Menulis, bagai momok yang menakutkan. Hontou desu ka, benarkah? Soalnya, banyak orang yang mengatakan,
aku tidak bisa menulis. Nah, kata pak Cah, ini ni ada goresan menarik tentang
menulis. Yuk, disimak.
Modal untuk menulis bukanlah bakat.
Lewat pembelajaran yang tekun, bakat bukan pemegang kunci utama. Menurut Naning
Pranoto dalam buku “24 Jam Creative
Writing” modal menjadi penulis ada enam. Modal Pertama adalah tekad mantap dan mau melakukan praktik menulis
secara berkesinambungan.
Kedua, banyak
membaca berbagai buku untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan.
Ketiga, banyak bergaul atau bersosialisasi untuk
menyelami kehidupan yang lebih baik. Keempat, mempelajari
bahasa dan memahami berbagai kosakata sebagai media menulis. Kelima, mempunyai sarana untuk menulis. Misalnya, komputer
atau laptop. Jika tidak, pakai buku tulis atau kertas belanja pun jadi. Keenam,
bertekad kuat menulis karya bermutu.
>>Nah, ini ni yang perlu
diperhatikan, salah satunya adalah menulis karya yang bermutu, tidak asal. Sebuah
karya atau tulisan juga mencerminkan otak penulisnya. So, kalo yang ditulis aja
‘ecek-ecek’, otak penulisnya berarti = ….???
Lanjut ya setelah punya modal, yaitu
bagaimana memulai menulis.
Bagaimana cara memulai menulis?
Tentukan dulu materi yang akan ditulis. Apa pun yang ada pada diri kita atau
ada di sekitar kita bisa menjadi bahan tulisan. Ibarat pohon, ada dua cabang
utama penulisan kreatif, yakni fiksi dan nonfiksi.
Fiksi merupakan sebuah karya berbentuk karangan yang dihasilkan dengan cara
mengkhayal atau berimajinasi dalam pikiran. Bisa memadukan antara fakta dan
imajinasi. Buku Laskar Pelangi berangkat dari pengalaman pribadi penulisnya,
Andrea Hirata. Laskar Pelangi merupakan karya fiksi berbentuk novel. Fiksi
lainnya antara lain cerpen, legenda, dongeng, naskah drama, skenario film,
lirik lagu, puisi, dan seterusnya.
Sedangkan non fiksi adalah sebuah
tulisan atau karangan yang dihasilkan dalam bentuk cerita nyata atau faktual.
Atau, cerita kehidupan sehari-hari yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Isi
tulisan nonfiksi bukan fiktif, bukan hasil imajinasi atau rekaan penulisnya.
Contohnya adalah artikel ilmiah, opini, resensi buku, ilmiah populer, skripsi,
tesis, dan tulisan-tulisan yang berisi pengalaman pribadi penulisnya.
Ingat : tentukan pangsa
pasar yang hendak anda inginkan dengan tulisan itu. Tentukan pula tujuan dari
penulisan yang anda lakukan.
Secara teknis, menulis bisa dimulai
dari mana saja. Bahkan, bila ingin memulai dengan mengumpat, menjerit,
menangis, atau bersyukur. Letupkan saja emosi Anda, jangan ditahan. Anda bisa
curhat lewat tulisan. Di bagian akhir, barulah Anda perbaiki kata-kata yang
sekiranya kasar.
>> Nah, curhat pun bisa jadi
tulisan kawan. Biasanya setelah selesai, kita akan baca ulang tulisan, dan
kemudian finishing dengan editan kita. Jarang sekali orang menulis sekali jadi
tanpa editan. Wong hidup aja perlu diedit,
alias diperbaiki, hehe.
Bagi seorang karyawan atau pegawai,
tiap saat ia bisa menuliskan kepenatannya pada suasana kantor. Misalnya
ketidaksukaan pada pimpinan atau pada teman kerja. Menurut Naning Pranoto, cara
itu bisa mengurangi 70 % dari beban mental. Jika persoalan kantor ditulis
dengan baik, tidak mustahil menjadi tulisan yang menarik. Bahkan bisa jadi buku
tentang bagaimana mengatasi persoalan di kantor. Tulisan ini termasuk kategori
nonfiksi. Bila ingin berimajinasi tentang situasi hati Anda, bisa dikembangkan
menjadi fiksi. Mulailah menulis tentang ganjalan hati anda di tempat kerja.
Aktivitas keseharian ibu-ibu juga
menarik menjadi bahan tulisan. Misalnya mempunyai anak yang berhasil menjadi
sarjana, bisa dituliskan bagaimana cara mendidik anak sampai sukses. Bila ada
10 orang ibu menulis pengalamannya, pasti bisa menjadi buku. Pengalaman
masing-masing ibu pasti berbeda sehingga bisa memberi inspirasi dan motivasi
bagi pembaca. Mulailah menulis dengan menceritakan suka duka dalam mendidik
anak hingga sarjana.
Bahkan aktivitas belanja yang biasa
dilakukan ibu-ibu bisa menjadi materi tulisan yang menarik. Contohnya buku
“Miss Jinjing, Belanja Sampai Mati” yang ditulis berdasarkan catatan harian
penulisnya –Amelia Masniari– tentang pengalaman berbelanja, yang semula ditulis
di blog pribadi. Termasuk tulisan tentang kegiatan arisan. Misalnya dalam
arisan itu ada kegiatan lain yang bermanfaat. Arisan tak hanya ngerumpi tapi
ada kegiatan yang bermakna. Kumpulan resep masakan pun bisa menjadi bahan
tulisan.
Sangat penting untuk diperhatikan,
menulislah dengan baik. Bukan asal menulis. Ada banyak gaya orang menulis,
apalagi dengan semakin populernya jejaring sosial, bahasa dan kalimat yang
digunakan sangat beragam. Menulis yang baik itu adalah sebuah proses. Meliputi
pemilihan kosa kata, kalimat, dan tanda baca yang baik. Termasuk cara membuat
judul dan subjudul yang baik. Pada titik tertentu dari keinginan untuk menulis,
Anda bisa belajar menulis di lembaga-lembaga bahasa dan penulisan.
Untuk bisa menulis yang bak, bisa juga
dilakukan dengan dialog dan menimba pengalaman kreatif dari para pengarang dan
penulis yang telah berkarya. Bisa juga bisa belajar sendiri melalui buku-buku
teori creative writing. Dan yang paling penting adalah belajar lewat pengalaman
menulis. Semakin rajin meluangkan waktu menulis, Anda pun akan bisa menulis
dengan baik.
>>Oke, taraaaa. Tulisan anda
sudah jadi. Next, publikasi promosi dong karya kita. Apa mau nih karya kita
hanya jadi koleksi pribadi? Kurang bermanfaat buat yang lain pastinya. So, biar
tambah manfaat, dan semoga tambah pahala yang mengalir, kita perlu menyebarkan
karya kita.
Setelah tulisan selesai, Anda perlu
menyosialisasikan tulisan tersebut. Penulis merasa bahagia apabila tulisannya
dibaca dan diapresiasi orang lain. Cara paling gampang dan sederhana untuk
keperluan ini adalah membikin blog pribadi. Banyak contoh tulisan-tulisan yang
menarik di blog akhirnya diterbitkan menjadi buku laris. Dengan menyosialisasikan
tulisan atau bagian tulisan di dalam blog, maka akan membuka ruang dialog
dengan banyak kalangan, sekaligus bisa melihat respon pasar.
Promosi karya tulis sudah menjadi
sebuah keharusan. Seringkali promosi dari penerbit sangat minimalis dengan alasan
biaya, maka penulis ikut berjuang untuk mengenalkan karyanya kepada khalayak.
Jangan biarkan buku Anda “bertarung” sendirian di toko buku. Cara paling mudah
juga lewat jejaring sosial dan teknologi informasi, seperti Facebook, Twitter,
email, BBM dan SMS. Tidak perlu ragu dan malu untuk mengirim pesan melalui
media jejaring sosial dan teknologi informasi kepada masyarakat untuk
mempromosikan karya kita.
Oke, sekian dulu writing #1 nya,
semoga dapat disambung di sesi berikutnya.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar