Pages

Ads 468x60px

Jumat, 28 Desember 2012

Polah Tersangka Kecil



Rutinitas pagi di rumah kakak adalah menyuapi ponakan sambil naik sepeda roda tiganya. Dengan menu andalan: tok seng wang (telur ceplok, hehe), ponakanku lumayan banyak makannya walaupun lama banget. Tak apalah, yang penting mau makan, biar bisa besar dan tinggi, hehe. Ini jurus ampuh biar dia mau makan dan menghabiskan porsinya. Soalnya ponakan satu ini kurusnya kagak nahan. Hayooo, kebanyakan makan mi kali ya…

Siang ini, kami berencana sedikit jalan-jalan. Aku, kakak dan ponakanku yang belum genap 3 tahun usianya. Ya, itung-itung memanfaatkan liburan, soalnya jarang-jarang kita bisa pergi keluar bareng. Sebelumnya, dari jam 9 tadi Opan (panggilan buat ponakanku) tidur, dan sampai duhur belum bangun. Wah, niat banget tidurnya, hehe. Waktu diingatkan kalo tak bangun ntar tak jadi nonton leri (kereta pengangkut tebu) di Madukismo, dia langsung bangun. Makan siang dengan soto Pak Sipan dihabiskannya dengan lahap. Berbekal susu buat dia dan satu bungkus jajan, kami siap berangkat.
Rutenya lewat perempatan Kasihan ke selatan, kemudian ada pertigaan beringin kita ke timur ke arah Madukismo. Sebenarnya tak yakin akan ada leri, soalnya belum musim panen tebu. Tapi apa salahnya kalo mencoba liat kesana. Sampai di tempat, yaa…penonton kecewa. Seperti persangkaan kita, tak ada leri.
Rute berlanjut untuk mengitari jalan baru, Madukismo ke selatan kemudian ke barat (daerah Kasongan). Liat banyak kerajinan dan patung-patung yang terkadang aneh bentuknya (patung orang dengan kepala puntung rokok??). Keluar dari Kasongan, jalanan mulai naik, amazing. Aku suka, aku suka. Tiba-tiba Opan mulai gelisah.
“Ibuk-ibuk (sambil menepuk pinggang ibuknya). Ibuk tadi bawa minum ndak?”
“Iya, bawa susu tadi. Opan mau minum?”
“Ya….”
“Bentar ya, cari tempat yang teduh dulu ya, Nak,” kata kakak sambil mencari tempat yang teduh.
Kami berhenti di depan lokasi pembangunan perumahan yang belum jadi. Desain gate depan berpatung kesatria, kemudian jalan meluncur ke bawah. Maklum di lokasinya di bukit jadi ya bisa dibayangkan seperti apa gambarannya. Kakak mengambil gelas susu yang ditaruh di jok motor. Sambil minum, Opan tanya juga padaku, minta jajannya buat dimakan.
Giliran mau jalan, lhoh, dimana kuncinya? Di kontak motor tak ada. Di kontak jok kagak ada juga. Meraba saku jaket, kanan-kiri tak ada. “Kamu bawa ndak, Ta?” Aku dari tadi kagak pegang kunci motor, kan yang di depan kakak. Kucoba saku jaket, pasti tak ketemu. Terus kuncinya dimana ya?
Sementara si Opan, asik makan jajan sambil liat orang-orang pada naik motor. Beneran, beberapa menit kami bingung, dimanakah gerangan kunci itu.
“Opan, tadi ambil kunci yang disini ndak ya,” akhirnya kakak mencoba tanya ke Opan.
“Iya…,” polos sekali jawabnya.
“Terus tadi ditaruh dimana?”
“Disini…,” kata ponakan sambil menunjuk arah dalam jok motor.
MasyaAllah. Waduh, di dalam jok? Kan jok motor udah ditutup. Dicoba diintip dari sela-sela bawah jok, oh iya. Keliatan ada kunci dengan gantungan warna biru. Hemmm, gimana ni ambilnya? Iseng cari sedotan buat narik itu kunci keluar jok, ternyata salah strategi. Sedotan lentur itu malah membuat kunci semakin jauh masuk ke dalam, untung belum masuk ke bagasi jok motor. Cari lagi ranting pohon yang kecil buat narik kunci, dan aku kebagian ngangkat jok motor sebisa mungkin biar sela-selanya makin lebar.
“Alhamdulillah…”
Akhirnya kunci terjatuh ke tawah. Dan si Opan, ketawa-ketawa sambil masih makan jajan. Waaaaa, ini anak. Emang nggemesin….
Oke deh, perjalanan dilanjut menyusuri jalan aspal satu-satunya (sebenarnya dari tadi bingung ini daerah mana). Kalo perasaan tak salah, kami masih ke arah barat, jadi kami mencari jalan ke arah utara aja. Nah, di depan jalan arah kanan tu, capcus deh. Jalanan serong ke arah timur laut. Jreng-jreng, akhirnya kita nemu pertigaan lagi. Oh, ternyata ini jalan ke arah Bibis, Kasihan (yang tak tahu daerah ini, tak usah banyak tanya ya…hehe).
Lanjut rute ke arah timur nanti akan ketemu pertigaan beringin yang kalo ke kiri akan ke perempatan Kasihan, Tirtonirmolo. Menyusuri ringroad dan belok kiri ke pelataran UMY dengan kemegahan masjidnya. “Nah, tu menara masjidnya keliatan lho dari Wonosari,” kata kakak. Ah, yang bener, wong dari jembatan lempuyangan aja kagak, masak dari Wonosari keliatan? “Keliatan mengkilatnya, maksudnya. Kan ke orang-orang tinggal bilang, tu lho, rumahku di timur menara itu, hee..” Oalah, dirimu bercanda.
Setelah keluar dari sana, baru keinget tadi Opan minta berhenti buat minum lagi. Ya udah, kita cari tempat lagi. Berhenti di gang masuk Tegalrejo, sebelah selatan Stikes A. Yani. Kita rencana mau liat gunung Gamping yang biasa buat tempat final bekakak Sapar (tepat hari Jumat, tanggal 28 Des 2012 nanti). Kakak sebenarnya lupa-lupa ingat dimana lokasinya, tapi ya asal jalan aja, pasti nanti ketemu. Aku juga bingung, katanya disebut gunung Gamping, tapi di sekeliling sana tak ada satupun yang terlihat bukit…Aneh
Mencoba peruntungan, masuk kanan ke sebuah gang. Wah, jalanan banjir, banyak sampah lagi. Reflek, kuangkat kakiku. Aku tak suka kaos kakiku kena air, apalagi air kotor, heeemmm, bisa berabe ni. Bukan cuma kaos kakinya ding, tapi emang kakiku sensitif, jadi kudu ati-ati.
“Nah, ini dia gunungnya…”
Clingak-clinguk, di kiri kuburan. Di kanan ada bangunan, entah apa, dan ada batu menjulang, mungkin 10 meter tingginya. “Mana gunungnya?” tanya ke kakak. “Lha itu yang di kanan jalan, …” Ooooo, ternyata gunung Gamping itu semampai to, sepuluh meter tak sampai, hehe. Beneran, baru kali ini nemuin yang namanya gunung cuma segitu tingginya. Maklum, walo putri asli Jogja, tapi emang belum pernah liat gunung Gamping. Pantesan tak ada bukit menjulang, wong tingginya luar biasa…
Puas dari sana, kami kembali ke rumah. Lumayan capek. Sambil rehat, nonton TV aja, mumpung si Opan mainan di dalam rumah. Dia juga liat TV akhirnya. Waktu iklan mi instan, tiba-tiba dia merengek pengen dibikinkan mi. Wah, ini iklan salah tayang, batinku. Dan belum genap jam 4 pun Opan udah makan tiga kali, walaupun akhirnya mie tak habis dimakan. REKOR. Padahal, biasanya jam makan dia adalah waktu magrib..
lucu ya, ini dulu waktu masih masih lumayan gendut..


Kamis, 15 November 2012
.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

dah tak baca...
hmmmmm...bakat tpendam yang sudah tsalur..
lanjutkan trs...
mgkin suatu saat q bisa "nyuruh" anak2 lihat blog ini
bsk nak sufyan dah bisa baca, ngnet, biar lihat kisahnya tertulis ddunia maya

gangeRtie mengatakan...

hee, yg ngajari nulis dulu sapa...
itung2 buat refresh sambil memfilekan kisah :)