Pages

Ads 468x60px

Rabu, 26 Desember 2012

Pelukan Hangat Untukku




Suasana pemilwa kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada sosialisasi yang cukup waktu. Tapi pagi ini, teman-teman KPU harus tetap menggelar pesta demokrasi ala mahasiswa itu dengan seadanya. Tanpa tenda, tanpa presensi yang memadai. Semoga berkah ya. Dan Allah menerima ikhtiar teman-teman semua.
Aku pun tak luput dari mengikuti suasana itu. Sebagai mahasiswa yang masih aktif, wajib juga kan ikut memilih pemimpin yang diharapkan dapat membawa kebaikan ke depan. Mungkin ada yang bilang, toh tak ada pengaruhnya untuk pribadi. Jadi, kenapa harus repot milih orang yang belum tentu kita kenal? Atau ada pula yang bilang, emang si calon ngasih berapa? Wah, wah, kok pikirannya seperti ini. Apapun kata orang, bagiku alasannya hanya sederhana. Kita punya andil untul menentukan pemimpin kita, toh kelak setiap detik apa yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan. Jika memang penyelenggara tak sempat mengadakan sosialisasi, kita masih bisa menelusur asal muasal dan seluk beluk si calon pemimpin kita.
Menjadi lima besar dalam urutan presensi, membuatku gusar. Mana yang lain? Akhirnya, gratisan pulsa kumanfaatkan untuk aktivasi teman-teman yang memiliki hak untuk menyuarakan pilihan mereka. Yang pasti, bukan kampanye, hanya mengajak untuk datang ke TPS dan memilih sesuai yang diinginkan. Just it. Dan aku memilih stand by di sekitar TPS, menikmati tahun terakhir merasakan pesta demokrasi ini sambil menanti agendaku berikutnya.
Agak siang, kulihat satu teman membawa seorang anak. Awalnya mereka main di air mancur yang berada di halaman kantor dekanat. Tak lama kemudian sang anak dibawanya mendekat ke TPS. Kusapa temanku itu dan sedikit berbasa-basi. Ya, biasalah, lama tak bersua.
Apa yang biasanya pertama kali kita tanyakan jika bertemu dengan anak-anak? Hemm, kalau aku biasanya nama, bagaimana dengan teman-teman? Lanjut ya, kutanya namanya siapa pada sang anak kecil itu. Dengan terbata ia jawab Icha. Kata temanku, ia termasuk anak penderita DS (down syndrom), makanya ia sekolah di pendidikan anak usia dini yang memiliki fasilitasi terhadap anak-anak inklusi. Ciri yang tampak biasanya dari wajag pasti sudah terlihat karena penderita DS memiliki wajah yang khas. Jika tak percaya, please, check it.
Dengan bergaun pink, ia mengajak salim (bersalaman) kepadaku dan beberapa teman-teman yang duduk disampingku. Oh, ramah sekali dia. Tak cukup satu kali baginya untuk bersalim, denganku saja sampai 4 kali. Entah berapa kali ia salim dengan teman-teman yang lain. Semoga ini menjadi penggugur dosa ya, Dhek. Mungkin tadi kakak ada sedikit prasangka. Semoga Allah mengampuni.
Temanku menitipkan ia sebentar pada kami. Maklum, TPS lumayan ramai jadi kalau sang anak dibawa-bawa malah agak kerepotan. “Ayo, duduk sini, Dhek,” ajakku pada Icha untuk duduk di pangkuanku. Icha langsung mau. Dia memelukku sambil menggigit jarinya (ini juga biasanya tanda DS kategori ringan/ sedang). Untung ada teman juga yang paham dengan ABK (anak berkebutuhan khusus), jadi di berusaha untuk melepaskan gigitan jarinya. Dilihat dari tangannya, ia ternyata memang suka menggingit anggota badannya sendiri. Kemudian ia beralih bersenandung. Awalnya tak kupahami apa yang ia dendangkan. Berbekal insting terjemahan bahasa anak-anak yang biasa masih belum jelas, akhirnya kupahami bait lagunya.
… Merah kuning hijau, Di langit yang biru
Pelukismu agung, Siapa gerangan
Pelangi-pelangi, Ciptaan Allah
Indah bukan. Bahkan anak sekecil itu sudah ditanamkan bahwa yang menciptakan pelangi itu Allah. Karena Tuhan kita adalah Allah. Sederhana tapi syarat makna. Ini tauhid kawan. Dan dia ulangi langi lagu itu sekali lagi. Subhanallah. Aku senang sekali mendengarnya.
Akhirnya, dia harus kembali ke sekolah. Ketika diajak pulang oleh temanku yang membawanya, ia tak mau. Mungkin, ia senang melihat keramaian di kampus. Suasana yang berbeda dengan sekolahnya. Ia semakin erat memelukku. Dipaksa digendong olehnya, ia berontak dan tetap memelukku. Subhanallah, begitu erat sekali. Seakan ia tak mau dipisahkan. Tapi, ia harus kembali ke sekolah. Dengan berbagai bujukan, beberapa menit kemudian ia bisa melepaskan pelukannya dariku.

Mungkin, engkau berbeda
Tapi bagiku, engkau tetap sama
Sama seperti kami yang menghirup udara dunia
Sama seperti kami yang dilahirkan dalam fitrah-Nya
Sama seperti kami yang berusaha untuk selalu dalam tuntunan-Nya
Terima kasih untuk pelukan hangatnya, Dhek Icha…..


Tidak ada komentar: