Alhamdulillah,
dari penghujung tahun dan awal tahun 2013 ini (Februari masih terhitung awal
kan ya, hhee) sudah ada beberapa teman, sodara, kenalan yang nikah. Barakallah
untuk semuanya. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, rahmah,
barokah, lillah.
Memenuhi
undangan walimah itu, menjadi sesuatu banget. Melihat sepasang insan yang
mengikat janji suci, subhanallah. Maha Suci Engkau Ya Rabb, yang telah
menciptakan manusia untuk berpasang-pasangan. Nah, terus, bagi yang masih
jomblo mulia (disebut mulia karena tidak ambil jalan pintas: pacaran) begini
bagaimana? (bukan curhat lho ya, tapi kenyataannya pada saat ini saya masih
begini). Mau kah? Ya iyalah, siapa juga yang tak mau nikah? J Tapi, jangan
cuma mau doang, kudu disimak dulu tayangan berikut…
=======
Dalam Fiqh
Wanita, nikah berarti penyatuan. Adapun menurut syariat, nikah juga berarti
akad. Nikah merupakan amalan yang disyariatkan , cek di Q.S AN-Nisa ayat 3 dan di QS Nur ayat 32 ya.
Ada riwayat
dari Al Bukhari:
“Dari Anas bin
Malik, ia menceritakan: “Ada tiga orang atau lebih datang ke rumah istri nabi
SAW yang bertanya tentang ibadah beliau. Ketika diberitahukan, seolah-olah
mereka membanggakan ibadah masing-masing seraya berucap: dibandingkan dengan
beliau, maka dimanakah posisi kita? Sedang beliau telah diberikan ampunan atas
dosa yang telah lalu dan yang akan datang. Salah seorang diantara mereka berkata:
Aku senantiasa melakukan sholat malam satu malam penuh. Yang lain berkata: Aku
selalu berpuasa sepanjang masa dan tidak pernah berbuka. Yang lain berkata: Aku
senantiasa menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya. Kemudian
Rasulullah datang dan bersabda: Kalian ini orang yang mengatakan begini dan
begitu. Ingat, demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang sangat takut dan
bertaqwa terhadap Allah daripada kalian. Akan tetapi, aku berpuasa dan berbuka,
mengerjakan sholat dan tidur, serta menikahi wanita. Barangsiapa yang tidak
suka pada sunnahku, maka mereka bukan termasuk golonganku.”
Nah, lho. Nikah
adalah sunnah Rasul. Dan sudah
tidak asing lagi jika akhwat-wanita seusia saya, yang sering disebut kepala
dua, membicarakan hal-hal berbau pernikahan.
Membahas, mempelajari, dan mencari
tahu ilmu tentang pernikahan itu perlu. Sangat perlu bahkan. Karena akan sangat
berat rasanya pernikahan bila kita memasukinya tanpa ilmu, tanpa persiapan
ruhiyah yang baik. Akan banyak konflik ke depannya seindah apapun hubungan pernikahan
itu di awal, karena dengan menikah itu tidak sedang menjalin hubungan dengan
malaikat yang tanpa dosa, melainkan dengan manusia yang tidak sempurna, yang
penuh khilaf. Ia mungkin tak secantik-seganteng gambar di atas (hhee).
Pernikahan itu bukanlah untuk
digalaukan, bukan pula tabu untuk dibicarakan meski kebanyakan orang
berpendapat masih terlalu dini bicara pernikahan. Justru sebelum ke sana, kita
harus banyak persiapan, mulai dari persiapan yang sepele, sampai ke
persiapan-persiapan krusial.
Pertama, persiapan mental spiritual. Yups,
benar sekali, mental. Pernikahan itu sakral, kata orang-orang. Jadi, bukan
main-main, asal suka saja. Lihat saja, berita entertain kayaknya tahun kemarin
paling banyak tu tentang cerai-berai. Mungkin, pernikahan belum dimaknai secara
mendalam kali ya.
Butuh mental siap. Karena dengan
menikah, seseorang yang tadinya
berstatus lajang beralih menjadi istri/suami. Seorang bujang ketika
menjadi suami, harus siap jadi imam bagi keluarganya, bertanggungjawab atas
nafkah, dan bapak bagi anak-anaknya. Dengan tidak melupakan kewajiban terhadap
orang tua juga. Yang biasanya pulang larut malam, atau bahkan tidak pulang
(nginep di tempat temen misalnya), menjadi harus lebih hati-hati dalam memilih
jam malam karena sudah punya keluarga baru. Yang biasanya kongkow-nongkrong,
hayuk diubah, ada yang sedang menunggu di rumah.
Seorang wanita lajang ketika menjadi
istri, harus siap patuh terhadap suaminya. Bersiap menjadi pengelola rumah
tangga dan menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya. Mungkin, ia akan merasa
terkekang kebebasannya (karena waktu lajang suka mbolang, hehe). Mungkin belum
siap menjadi seorang ibu yang harus mengandung sang buah hati. Mungkin tak siap
ketika berposisi di bawah suami (karena biasa jadi bos). So, biar tidak jetlag,
mari disiapkan mental tersebut.
Pernikahan membutuhkan niatan lillah, why? Lho, bukannya di hadist Arbain no.1
disebutkan: semua amal tergantung niatnya kan, jadi kalo niatnya lillah dan
beribadah karena Allah, inshaAllah berkah. Aamiin. Salah satu bentuk kecintaan
Allah adalah Dia menurunkan satu cinta-Nya (dari jatah 100 cinta) ke dunia, dan
99 lainnya akan diberikan di akhirat. Subhanallah, makanya kita bisa melihat,
induk kucing pun mencintai anak-anaknya sebagai bentuk curahan cinta Allah yang
satu itu.
Mari kita persiapkan mental kita,
dengan meng-edit diri untuk menjadi
pribadi yang lebih baik dan pantas untuk pasangan kita: orang baik-untuk orang
baik.
Kedua, nikah butuh persiapan konsepsional
alias butuh ilmu. Ilmu
bagaimana mencintai pasangan kita nanti? Bagaimana cara mengekspresikan cinta
nanti? Misalnya ilmu dalam menangani masalah nanti di setelah pernikahan. Saat wanita
harus mengupas semua masalah dan berbelit-belit, ternyata dihadapkan dengan
pemikiran suami yang simple dan fokus. Saat wanita menangis ketika ada masalah
berat, dihadapkan dengan suami yang tidak mengerti esensi menangis ketika
tertimpa masalah, toh masalah tidak akan selesai dengan
menangis. Ketika wanita lagi-lagi cenderung mengedepan kan perasaannya,
dihadapkan dengan suami yang lebih mengedepankan logika. Dan ilmu-ilmu rumah
tangga yang buanyak sekali, tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Catatan: bagi para wanita, jangan
segan belajar masak. Meski sekarang sudah menjamur penjual nasi-sayur-lauk di
pagi-siang-malam, hee. Mari diasah juga keterampilan lain misal merajut, jahit,
wirausaha, merawat dedek, dll deh pokoknya. Makanya, jangan lewatkan moment
jika Anda punya (ato diakui) adik, ponakan, sepupu yang masih debay ato balita.
Gunakan untuk latihan.
Ketiga, persiapan fisik. Penyiapan jasad merupakan bagian
integral karena akan menjadi kendala jika lemah fisik dan sering terkena sakit.
Hendaknya kita memperhatikan penjagaan kesehatan diantaranya dengan:
mengonsumsi makanan yang halal dan thoyyib, menjauhkan dari semua makanan yang
merusak badan, mengurangi minum kopi dan minuman penyegar lainnya, rajin
olahraga, dan pengaturan waktu istirahat yang cukup. Dalam riwayat Muslim: “ Muslim yang kuat lebih baik dan
lebih disukai di sisi Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada
kebaikan …”
Apalagi seorang wanita, ia kelak akan
mengandung dan melahirkan sehingga kesehatan reproduksi harus sangat diperhatikan.
Rajin untuk berolahraga meski hanya jogging
(saya suka senam, kalo jogging malesnya nanti dikejar-kejar anjing, hhe). Hindari
makanan fastfood, mie instan,
ber-MSG, kalau bisa (kudu bisa) cari yang HALAL MUI deh. Perbanyak makan sayur
dan buah juga, tak harus mahal kok.
Keempat, persiapan materi atau finansial.
Materi memang bukan segalanya, apalagi bagi wanita, materi tidak merupakan
kewajiban (maksudnya untuk mencari nafkah). Hukum bekerja bagi wanita adalah
mubah, artinya boleh. Ya boleh, asal diijinkan suami dan tidak mengganggu
tanggungjawab sebagai istri-ibu. Oh ya, harus halalan toyyiban juga.
Kelima, persiapan sosial untuk bergaul dan
berbaur bersama masyarakat. Bukankah
setelah pernikahan, kita akan tinggal bersama masyarakat? Mau di rumah, di
kampung, di perumahan, atau kontrakan sekalipun, kita pasti punya kelompok
sosial. Misalnya ada arisan bapak-bapak/ibu-ibu di perumahan. Ada taklim di
masjid kampung, ada kerja bakti di jalan depan kontrakan. Begitulah, kecerdasan
interpersonal diasah. Tak mungkin kita meringkuk jenuh di rumah, tanpa keluar.
Apa tidak butuh ke pasar? Apa tak butuh menyapa tetangga?
Nah, sekian dulu edisi persiapan
pernikahan ini
Wallahu a’lam
Sumber:
-
Fiqh
Wanita
-
Catatan
pekanan



1 komentar:
ehh,,sebenarnya wedding prepare bukan judul yg pas, soalnya ini seputar persiapan pernikahan (merit gitu). Kalo wedding kan dah pasti hari H nya kapan, hhe..
tapi, semoga tidak mengurangi esensi..
Posting Komentar