Pages

Ads 468x60px

Sabtu, 14 Oktober 2017

PoBacK Menyemai Generasi Literat



Hari ini kami akan membahas tentang khulafaur rosyidin kedua, yakni Umar bin Khattab. Beberapa saat mencari bahan cerita di perpustakaan, bahasanya kurang ringan dan tidak cocok untuk usia sekolah dasar. Namun, tiba-tiba teringat di suatu sudut kelas 6 putri, tertata rapi enam belas buku Muhammad Teladanku. Buku hardcover, setiap halamannya terdapat banyak gambar ilustrasi, berbagai catatan pojok bertebaran menjadi inspirasi, dan kisahnya sesuai dengan sirah Nabawiyah. Pada bagian buku keempatnya, terdapat kisah Umar bin Khattab saat masuk Islam. Akhirnya dengan perasaan yang berakhir haru, kisah keislaman Umar bin Khattab dapat digambarkan dengan sukses berkat buku tersebut.

Lain waktu, aku memasuki kelas dengan perasaan resah karena terlambat. Benar saja, anak-anak putra masih asyik bermain dan melepas bajunya. Mereka gerah karena listrik mati. Memang fitrahnya anak-anak yang senang gurunya belum masuk meski sudah saatnya belajar. Kubolehkan sejenak mereka menuntaskan hajat bermainnya. Selang beberapa saat, anak-anak sudah tekun mengerjakan tugasnya masing-masing. Pandanganku tertuju kepada satu anak. Ia telah selesai mengerjakan tugasnya. Bergegas ia menuju bagian belakang kelas dan kemudian duduk bersila. Apa yang dilakukannya? Memilih satu dua buku dan akhirnya tertunduk membaca. Memang sudah menjadi kebiasaan jika sudah selesai kewajiban belajarnya, anak-anak boleh membaca sesuka hati.
Semenjak adanya PoBacK (Pojok Baca Kelas) dengan rak yang berisi buku-buku kisah dan pengetahuan, anak-anak menjadi lebih tertarik untuk membaca. Selain membaca AL Qur’an yang memang telah menjadi kebiasaan anak-anak, di sini kami mulai membiasakan anak-anak untuk mengakrabi buku bacaan. Mengakrabi buku dengan membacanya adalah dasar bagi seseorang memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap dalam menghadapi suatu permasalahan. Apalagi yang dibaca sajian bacaannya menarik, bergambar, dan dengan gaya bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak.
PoBacK (Pojok Baca Kelas) merupakan perwujudan dari Gerakan Literasi Nasional yang telah digagas oleh Kementerian Pendidikan Nasional pada waktu itu. Waktu istirahat di sekolah yang hanya lima belas menit sangat kurang untuk memuaskan diri membaca di perpustakaan yang terkadang lokasinya cukup jauh dari kelas. Oleh karena itu, PoBacK (Pojok Baca Kelas) adalah realisasi untuk membuat jarak buku dengan anak-anak semakin dekat.
Gerakan Literasi Nasional yang diputuskan sejak Juli 2015 memberikan konsekuensi adanya kewajiban membaca buku nonteks pelajaran selama 15 menit sebelum jam pembelajaran dimulai setiap hari di sekolah. Gerakan literasi ini bertujuan untuk mengasah kemampuan mengakses, mencerna, dan memanfaatkan informasi dengan cerdas. Gerakan literasi memiliki goal untk mencetak generasi literat dan masyarakat Indonesia yang kritis dan peduli. Dalam hal ini, yang termasuk dalam bahasan literasi adalah kemampuan baca-tulis-berhitung (calistung), sains, teknologi informasi dan komputer, keuangan, budaya, dan kewarganegaraan. Dekatnya anak-anak dengan bacaan diharapkan mereka menggunakan bahan bacaan untuk memecahkan beragam persoalan kehidupan.
Beruntunglah anak-anak menjumpai orang-orang yang peduli terhadap kebutuhan mereka. PoBacK (Pojok Baca Kelas) hadir demi menjawab tantangan dan menyemai benih generasi literat. Menurut data, tingkat melek huruf masyarakat Indonesia sudah tinggi yakni sekitar 96,3 persen. Akan tetapi, survei BPS menyatakan bahwa 90,27 persen anak usia sekolah suka menonton televisi, sedangkan hanya 18,94 persen yang suka membaca. Semoga anak-anak yang khusyuk membaca tadi termasuk dari sekian persen dari data tersebut sebagai anak Indonesia yang suka membaca.
Selain itu, dari hasil penelitian indeks membaca masyarakat Indonesia diperoleh hasil 0,001. Artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya satu orang yang membaca. Pantasah jika dijumpai penumpang di gerbong kereta api Jakarta-Surabaya tidak membaca buku atau novel, tetapi asyik mengobrol dengan rekan bangku atau malah tertidur miring. Atau di dalam angkot di Yogyakarta, jarang dijumpai penumpang yang membaca biografi atau bahkan sekedar antologi atau cerita komedi. Sementara itu, di halaman kampus yang berpohon rindang, tak banyak dijumpai mahasiswa membahas buku teksnya, tetapi masyuk dalam gadgetnya. Berapa banyak keluarga yang pada jam 19.00 sampai 21.00 memerintahkan anak-anaknya belajar, sementara mereka para orang tua asyik melihat tayangan opera sabun atau sibuk dengan urusan gawai masing-masing.
Pada saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat berdampak pada pembentukan budaya masyarakat Indonesia, termasuk perkembangan gadget yang semestinya juga dapat dimanfaatkan untuk sarana membaca. Pembentukan budaya diawali dengan pendidikan karakter dan pembiasaan. Rumusan pendidikan karakter menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional dalam Darmiyati Zuchdi salah satunya adalah gemar membaca sebagai kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca. Aktivitas membaca yang dapat dimulai dari hal yang ringan misalnya membaca komik, kisah teladan, dan cerita pendek maupun bacaan taraf berat seperti biografi, ensiklopedia, artikel, dan jurnal.
Saat pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pun sangat lekat dengan pembentukan generasi literat. Pengenalan bahan bacaan fiksi dengan tugas baca novel karya penulis terkenal di Indonesia semisal Tere Liye dan Andrea Hirata sangat membantu anak-anak untuk menambah informasi sekaligus pembendaharaan kata mereka. Dengan belajar dari kisah, anak-anak diharapkan dapat meneladani akhlak mulia dan berbagai karakter baik lainnya. Pun demikian ketika pembelajaran nonfiksi sejarah, lagi-lagi serial buku Muhammad Teladanku atau Rasulullah Teladan Utama menjadi favorit anak-anak. Bahasa buku yang mengalir dan mudah dipahami karena banyak percakapan dan seakan-akan pembaca sedang berada di tengah-tengah kisah menjadikan buku-buku tersebut menggeser pemikiran mereka bahwa membaca buku itu menjemukan.
Pada kesempatan lain, anak-anak antusias sekali membahas suatu buku komik berseri yang telah mereka baca. Ternyata mereka bergantian meminjam satu dengan yang lainnya kemudian menceritakan isinya berdasar gaya bahasa masing-masing. Buku komik tersebut bukan sembarang komik, tetapi karya Felix Siauw berjudul The Cronicles of Ghazi.  Buku komik berseri yang saat ini sudah sampai seri 6, membahas tentang perseteruan dracula dengan ghazi. Awalnya anak-anak membayangkan dracula seperti yang ia lihat di film horor. Namun pada komik ini, dracula digambarkan nyata adanya, bukan ilusi belaka. Inilah salah satu keseruan yang dialami oleh anak-anak yang menikmati komik tersebut. Anak-anak sangat penasaran dengan cerita berikutnya. Meskipun latar tempat bahkan mungkin tak bisa dibayangkan karena sangat jauh dari Indonesia, mereka sangat menikmati alur ceritanya bahkan sampai dibahas di lorong-lorong sekolah antarsesama pembaca komik tersebut.
Pada kesimpulannya, sebenarnya membaca buku merupakan salah satu hal yang menyenangkan bagi anak-anak. Buku-buku yang berada di PoBacK juga mengambil bagian untuk berperan dalam mewujudkan generasi literat Indonesia yang cerdas. Tak salah lagi, uraian di atas sangat cocok dengan pendapat Burs dan Lowe tentang indikator minat membaca pada seseorang yaitu: (1) memiliki kebutuhan terhadap bacaan, (2) adanya tindakan untuk mencari bacaan, (3) adanya rasa senang terhadap bacaan, (4) ketertarikan terhadap bacaan, (5) keinginan untuk selalu membaca, dan (6) menindaklanjuti apa yang dibaca. Demikianlah, PoBacK menjadi alternatif menumbuhkan minat membaca anak-anak dan menyemai benih demi mewujudkan generasi literat Indonesia yang kritis, cerdas, dan solutif.


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Youtube - Vimeo
Vimeo - Vimeo - videos on vimeo, featuring short videos about children, mp3 juice This is the ultimate video series for children, the age-appropriate way to explore and learn the