Aku sudah biasa menghadapi
anak-anak dan mendampingi mereka dalam belajar. Privat tentunya. Mulai dari
yang pinter banget, gurunya aja kadang lupa. Terus yang lumayan pinter, yang
biasa aja, bandel juga ada. Ada lagi yang lumayan menguras pikiran, tenaga, ide
untuk bagaimana agar si anak dapat memahami apa yang dipelajarinya.
Tapi, kali ini beda. Aku kali
pertama ngajar di kelas.
Itung-itung buat pengalaman. Kalo
cuma observasi, gabung di kelas negeri maupun kanisius pernah, sambil bantuian
anak-anak ngerjain tugas mereka. Kali ini, kelasnya sekolah Islam Terpadu, ya,
dapetlah gambarannya seperti apa.
Siswa putra dan putri dipisah,
dan untuk hari pertama ini, aku kebagian jatah ngajar kelas putra. WOW, sesuatu
banget…
Satu jam pertama, aku mengajar di
kelas dengan grade A (kayaknya). Lumayan rame, tapi tangkas mengerjakan sampai
selesai. Bingung juga awalnya, mereka ngerjain sambil mainan juga, ndak tau tu
namanya apa, tapi ngetrend di sekolah itu (di tiga kelas yang aku ajar,
anak-anak pada punya mainan itu). Akhirnya tak bilang, nanti dikasih nilai dan
dikumpulkan. Hanya ada satu anak yang terlihat malas mengerjakan, ternyata tak
bawa pensil. Oke, tak kasih pinjam pensil saya, kataku. Eh, sampai selesai, dia
ternyata cuma ngerjain 2 nomer, hemmpf. Entah kenapa, dia cuma bilang capek
gitu dan terlihat tidak semangat. Satu jam selesai aku masih belum beranjak
dari kelas, sebenarnya pengin ngobrol sama satu anak tadi, cuma dianya keburu
ngilang lagi. Emm, anak itu ya, ndak betah kayaknya di kelas.
Istirahat
Jam kedua, aku mengajar di kelas
dengan siswa sepuluh anak (seharusnya), tapi cuma nongol sembilan soalnya yang
satu ikut di kelas lain (yang akhirnya ketahuan saat aku ngajar di kelas
ketiga). Bukan berarti sembilan itu sedikit, gampang ngaturnya ya. Justru ini
kelas yang paling rewel. Aku masuk kelas, baru beberapa yang ada, yang lain
harus dipanggil dan dicari satu-satu. Belum soal mulai dibagikan, eh, siswa
malah pada main tisu. Awalnya cuma tisu dibasahi pakai air dan dilemparkan ke
teman, lama kelamaan dilempar ke atas, ke tembok. Dan mengenai foto pemimpin
negeri ini. Haduh, kalian. Alih-alih mau membersihkan tisu tadi, anak-anak
malah naik kursi meja semua. Eiy, hayo turun…
Ada yang usil lagi, LCD
dinyalakan, screen diturunkan, menghalangi tulisan di papan tulis tentang ralat
soal. Ishbir. Mulai satu nomer dikerjakan. Selanjutnya kesulitan, tak minta
buka buku paket, ndak bawa, buku catatan, hilang, tanya teman, ndak tahu atau
lupa. Okelah, terus, maunya gimana? Tak minta kerjakan yang mudah dulu aja,
ngelesnya soal susah semua. Hedeuh, ini siswa kreatif amat ngejawabnya.
Ada yang main bola, akhirnya tak
sita, tisu juga yang tadi buat lempar-lemparan. Mungkin, terlihat galak kali
ya, heee. Padahal, enggak lho. Tanya aja tu adhek-adhek les privat. Mainan yang
lagi trend juga mau tak sita, cuma mikir-mikir, susah bawa n naruh di depannya,
pasti ntar diambil lagi.
Sesi pembahasan soal dan jawaban,
hemmpf, harus mengeluarkan suara ekstra (walau ada microfone disana). Karena
yang satu denger yang satu main sendiri, jadi sampai akhir pelajaran belum
tuntas deh membahasnya. Oh iya satu lagi, siswa juga mainan korek api diluar
ruangan dengan membakar kertas. Tak matikan dengan nginjek pake sepatu, eh,
malah nempel di sepatu, hehe. Anak-anak ketawa, akunya panik. Lha wong masih
ada apinya. Pura-pura biasa aja, kumatikan dengan meniup api itu, Alhamdulillah
padam. Seiring padamnya rona merah diwajahku.
Sesi ketiga, kelas dengan siswa
sekitar 15 anak. Aku mendengar disebut anak-anak sebagai ustadzah five, heee,
lucu juga. Nah, kelas ini kelas menengah, tapi juga lumayan pinter-pinter.
Manut juga. Pembahasan pun juga oke, dan puas dengan hadiah 2 bungkus biskuit
kecil buat 2 orang terbaik. Diputar…dijilat…dimakan, hap…
Nah, itu ceritaku, mana ceritamu?


Tidak ada komentar:
Posting Komentar