan
masyarakat Indonesia yang kritis dan peduli. Dalam hal ini, yang termasuk dalam
bahasan literasi adalah kemampuan baca-tulis-berhitung (calistung), sains, teknologi informasi dan komputer, keuangan,
budaya, dan kewarganegaraan. Dekatnya anak-anak dengan bacaan diharapkan mereka
menggunakan bahan bacaan untuk memecahkan beragam persoalan kehidupan.
Beruntunglah anak-anak menjumpai
orang-orang yang peduli terhadap kebutuhan mereka. PoBacK (Pojok Baca Kelas) hadir demi menjawab tantangan dan
menyemai benih generasi literat. Menurut data, tingkat melek huruf masyarakat
Indonesia sudah tinggi yakni sekitar 96,3 persen. Akan tetapi, survei BPS menyatakan
bahwa 90,27 persen anak usia sekolah suka menonton televisi, sedangkan hanya
18,94 persen yang suka membaca. Semoga anak-anak yang khusyuk membaca tadi
termasuk dari sekian persen dari data tersebut sebagai anak Indonesia yang suka
membaca.
Selain itu, dari hasil penelitian
indeks membaca masyarakat Indonesia diperoleh hasil 0,001. Artinya dari 1.000
orang Indonesia hanya satu orang yang membaca. Pantasah jika dijumpai penumpang
di gerbong kereta api Jakarta-Surabaya tidak membaca buku atau novel, tetapi
asyik mengobrol dengan rekan bangku atau malah tertidur miring. Atau di dalam
angkot di Yogyakarta, jarang dijumpai penumpang yang membaca biografi atau
bahkan sekedar antologi atau cerita komedi. Sementara itu, di halaman kampus
yang berpohon rindang, tak banyak dijumpai mahasiswa membahas buku teksnya,
tetapi masyuk dalam gadgetnya. Berapa
banyak keluarga yang pada jam 19.00 sampai 21.00 memerintahkan anak-anaknya
belajar, sementara mereka para orang tua asyik melihat tayangan opera sabun
atau sibuk dengan urusan gawai masing-masing.
Pada saat ini, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat berdampak pada pembentukan budaya
masyarakat Indonesia, termasuk perkembangan gadget
yang semestinya juga dapat dimanfaatkan untuk sarana membaca. Pembentukan
budaya diawali dengan pendidikan karakter dan pembiasaan. Rumusan pendidikan
karakter menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Kementerian
Pendidikan Nasional dalam Darmiyati Zuchdi salah satunya adalah gemar membaca
sebagai kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca. Aktivitas membaca yang dapat
dimulai dari hal yang ringan misalnya membaca komik, kisah teladan, dan cerita
pendek maupun bacaan taraf berat seperti biografi, ensiklopedia, artikel, dan
jurnal.
Saat pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia pun sangat lekat dengan pembentukan generasi literat. Pengenalan
bahan bacaan fiksi dengan tugas baca novel karya penulis terkenal di Indonesia
semisal Tere Liye dan Andrea Hirata sangat membantu anak-anak untuk menambah
informasi sekaligus pembendaharaan kata mereka. Dengan belajar dari kisah,
anak-anak diharapkan dapat meneladani akhlak mulia dan berbagai karakter baik
lainnya. Pun demikian ketika pembelajaran nonfiksi sejarah, lagi-lagi serial
buku Muhammad Teladanku atau Rasulullah Teladan Utama menjadi favorit
anak-anak. Bahasa buku yang mengalir dan mudah dipahami karena banyak
percakapan dan seakan-akan pembaca sedang berada di tengah-tengah kisah
menjadikan buku-buku tersebut menggeser pemikiran mereka bahwa membaca buku itu
menjemukan.
Pada kesempatan lain, anak-anak
antusias sekali membahas suatu buku komik berseri yang telah mereka baca.
Ternyata mereka bergantian meminjam satu dengan yang lainnya kemudian
menceritakan isinya berdasar gaya bahasa masing-masing. Buku komik tersebut
bukan sembarang komik, tetapi karya Felix Siauw berjudul The Cronicles of Ghazi. Buku
komik berseri yang saat ini sudah sampai seri 6, membahas tentang perseteruan
dracula dengan ghazi. Awalnya anak-anak membayangkan dracula seperti yang ia
lihat di film horor. Namun pada komik ini, dracula digambarkan nyata adanya,
bukan ilusi belaka. Inilah salah satu keseruan yang dialami oleh anak-anak yang
menikmati komik tersebut. Anak-anak sangat penasaran dengan cerita berikutnya.
Meskipun latar tempat bahkan mungkin tak bisa dibayangkan karena sangat jauh
dari Indonesia, mereka sangat menikmati alur ceritanya bahkan sampai dibahas di
lorong-lorong sekolah antarsesama pembaca komik tersebut.
Pada kesimpulannya, sebenarnya membaca
buku merupakan salah satu hal yang menyenangkan bagi anak-anak. Buku-buku yang
berada di PoBacK juga mengambil
bagian untuk berperan dalam mewujudkan generasi literat Indonesia yang cerdas.
Tak salah lagi, uraian di atas sangat cocok dengan pendapat Burs dan Lowe
tentang indikator minat membaca pada seseorang yaitu: (1) memiliki kebutuhan
terhadap bacaan, (2) adanya tindakan untuk mencari bacaan, (3) adanya rasa
senang terhadap bacaan, (4) ketertarikan terhadap bacaan, (5) keinginan untuk
selalu membaca, dan (6) menindaklanjuti apa yang dibaca. Demikianlah, PoBacK menjadi alternatif menumbuhkan
minat membaca anak-anak dan menyemai benih demi mewujudkan generasi literat
Indonesia yang kritis, cerdas, dan solutif.
1 komentar:
Youtube - Vimeo
Vimeo - Vimeo - videos on vimeo, featuring short videos about children, mp3 juice This is the ultimate video series for children, the age-appropriate way to explore and learn the
Posting Komentar