Pages

Ads 468x60px

Senin, 18 Februari 2013

Wedding Prepare


Alhamdulillah, dari penghujung tahun dan awal tahun 2013 ini (Februari masih terhitung awal kan ya, hhee) sudah ada beberapa teman, sodara, kenalan yang nikah. Barakallah untuk semuanya. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, rahmah, barokah, lillah.
Memenuhi undangan walimah itu, menjadi sesuatu banget. Melihat sepasang insan yang mengikat janji suci, subhanallah. Maha Suci Engkau Ya Rabb, yang telah menciptakan manusia untuk berpasang-pasangan. Nah, terus, bagi yang masih jomblo mulia (disebut mulia karena tidak ambil jalan pintas: pacaran) begini bagaimana? (bukan curhat lho ya, tapi kenyataannya pada saat ini saya masih begini). Mau kah? Ya iyalah, siapa juga yang tak mau nikah? J Tapi, jangan cuma mau doang, kudu disimak dulu tayangan berikut…
=======
Dalam Fiqh Wanita, nikah berarti penyatuan. Adapun menurut syariat, nikah juga berarti akad. Nikah merupakan amalan yang disyariatkan , cek di Q.S AN-Nisa ayat 3  dan di QS Nur ayat 32 ya.
Ada riwayat dari Al Bukhari:
“Dari Anas bin Malik, ia menceritakan: “Ada tiga orang atau lebih datang ke rumah istri nabi SAW yang bertanya tentang ibadah beliau. Ketika diberitahukan, seolah-olah mereka membanggakan ibadah masing-masing seraya berucap: dibandingkan dengan beliau, maka dimanakah posisi kita? Sedang beliau telah diberikan ampunan atas dosa yang telah lalu dan yang akan datang. Salah seorang diantara mereka berkata: Aku senantiasa melakukan sholat malam satu malam penuh. Yang lain berkata: Aku selalu berpuasa sepanjang masa dan tidak pernah berbuka. Yang lain berkata: Aku senantiasa menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya. Kemudian Rasulullah datang dan bersabda: Kalian ini orang yang mengatakan begini dan begitu. Ingat, demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang sangat takut dan bertaqwa terhadap Allah daripada kalian. Akan tetapi, aku berpuasa dan berbuka, mengerjakan sholat dan tidur, serta menikahi wanita. Barangsiapa yang tidak suka pada sunnahku, maka mereka bukan termasuk golonganku.”
Nah, lho. Nikah adalah sunnah Rasul. Dan sudah tidak asing lagi jika akhwat-wanita seusia saya, yang sering disebut kepala dua, membicarakan hal-hal berbau pernikahan.
Membahas, mempelajari, dan mencari tahu ilmu tentang pernikahan itu perlu. Sangat perlu bahkan. Karena akan sangat berat rasanya pernikahan bila kita memasukinya tanpa ilmu, tanpa persiapan ruhiyah yang baik. Akan banyak konflik ke depannya seindah apapun hubungan pernikahan itu di awal, karena dengan menikah itu tidak sedang menjalin hubungan dengan malaikat yang tanpa dosa, melainkan dengan manusia yang tidak sempurna, yang penuh khilaf. Ia mungkin tak secantik-seganteng gambar di atas (hhee).
Pernikahan itu bukanlah untuk digalaukan, bukan pula tabu untuk dibicarakan meski kebanyakan orang berpendapat masih terlalu dini bicara pernikahan. Justru sebelum ke sana, kita harus banyak persiapan, mulai dari persiapan yang sepele, sampai ke persiapan-persiapan krusial.
Pertama, persiapan mental spiritual. Yups, benar sekali, mental. Pernikahan itu sakral, kata orang-orang. Jadi, bukan main-main, asal suka saja. Lihat saja, berita entertain kayaknya tahun kemarin paling banyak tu tentang cerai-berai. Mungkin, pernikahan belum dimaknai secara mendalam kali ya.
Butuh mental siap. Karena dengan menikah, seseorang yang tadinya  berstatus lajang beralih menjadi istri/suami. Seorang bujang ketika menjadi suami, harus siap jadi imam bagi keluarganya, bertanggungjawab atas nafkah, dan bapak bagi anak-anaknya. Dengan tidak melupakan kewajiban terhadap orang tua juga. Yang biasanya pulang larut malam, atau bahkan tidak pulang (nginep di tempat temen misalnya), menjadi harus lebih hati-hati dalam memilih jam malam karena sudah punya keluarga baru. Yang biasanya kongkow-nongkrong, hayuk diubah, ada yang sedang menunggu di rumah.
Seorang wanita lajang ketika menjadi istri, harus siap patuh terhadap suaminya. Bersiap menjadi pengelola rumah tangga dan menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya. Mungkin, ia akan merasa terkekang kebebasannya (karena waktu lajang suka mbolang, hehe). Mungkin belum siap menjadi seorang ibu yang harus mengandung sang buah hati. Mungkin tak siap ketika berposisi di bawah suami (karena biasa jadi bos). So, biar tidak jetlag, mari disiapkan mental tersebut.
Pernikahan membutuhkan niatan lillah, why? Lho, bukannya di hadist Arbain no.1 disebutkan: semua amal tergantung niatnya kan, jadi kalo niatnya lillah dan beribadah karena Allah, inshaAllah berkah. Aamiin. Salah satu bentuk kecintaan Allah adalah Dia menurunkan satu cinta-Nya (dari jatah 100 cinta) ke dunia, dan 99 lainnya akan diberikan di akhirat. Subhanallah, makanya kita bisa melihat, induk kucing pun mencintai anak-anaknya sebagai bentuk curahan cinta Allah yang satu itu.
Mari kita persiapkan mental kita, dengan meng-edit diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan pantas untuk pasangan kita: orang baik-untuk orang baik.
Kedua, nikah butuh persiapan konsepsional alias butuh ilmu. Ilmu bagaimana mencintai pasangan kita nanti? Bagaimana cara mengekspresikan cinta nanti? Misalnya ilmu dalam menangani masalah nanti di setelah pernikahan. Saat wanita harus mengupas semua masalah dan berbelit-belit, ternyata dihadapkan dengan pemikiran suami yang simple dan fokus. Saat wanita menangis ketika ada masalah berat, dihadapkan dengan suami yang tidak mengerti esensi menangis ketika tertimpa masalah, toh masalah tidak akan selesai dengan menangis. Ketika wanita lagi-lagi cenderung mengedepan kan perasaannya, dihadapkan dengan suami yang lebih mengedepankan logika. Dan ilmu-ilmu rumah tangga yang buanyak sekali, tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Catatan: bagi para wanita, jangan segan belajar masak. Meski sekarang sudah menjamur penjual nasi-sayur-lauk di pagi-siang-malam, hee. Mari diasah juga keterampilan lain misal merajut, jahit, wirausaha, merawat dedek, dll deh pokoknya. Makanya, jangan lewatkan moment jika Anda punya (ato diakui) adik, ponakan, sepupu yang masih debay ato balita. Gunakan untuk latihan.
Ketiga, persiapan fisik. Penyiapan jasad merupakan bagian integral karena akan menjadi kendala jika lemah fisik dan sering terkena sakit. Hendaknya kita memperhatikan penjagaan kesehatan diantaranya dengan: mengonsumsi makanan yang halal dan thoyyib, menjauhkan dari semua makanan yang merusak badan, mengurangi minum kopi dan minuman penyegar lainnya, rajin olahraga, dan pengaturan waktu istirahat yang cukup. Dalam riwayat Muslim: “ Muslim yang kuat lebih baik dan lebih disukai di sisi Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan …”
Apalagi seorang wanita, ia kelak akan mengandung dan melahirkan sehingga kesehatan reproduksi harus sangat diperhatikan. Rajin untuk berolahraga meski hanya jogging (saya suka senam, kalo jogging malesnya nanti dikejar-kejar anjing, hhe). Hindari makanan fastfood, mie instan, ber-MSG, kalau bisa (kudu bisa) cari yang HALAL MUI deh. Perbanyak makan sayur dan buah juga, tak harus mahal kok.
Keempat, persiapan materi atau finansial. Materi memang bukan segalanya, apalagi bagi wanita, materi tidak merupakan kewajiban (maksudnya untuk mencari nafkah). Hukum bekerja bagi wanita adalah mubah, artinya boleh. Ya boleh, asal diijinkan suami dan tidak mengganggu tanggungjawab sebagai istri-ibu. Oh ya, harus halalan toyyiban juga.
Kelima, persiapan sosial untuk bergaul dan berbaur bersama masyarakat. Bukankah setelah pernikahan, kita akan tinggal bersama masyarakat? Mau di rumah, di kampung, di perumahan, atau kontrakan sekalipun, kita pasti punya kelompok sosial. Misalnya ada arisan bapak-bapak/ibu-ibu di perumahan. Ada taklim di masjid kampung, ada kerja bakti di jalan depan kontrakan. Begitulah, kecerdasan interpersonal diasah. Tak mungkin kita meringkuk jenuh di rumah, tanpa keluar. Apa tidak butuh ke pasar? Apa tak butuh menyapa tetangga?
Nah, sekian dulu edisi persiapan pernikahan ini
Wallahu a’lam

Sumber:
-        Fiqh Wanita
-        Catatan pekanan

1 komentar:

gangeRtie mengatakan...

ehh,,sebenarnya wedding prepare bukan judul yg pas, soalnya ini seputar persiapan pernikahan (merit gitu). Kalo wedding kan dah pasti hari H nya kapan, hhe..
tapi, semoga tidak mengurangi esensi..