Pages

Ads 468x60px

Minggu, 04 November 2012

INSPIRING JOURNEY edisi Ngabur

Perjalanan. Bukan sesuatu yang asing. Tiap hari aku menempuh lebih dari satu jam hanya untuk pergi pulang kampus. Belum kalo ada kegiatan lain yang juga membutuhkan waktu lumayan. Ke Kaliurang, Bantul, Jogja lantai dua alias Gunung Kidul wonderfull land, atau ke Wates. Tapi kali ini, serba first time.

-----------------
Azan dhuhur berkumandang. 12.00. Akhirnya, packing barang bawaan selesai, ku bergegas ambil wudhu dan mengikuti sholat jamaah. Dan tak lupa, aku melakukan jamak takdim karena siang ini akan journey ke suatu kota di ujung kulon Jawa.
Well, seperempat jam kemudian aku sudah berada di tepi jalan raya. Kalo sesuai jadwal, kereta yang akan membawaku ke ujung kulon tiba di stasiun pukul 12.37. Padahal jarak ke stasiun lumayan jauh. Rencananya aku sudah berada di stasiun sebelum dhuhur. Akan tetapi pagi ini aku banyak urusan yang harus segera diselesaikan sebelum meninggalkan kota ini untuk sementara. Laporan penelitian, koordinasi dengan sekolah dan check tempat di daerah Bantul. Alhasil plan itu gagal.
Taksi melesat membawaku sampai depan stasiun pas. Wah, 12.35. Semoga aja tak terlambat. Agro tertera 11.700. Ku kasih sopir itu selembar uang sepuluh ribuan dan selembar lima ribuan. Setelah kuucapkan terima kasih, bapak sopir taksi itu berlalu saja. Di benakku terbersit pikiran akan bertanya, kembaliannya Pak? Tapi urung. Emm, ternyata, budayanya kayak gitu ya. Korupsi kecil-kecilan. Dan aku baru tahu hari ini (karena hari ini adalah pertama kalinya aku naik taksi kawan…). Bertapa dungunya diriku. Yah, anggap saja kembalian itu sebagai tip buat bapak sopir tadi. Tapi, konsep keikhlasan dengan terpaksa jadinya…Hehe
Masuk ke stasiun, ku tanya segera penjaga peron. “Pak, kereta ekonomi sudah tiba?”. Dan jawabannya sungguh mencengangkan. Bukannya aku ketinggalan, ternyata kereta terlambat satu jam dari jadwal. What?
Oalah ternyata kelas juga membedakan ketepatan waktu ya. Kalo tipe bisnis apalagi eksekutif, pasti jarang delay apalagi sampai satu jam. Tapi kalo kelas ekonomi, ya, mungkin karena yang naik juga kelasnya agak-agak berkantong tipis (atau memang pilihan untuk menghemat biaya) telat satu jam dianggap biasa.
Ya sudah, sambil menunggu ku coba membeli tiket kepulangan. Niatnya sih beli, tapi ternyata sampai sepekan selanjutnya tiket sudah habis. Waduh, gini ni. Belum berpengalaman jadinya serba dadakan dan banyak tidak persiapan. Pikir punya pikir, mungkin ntar di stasiun tujuan aku bisa mendapatkan tiket (berharap ada penambahan gerbong..). Ku tunggu kereta di peron sambil baca koran. Ya, menuruti kebiasaan sambil menghindari pedagang asongan yang tiba-tiba melempar koran di depan kita. Padahal, jelas aku juga lagi baca koran lhoh, Pak.
Akhirnya. Penantian pasti berujung dengan kelegaan. Kereta pun tiba. Hehe. Bismillah. Berkahillah perjalananku kali ini, Ya Rabb.
Dengan segala minimalis, kelas ekonomi sekarang lebih agak nyaman daripada dulu (katanya). Penumpang sesuai dengan tempat duduk, jadi kalo kuota kursi sudah habis, tiket ya habis gitu. Jadi, tak terlalu bertumpuk penumpangnya. Meski pedagang asong tetep aja wira-wiri. Dan beberapa peminta-minta. (Beginilah realita sosial kawan, terkadang timbul perasaan miris dan kasihan, tapi juga tidak mendidik jika kita terus memberi. Intinya, masih pilih-pilih, hehe… Jangan ditiru karena tidak baik bukan? Memberi tanpa harus berpikir pantas atau tidak siapa yang diberi).
Duduk di pojok, dan berharap bisa menikmati lanscape di luar sana. Alhamdulillah, teman sekursi adalah wanita seusiaku. Di depan kami, ada dua orang laki-laki. Yang satu sepertinya masih rata-rata usia dua puluhan, satunya agak serem, entahlah.
Memecah sunyi, akhirnya kami memulai obrolan dengan menanyakan tujuan, asal dari mana. Dan mulailah kami asyik berbincang.
Laki-laki paruh baya ternyata “penumpang gelap” alias penumpang tanpa tiket. Entah bagaimana dia bisa masuk (aku berpikiran baik lho, kan harus jujur, hee). Padahal sepertinya stasiun dikelilingi tembok tinggi. Tapi yang namanya laki-laki, pasti bisa manjat kan (hayoo, bener tidak ni, aku belum melakukan survey…). Nasib kehabisan tiket membuatnya masuk ilegal aja. Katanya, kalo diperiksa paling ntar bayar ato diturunkan di stasiun terdekat suruh beli tiket. Aku agak iseng berpikir, apa besok aku pulang gitu aja ya? Ah, lupakan. Jalan pintas itu tidak baik dan pasti tidak berkah.
Laki-laki itu menyarankanku untuk mencobanya, apalagi kondisinya terdesak. Hemm, senyumku terkembang. Biasa, orang jawa itu penuh dengan misteri dan basa-basi. Entah enggan atau segan, intinya gak tegas, termasuk diriku.
Laki-laki bertampang seram ternyata betul sudah Bapak-bapak usia 32 tahun. Punya anak tiga berumur 2 setengah tahun, delapan bulan dan sepuluh hari. Aku berpikir? Kok agak ganjil ya? Mungkin, raut keherananku terbaca oleh Bapak itu. Akhirnya beliau cerita punya istri 2. Oooo, pantes. Istri pertama orang Makasar dan tinggal di Jateng. Istri kedua tinggal di Jawa Timur. Jadi, bapak tadi dari rumah istri kedua mau ke tempat istri pertama.
Usut punya usut, asal muasal Bapak tadi berpoligami adalah karena ‘MBA’. Astagfirullah. Aku terhenyak. Orang seperti apa di depanku ini. Tapi, ku dengarkan juga ceritanya. Berawal dari pacaran dengan mahasiswi salah satu sekolah kebidanan. Dua tahun dijalin dan istri pertama tak tahu akan hubungan ini. Akhirnya, setan pun menang dengan adanya kejadian ‘kecelakaan’ itu. Dan bagaimanapun, Bapak itu harus bertanggungjawab daripada dipenjara (ancaman keluarga wanita jika tidak menikahi akan diperkarakan di pengadilan gitu). Katanya, penjara paling menyeramkan adalah penjahat pemerkosa. Kedua kalinya aku ber O panjang.
Kenapa Bapaknya bisa tau? Beliau ternyata punya masa lalu kelam. Bekerja di bumi Cendrawasih menjadikan lupa diri. Bergelimang harta, masih muda lagi. Muda foya-foya tua kaya raya. Mungkin ada benarnya juga (tapi Bapaknya belum tua-tua amat kok). Kalo kita disarankan minum air putih minimal 8 gelas perhari, tak berlaku buat Bapak itu. Minuman wajibnya adalah arak. Tak peduli pagi, siang, sore atau malam sekalipun. Dengan pernikahan, akhirnya Bapak itu memutuskan kembali ke Jawa dengan memboyong istri.
Memulai bisnis di Jawa juga punya perjalanan berliku. Sebagai sopir, kecelakaaan lalu lintas pasti dialami. Begitu juga dengan Bapak tersebut. Berperkara dengan polisi, sudah biasa katanya. Ya itu tadi, sampai akhirnya dia tahu penjara paling seram adalah penjara pemerkosa. Beliau pernah menabrak nenek-nenek hingga tewas. Wah, ganas bener ini orang, pikirku.
Satu lagi, Bapak itu juga gaul lho. Mengunjungi FB itu favorit. (Aku aja kalah). Tapi, content disana banyak untuk judi online. Banyak rugi dan pernah untung juga 5 juta. Aku tak paham hal ini. Entah dunia ini semakin sophisticated, tapi tanpa kita menyaring apa yang kita butuhkan, yo kebawa arus. Memang benar, watak orang terkadang bisa dilihat dari dengan siapa dia berteman dan bergaul.
Pada akhirnya, Bapaknya menutup dengan semua itu masa lalu Mbak. Sekarang sudah lebih baik tapi ya masih suka judi, hehehe. Syukurlah.
Di salah satu stasiun Bapak tadi turun. Sebelum turun, beliau memperlihatkan 4 boneka yang akan diberikan untuk buah hatinya di Jateng. Dan sebungkus besar makanan ringan pesanan orang rumah. Btw, ada boneka shaun sheep. Di kotaku kan belum ada. (Jadi pengen beli buat ponakan). Wooow, Bapak penuh kasih. Semoga berkah, Pak.
Aku capek. Ku coba merangkai kata di buku saku. Bosan juga. Koran akhirnya jadi bahan bacaan.
Temaram senja berganti malam. Perutku keroncongan. Aku lapar karena tadi siang tak sempat makan (sebenarnya sih biasa tak makan siang). Aku takut makan di kereta (kebersihannya itu lho, diragukan). Tapi kalo tak makan akan mengubah pola makan yang itu sangat berdampak pada kesehatanku. Ini ni resiko orang yang punya perut sensitif. Sudahlah, bismillah. Bukannya  Allah mengikuti persangkaan hambaNYA. Positive thinking ajah.
Kuhabiskan penantianku dengan membaca kalamMU. Tak terasa, hari ini aku bisa 2 juz. Padahal, sebelumnya di hari biasa aku tak bisa mencapai rekor ini.
Tengah malam, aku tiba di stasiun terakhir….
Bersambung ya….




Tidak ada komentar: