Siang menjelang dhuhur
ini saya masih asyik dengan tulisan saya. Beberapa halaman word terbuka, minta
jatah untuk di edit. Terkadang, kala inspirasi datang, editan cepat kelar. Akan
tetapi jika sedang buntu, butuh beberapa refresh untuk sekedar menemukan satu
diksi yang tepat.
Saat itu, otak
sepertinya menginstruksikan untuk beranjak dari tempat duduk, melihat
sekeliling sejenak untuk rehatkan mata. Dan raga pun mengiyakan, segera berdiri
dan balik badan.
Alih-alih cuci mata,
edaran pandang tertuju pada satu tembok dekat, tepatnya di arah barat daya. Agak
gelap, karena jendela yang saya buka hanya satu diantara 6 yang ada di kamar.
Hemm, ada yang aneh dengan sesuatu disana. Sesuatu yang hitam dan agak besar
memanjang.
Apaan sih????
Perasaan tak enak
memberi sinyal reflek untuk mengidupkan lampu.
Ahhhhh, tidak, Ya Allah.
(ini hanya dibatin).
Panik, bingung, gimana
ni?
Kaget bin takut
sekaligus aneh, kok iso?
Coba tebak, ada apa?hhe…
cuma ada kunjungan si
kaki seribu yang tanpa salam (ndak sopan kan…) masuk ke kamar. Hemmpf.
What should I do? Tepok jidat sambil jalan jingkat-jingkat. Saya takut dengan
binatang melata. Meski cuma si kaki seribu. atau reno, atau lursespo (ndak
tau bahasa gaulnya apaan). Mereka memang jalan sempoyongan, tapi … Tetap saja
bikin merinding, geli dan takut.
Aha, brother nampaknya di rumah. Bergegas ke
rumah brother sambil celingak-celinguk (takut ada orang yang bukan mahram,
soalnya di belakang lagi ada tukang). Rada teriak dan dia pun terbangun dari
nyenyaknya tidur siang.
Alhamdulillah, masih
untung cuma kaki seribu. Kalau ular, brother angkat tangan dan kaki deh. Dia
juga takut karena pernah digigit ular. Mending panggil babe kalo berurusan
dengan ular. Jadi, memang ternyata kalo sudah trauma, mau digimanakan, mau
dipaksa, ya tetep takut. Sama seperti saya ketika takut naik flying fox dan semacamnya semenjak
peristiwa 2008 silam. Padahal sebelumnya seneng banget kalo mainan gelantungan
kayak gitu meski pake acara gemetaran pula pada awalnya. (Tapi pengen juga
lagi, melihat flying fox yang model
pegangannya tali lentur, bukan besi, hhe).
Tengkyu bro, hari ini
kau pahlawan, hhe.
=====
Rumah saya menghadap ke
arah selatan. Katanya, biar menghadap kraton Ngayogyakarta hadiningrat gitu,
biar sejuk. Hemm, kalo saya mikirnya biar ngadep jalan. Kalo ke timur soalnya
ke arah kebon orang, ke utara udah ada rumah budhe. Kalo ke barat menghadap
kebon juga dong. So, menghadap ke
selatan adalah pilihan terbaik.
Di hadapan rumah,
(setelah jalan) ada kebon jati dengan bangunan joglo yang tak lagi dipakai. Eh,
halamannya dipakai ding, tapi buat sabung ayam. MasyaAllah. Nah, di sekeliling
joglo ada beberapa pohon salak yang tak terawat, hanya rimbun dedaunan. Ini nih
yang berpotensi sebagai sarang ular, karena sudah banyak kali si ular juga
berkunjung ke rumah (baik rumah saya maupun rumah kakak). Peristiwa kejatuhan
ular, nyenggol ular, ato si ular malah melilit di kabel lampu kamar, ular
sembunyi di sparepart motor bekas,
ular masuk kamar itu adalah beberapa jejak yang pernah saya lihat.
Di sebelah timur rumah,
ada petak kebun tetangga yang ditanami
pohon rambutan. Pohonnya sih berbuah lebat, tapi juga menjadi tempat tinggal
serangga yaitu semut. Binatang yang diabadikan menjadi salah satu nama surat di
dalam Al Qur’an itu setia membuat rute dari pohon-rumah brother-rumah saya-dan
entah kemana. Jadi, jangan heran ketika di tembok, lantai, terkadang meja juga,
menjadi lalu lintas yang padat bagi sang semut.
Lantas di sebelah barat
rumah saya, terdapat kebun yang banyak ditanami pohon juga, bersama semak juga
tentunya.
Analisis saya, karena
ini musim hujan maka tanah menjadi lembab dan becek. Logikanya, orang saja akan
memilih tempat yang lebih enak dan nyaman kan untuk menghindari tempat lembab.
Begitu pula dengan si kaki seribu. Kali dia sedang ingin berhangat ria di kamar
saya, tapi saya tidak rela. Hehe.
Sekian, kisah hari ini.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar