Rutinitas pagi
di rumah kakak adalah menyuapi ponakan sambil naik sepeda roda tiganya. Dengan
menu andalan: tok seng wang (telur ceplok, hehe), ponakanku lumayan banyak
makannya walaupun lama banget. Tak apalah, yang penting mau makan, biar bisa besar
dan tinggi, hehe. Ini jurus ampuh biar dia mau makan dan menghabiskan porsinya.
Soalnya ponakan satu ini kurusnya kagak nahan. Hayooo, kebanyakan makan mi kali
ya…
Siang ini, kami
berencana sedikit jalan-jalan. Aku, kakak dan ponakanku yang belum genap 3
tahun usianya. Ya, itung-itung memanfaatkan liburan, soalnya jarang-jarang kita
bisa pergi keluar bareng. Sebelumnya, dari jam 9 tadi Opan (panggilan buat
ponakanku) tidur, dan sampai duhur belum bangun. Wah, niat banget tidurnya,
hehe. Waktu diingatkan kalo tak bangun ntar tak jadi nonton leri (kereta
pengangkut tebu) di Madukismo, dia langsung bangun. Makan siang dengan soto Pak
Sipan dihabiskannya dengan lahap. Berbekal susu buat dia dan satu bungkus
jajan, kami siap berangkat.
Rutenya lewat
perempatan Kasihan ke selatan, kemudian ada pertigaan beringin kita ke timur ke
arah Madukismo. Sebenarnya tak yakin akan ada leri, soalnya belum musim panen
tebu. Tapi apa salahnya kalo mencoba liat kesana. Sampai di tempat, yaa…penonton
kecewa. Seperti persangkaan kita, tak ada leri.
Rute berlanjut
untuk mengitari jalan baru, Madukismo ke selatan kemudian ke barat (daerah
Kasongan). Liat banyak kerajinan dan patung-patung yang terkadang aneh
bentuknya (patung orang dengan kepala puntung rokok??). Keluar dari Kasongan,
jalanan mulai naik, amazing. Aku
suka, aku suka. Tiba-tiba Opan mulai gelisah.
“Ibuk-ibuk
(sambil menepuk pinggang ibuknya). Ibuk tadi bawa minum ndak?”
“Iya, bawa susu
tadi. Opan mau minum?”
“Ya….”
“Bentar ya, cari
tempat yang teduh dulu ya, Nak,” kata kakak sambil mencari tempat yang teduh.
Kami berhenti di
depan lokasi pembangunan perumahan yang belum jadi. Desain gate depan berpatung kesatria, kemudian jalan meluncur ke bawah.
Maklum di lokasinya di bukit jadi ya bisa dibayangkan seperti apa gambarannya.
Kakak mengambil gelas susu yang ditaruh di jok motor. Sambil minum, Opan tanya
juga padaku, minta jajannya buat dimakan.
Giliran mau
jalan, lhoh, dimana kuncinya? Di kontak motor tak ada. Di kontak jok kagak ada
juga. Meraba saku jaket, kanan-kiri tak ada. “Kamu bawa ndak, Ta?” Aku dari
tadi kagak pegang kunci motor, kan yang di depan kakak. Kucoba saku jaket,
pasti tak ketemu. Terus kuncinya dimana ya?
Sementara si
Opan, asik makan jajan sambil liat orang-orang pada naik motor. Beneran,
beberapa menit kami bingung, dimanakah gerangan kunci itu.
“Opan, tadi
ambil kunci yang disini ndak ya,” akhirnya kakak mencoba tanya ke Opan.
“Iya…,” polos
sekali jawabnya.
“Terus tadi
ditaruh dimana?”
“Disini…,” kata
ponakan sambil menunjuk arah dalam jok motor.
MasyaAllah.
Waduh, di dalam jok? Kan jok motor udah ditutup. Dicoba diintip dari sela-sela
bawah jok, oh iya. Keliatan ada kunci dengan gantungan warna biru. Hemmm,
gimana ni ambilnya? Iseng cari sedotan buat narik itu kunci keluar jok,
ternyata salah strategi. Sedotan lentur itu malah membuat kunci semakin jauh
masuk ke dalam, untung belum masuk ke bagasi jok motor. Cari lagi ranting pohon
yang kecil buat narik kunci, dan aku kebagian ngangkat jok motor sebisa mungkin
biar sela-selanya makin lebar.
“Alhamdulillah…”
Akhirnya kunci
terjatuh ke tawah. Dan si Opan, ketawa-ketawa sambil masih makan jajan. Waaaaa,
ini anak. Emang nggemesin….
Oke deh,
perjalanan dilanjut menyusuri jalan aspal satu-satunya (sebenarnya dari tadi
bingung ini daerah mana). Kalo perasaan tak salah, kami masih ke arah barat,
jadi kami mencari jalan ke arah utara aja. Nah, di depan jalan arah kanan tu,
capcus deh. Jalanan serong ke arah timur laut. Jreng-jreng, akhirnya kita nemu
pertigaan lagi. Oh, ternyata ini jalan ke arah Bibis, Kasihan (yang tak tahu
daerah ini, tak usah banyak tanya ya…hehe).
Lanjut rute ke
arah timur nanti akan ketemu pertigaan beringin yang kalo ke kiri akan ke
perempatan Kasihan, Tirtonirmolo. Menyusuri ringroad
dan belok kiri ke pelataran UMY dengan kemegahan masjidnya. “Nah, tu menara
masjidnya keliatan lho dari Wonosari,” kata kakak. Ah, yang bener, wong dari
jembatan lempuyangan aja kagak, masak dari Wonosari keliatan? “Keliatan
mengkilatnya, maksudnya. Kan ke orang-orang tinggal bilang, tu lho, rumahku di
timur menara itu, hee..” Oalah, dirimu bercanda.
Setelah keluar
dari sana, baru keinget tadi Opan minta berhenti buat minum lagi. Ya udah, kita
cari tempat lagi. Berhenti di gang masuk Tegalrejo, sebelah selatan Stikes A.
Yani. Kita rencana mau liat gunung Gamping yang biasa buat tempat final bekakak
Sapar (tepat hari Jumat, tanggal 28 Des 2012 nanti). Kakak sebenarnya lupa-lupa
ingat dimana lokasinya, tapi ya asal jalan aja, pasti nanti ketemu. Aku juga
bingung, katanya disebut gunung Gamping, tapi di sekeliling sana tak ada
satupun yang terlihat bukit…Aneh
Mencoba
peruntungan, masuk kanan ke sebuah gang. Wah, jalanan banjir, banyak sampah
lagi. Reflek, kuangkat kakiku. Aku tak suka kaos kakiku kena air, apalagi air
kotor, heeemmm, bisa berabe ni. Bukan cuma kaos kakinya ding, tapi emang kakiku
sensitif, jadi kudu ati-ati.
“Nah, ini dia
gunungnya…”
Clingak-clinguk,
di kiri kuburan. Di kanan ada bangunan, entah apa, dan ada batu menjulang,
mungkin 10 meter tingginya. “Mana gunungnya?” tanya ke kakak. “Lha itu yang di
kanan jalan, …” Ooooo, ternyata gunung Gamping itu semampai to, sepuluh meter
tak sampai, hehe. Beneran, baru kali ini nemuin yang namanya gunung cuma segitu
tingginya. Maklum, walo putri asli Jogja, tapi emang belum pernah liat gunung
Gamping. Pantesan tak ada bukit menjulang, wong tingginya luar biasa…
Puas dari sana,
kami kembali ke rumah. Lumayan capek. Sambil rehat, nonton TV aja, mumpung si
Opan mainan di dalam rumah. Dia juga liat TV akhirnya. Waktu iklan mi instan,
tiba-tiba dia merengek pengen dibikinkan mi. Wah, ini iklan salah tayang,
batinku. Dan belum genap jam 4 pun Opan udah makan tiga kali, walaupun akhirnya
mie tak habis dimakan. REKOR. Padahal, biasanya jam makan dia adalah waktu
magrib..
Kamis,
15 November 2012
.


2 komentar:
dah tak baca...
hmmmmm...bakat tpendam yang sudah tsalur..
lanjutkan trs...
mgkin suatu saat q bisa "nyuruh" anak2 lihat blog ini
bsk nak sufyan dah bisa baca, ngnet, biar lihat kisahnya tertulis ddunia maya
hee, yg ngajari nulis dulu sapa...
itung2 buat refresh sambil memfilekan kisah :)
Posting Komentar