Pages

Ads 468x60px

Selasa, 12 Februari 2013

Sepenggal Kisah Senja


Langit gelap.  Membuat ragu bersemayam dalam hati. Tetes demi tetes sesegera mungkin jatuh ke bumi. Ya, hujan.
“Gimana, hujan ni?”
Tak apa, berdo’a saja setelah ashar nanti hujan mereda. Semoga mustajab. Pun jika tidak, toh masih juga hujan air (biasa kehujanan kan..). Allahumma shoyyiban nafii’a.

Beberapa target kami singgahi, ditemani guyuran hujan yang semakin deras saja. “Ah, ternyata kamu gigih juga ya,” kata teman saya. Hehe, saya suka hujan. Tapi bukan hujan yang derasnya bukan main (yang tipe ini bikin sakit kepala plus dingin membatu). Hujan rintik-rintik rapat yang cukup membasahi, yang membuat hati terasa ‘mak cessss…” Karena dengan hujan, saya bisa puas menangis tersamar (ini ni resiko orang yang kurang bisa curhat dengan manusia lain, hheeee).
Kita sudah berbasah-basah, masak iya mau putar balik begitu saja. Pikir saya, kita belum dapat pelajaran untuk marketing hari ini, jadi mari kita sambut pelajaran itu (entah nanti dapetnya apa, yang penting dicari dulu). Oke, akhirnya lewat jalan Kusumanegara pelan-pelan. Target saya (dan partner saya tentunya) adalah ke warung di jalan miliran. Kemarin saya sempat melihat ada tanda warung makan yang kami cari: warung makan dengan menu ayam kampung, hehe. Akhir-akhir ini, saya mengendarai motor agak tidak pake ngebut, mata rada jelalatan ke kanan-kiri jalan (bukan berarti tidak GB yaaa) dan sumringah ketika membaca ‘ayam kampung’, hehe…
Awalnya saya nongkrong di motor sambil menunggu teman saya yang tengah di dalam warung makan. Saya baru menebak, sepertinya warung ini supplier ayam kampungnya dari pemilik sendiri, karena sebelumnya saya sempat ke supermarket dan membaca merk salah satu supplier yang ternyata namanya sama dengan warung makan tersebut. “Mbak, masuk saja, kebetulan ada bosnya, kita bisa tanya-tanya banyak kayaknya,” kata temen saya.
Oke deh, walaupun rada salting karena sebagian pakaian saya basah dan mulai batuk menggugu (Entahlah, satu sakit ini agaknya masih enggan pergi, sudah diberi jurus jahe hangat, jeruk nipis, madu, obat herbal, pake akupuntur juga, belum sirna. Mungkin karena saya juga ngeyel pulang malam terus. Hemm, ngaku salah deh…Obat manjurnya positive thinking aja). Pembicaraan pun dimulai, makin serius dan ini dia.
-----------------------
Bukan lulusan peternakan atau dokter hewan, tetapi sejak kecil beliau sudah berproses menjadi pengusaha. Berbapak seorang guru PNS yang memiliki 5 orang anak, membuat mereka pada zamannya diharuskan untuk menikmati proses belajar usaha. Harapannya kelak mereka menjadi pengusaha, bukan PNS. Kebalikan dengan jaman saat ini, dimana banyak sekali orang tua yang ingin anaknya menjadi PNS, gaji wah tunjangan banyak.
Mulai fokus dalam peternakan ayam, beliau memasarkan sendiri produk panennya. Ayam beliau titipkan ke simbok-simbok yang pagi buta berjualan keliling perumahan. Alhasil, sebelum subuh, beliau sudah bertengger di salah satu masjid, ikut jamaah subuh dan kemudian ‘bertebaran di muka bumi.’ Atau ia antarkan barang pesanan satu ekor, walaupun tempatnya jauh. Tak lupa, ia berikan label pada karkas ayam beserta nomor kontaknya. Lama kelamaan, orang perumahan tahu dan pelanggan mendatanginya (order langsung tanpa lewat bakul). Kalau dihitung-hitung pada awal, akan sangat kecil, bahkan terlihat rugi. Tapi yang mahal adalah pembelajarannya. Ibarat kita punya bisnis, menghabiskan 100 juta, kemudian bangkut. Kita akan berkata dengan mudah: kita gagal. Padahal, sebenarnya kita sedang membayar pembelajaran senilai 100 juta. Kita tidak rugi, hanya saja nominal untuk belajar harus dibayar dengan 100 juta tersebut.
Mengetuk satu pintu ke pintu lain, dari perumahan-rumah makan-warung-gudeg wijilan-mendirikan rumah potong ayam sampai akhirnya menjadi supplier di supermarket, resto, rumah makan, dinas, akmil, dll. Memiliki peternakan binaan di Jawa Timur, Solo, Klaten, Yogya. Subhanallah, hontou desu ka. Oalah, ternyata beliau memakai sistem plasma. Apa itu?
Beliau sebagai owner memiliki satu atau dua bakul induk yang membawahi bakul-bakul di bawahnya. Jadi, beliau tidak menangani jual-beli ayam ke peternak, beliau mengurusi  marketing ke konsumen. Bakul induk bertugas menyeleksi ayam yang masuk, misalnya kategori karkas supermarket (ayam jawa super dengan berat 6 ons), ayam goreng 9 ons – 1,2 kg (ayam jawa asli) dan seterusnya. Sedang para bakul di bawah bakul induk bertugas untuk mencari peternakan yang dapat menjadi suppliernya.
Bukan hal yang mudah melewati semua itu. Kala belum terlihat untung, orang dekat pun mencemooh. Bersusah payah dan berpeluh pun dicibir banyak orang. Ya, beginilah hakikat pengusaha.
Rahasia sukses ada tujuh:
1. YAKIN
2. YAKIN
3. YAKIN
4. YAKIN
5. YAKIN
6. YAKIN
dan yang terakhir adalah...
7. SUPER YAKIN
Begitulah, Allah bersama prasangka hamba-Nya. Jadi ya yakin saja. Buang jauh-jauh prasangka, walaupun hanya "mbatin. Misalnya kita sudah sungguh-sungguh berdoa: “Ya Allah, lapangkanlah rizki kami, lapangkanlah dan lancarkanlah usaha kami.” Saat perjalanan, kita dihadapkan dengan berbagai kendala yang sulit. Dan tak sadar hati kita membenarkan: “oh, jangan-jangan….” Nah, inilah “mbatin”.
Kesalahan yang biasanya terjadi adalah ide usaha, produk usaha, memasarkan produk. Misalnya ayam kampung. Setelah terpikir ide untuk memulai usaha ayam kampung, lanjut ke produksi ayam kampung, dan ketika panen kita akan dilanda bingung karena belum mempunyai pasar produk kita. Sebaiknya, analisis usaha ditindaklanjuti dengan membuka pasar terlebih dahulu dan banyak berguru kepada pengusaha sejenis yang sudah sukse. TAK USAH SUNGKAN DAN SEGAN.
Orang biasanya mau instan. Modal sekian maka dalam hitungan berapa bulan akan balik modal sekian, atau bahkan untung sekian. Itu teori. Rumit hitung-menghitung BEP, HPP, dan kawan-kawannya. Eh, ternyata tak jarang pula hitungan itu meleset (tapi ini bukan dijadikan alasan untuk kemudian tidak menghitung hal tersebut juga yaa…)
hemmmm,

teruslah berusaha dan berpayah ria
inilah proses
kelak suatu saat
akan 'memanen buah'nya
dan
engkau akan berkata...
alhamdulilah, inilah hasilnya

super sekali senja hari ini
#bersama rintik hujan dan segelas teh yang menghangatkan di luar sana


1 komentar:

gangeRtie mengatakan...

jadi teringat kembali, beberapa tahun laulu
saat setelah brother kecelakaan dan kehilangan pekerjaan. Jualan roti, sampai rebutan sepeda sama saya (maklum saya masih suka sepedaan, jadi kagak rela kalo sepedanya dipake kakak). Jadi sopir dan pindah kesana kemari. dan akhirnya merintis bisnis travel.
Pernah ditipu? Oh, pernah banget, 30 juta lagi (bagi saya, itu gedhe banget).
Alhamdulillah, sekarang sudah lumayan bisa menjaga pelanggan.
#suka duka pengusaha