Pegasus? Yupz, kita kenal sebagai kuda
terbang. Tapi, untuk kali ini, pegasus ada kuda terbang ala saya, yaitu si kuda
besi merah yang selalu membawa saya kemana-mana. Pegasus namanya, hehe. Dia
sebenarnya punya merk, tapi karena lis-motornya sudah tidak ada, tak kasih nama
pegasus, kebetulan tertempel stiker pegasus di samping kanan kiri motor saya.
Nah, di bulan Februari kemarin, si
pegasus sedang minta perhatian lebih. Ada-ada saja yang terjadi dengan dia.
Bukti Allah makin sayang, diuji sabarnya.
Insiden pertama. Saya sedang nongkrong
di angkringan (hehe, akhwat nongkrong???) Maksudnya saya sedang pengen minum di
angkringan, sambil menunggu seseorang. Biasanya, sambil menunggu saya tidak lepas dari buku. Ketika asik menyelami kalimat demi kalimat, tiba-tiba… Braaaak.
Pegasus merah saya jatuh sendiri. Tak apa sih, cuma ada yang cuil/patah: tudung
ban depan (Jawa: slebor). Hemmm, ini nih, sebagai pengingat. Kalau parkir musti
hati-hati. Karena saya alhamdulillah jarang kecelakaan semenjak bisa naik motor
5 tahun lalu (cuma saat ditabrak anak SMA waktu di depan SA jalan solo itu).
Insiden selanjutnya, sore itu tanggal
9 Februari, saya ada jadwal rutin ngeles privat di daerah Mlati, dekat Youth
Center Sleman. Yah, agak buru-buru soalnya saya belum sholat asar, jadi niatnya
solat asar di masjid dekat tempat les.
Jam 15.56, tunai sudah solat wustha.
Oke, siap menyambung lidah pengetahuan. Tapi, subhanallah, pegasus saya
dimundurkan terasa berat, ada apa ya? Saya tengok bagian bawah belakang. Ohh,
ternyata bannya kempes. Sejenak berpikir, lanjut les apa ke bengkel dulu ya?
Kalo lanjut les, alamat saya harus cari bengkel saat menjelang maghrib, masih
ada yang buka ndak ya? Kalo lesnya yang ditunda, kemarin saya sudah tidak
ngajar karena sakit. Akhirnya, saya putuskan ke bengkel saja dulu, semoga ada
dan cepat selesai.
Bertanyalah saya pada anak-anak yang
akan TPA, dimana bengkel terdekat, karena saya posisi di tengah desa dan tidak
ada bengkel. Alhasil, harus nuntun si ‘kuda terbang’ sekitar 1km baru dapat
bengkel. Alhamdulillah, bengkel masih buka. Kata bapaknya (yang mbengkel),
biasanya ba’da asar sudah tutup. Allah Maha Kasih.
Hari Rabu siang, jam 1 saya janjian
dengan teman untuk berkunjung ke salah satu ummahat. Ba’da duhur, saya
keluarkan pegasus dari peraduannya. Wah, kok berat banget ya? Berdasar
pengalaman pertama, saya tengok lagi bagian bawah belakang. Taraaaa, ternyata
kempes lagi.
Larilah saya ke tetangga (sodara jauh
sih) yang buka bengkel. Alhamdulillah, beliaunya di rumah. Akhirnya pegasus tak
bawa kesana, dengan dituntun juga. Stater macet, karena sepertinya busi kena
air (kemarin sesore berendam di banjirnya jalan soalnya). Jadilah saya
mendorong pegasus yang hanya berjarak 200meteran dengan bercucur keringat. Pegasus
saya tinggal (karena my lovely sister
lagi main ke rumah) dengan meninggalkan pesan, jam 3 pegasus sudah jadi,
soalnya saya mau ngeles di jalan wonosari.
Qadarullah, sebelum asar, saya
didatangi istri pak bengkel tadi. Katanya, motornya ada trouble lebih. MasyaAllah. Awalnya dibilang laker ban belakang
perlu diganti (perasaan baru kapan itu e diganti). Dengan agak bercanda beliau
bilang “tidak berbahaya kok, paling nanti tiba-tiba motornya tidak bisa jalan.
terus kamunya yang ambruk.” Weh, apaan? Sama aja danger kan berarti.
Ketika bagian ban belakang ‘dipritili’,
oh ternyata tromol ban belakang yang harus ganti, sudah aus banget. Dan itu yang
bikin tidak bisa “glindhing” tu bannya. *garuk-garuk kepala.
Ya sudah, diperbaiki aja dulu,
gantinya besok-besok ya (siapkan dana dulu, hehe). Les pun tertunda lagi,
alhamdulillah, Allah Maha Baik. Diberikan adik les dan orangtua yang
pengertian, tidak maksa saya harus datang ngeles setiap hari yang telah
disepakati.
Hari Ahad, 24 Februari 2013. Pagi ini
saya ada 5 agenda yang hampir bersamaan. Jam 6 biasanya saya ikut kajian rutin
pagi hari di pondok, jam 6–10 di kampung pengajian Aisyiah, jam 7-12 ada SG
tutorial FIP UNY, jam 8-siang ada ta’limat
dan jam 9 diajak silaturahmi di rumah seorang teman. MasyaAllah, bingung saya.
Kajian rutin pagi hari saya tidak
ikut, karena jam 6 pula saya harus bantu-bantu nyiapin snack di pengajian Aisyiah. Mikirnya, nanti kalau saya jadi ikut ta’limat
atau yang SG tutorial, kan minimal saya sudah bantu-bantu. Eh, ternyata kok ya
ndak tega, soalnya si pegagus udah kadung saya taruh di parkiran, kalau mau
keluar susah, dan malu juga, hehe. Masak di kampung punya gawe (apalagi masjid
yang punya hajad) malah sayanya pergi. Unfortunately,
di kampung saya, remajanya dikit sekali, tiga jari tangan cukup untuk mewakili,
karena kalo ada acara beginian, belum tentu bisa pada ikut semua. Dan agenda
selanjutnya yang saya ikuti adalah SG tutorial, yang lain, ijin (entah diijinin
atau tidak, monggo). Karena jika saya datang di ta’limat, kelewatan banget
telatnya (jam 9.40 saya baru beres dari pengajian kampung langsung cabut ke
kampus). Kalo ikut silaturahmi, mereka mau ngajak makan duren. Alamak, saya
tidak suka duren. Huaaaaa, jadi saya tolak deh secara halus, dengan alasan
#anti duren, hehe.
Nah, siangnya saya ada agenda rapat
RCDC di SDIT LHI. Sebelumnya, saya makan dulu karena rencana saya sore ada agenda
lagi, khawatir mendzolimi diri. Setelah makan, niatan sudah ingin segera ke
tempat rapat. Innalillah, pegasus saya sudah ON, tapi ni stang tidak bisa lurus
(jadi masih seperti kondisi terkunci stang). Crowded, confused again. Mau saya tuntun ke bengkel (rada jauh),
tapi kan stangnya tidak bisa lurus, tidak bisalah pegasus itu jalan dengan
kondisi kayak gitu. (silakan dibayangkan).
Telpon brother sister, haah, mereka kan jauh. Setau saya, brother di kulonprogo, sister di gamping. Mau telpon teman
dekat lagi pada mudik dan banyakan tidak punya/tidak bisa motor. Bismillah,
telpon salah satu karib yang naik sepeda, berharap masih ada temen -temen tadi yang jadi panitia SG tutorial yang stay di kampus dan ada yang bisa
dimintai tolong. Oalah, barusan dah pada bubar, Gimana ya? Saya butuh teman
(akhwat) yang bisa bawa motor, nanti boncengin saya untuk ke bengkel (motor di
titip dulu di warung makan). Pokoknya yang mau tak repoti untuk wira-wiri.
Alhamdulillah, setelah beberapa lama menunggu, (saya gunakan untuk memberantas semut yang bersemayam di helm saya. Beneran, saya bergidik. Huaaaa, masyaAllah, ada semut banyak di kepala/helm saya….) hampir jam 2 barulah teman saya datang. Terima kasih Ya Rahmaan, Engkau masih dekatkan hamba dengan solusi, bertapa Allah itu menghadirkan masalah sepaket dengan solusinya. Alhamdulillah.
Alhamdulillah, setelah beberapa lama menunggu, (saya gunakan untuk memberantas semut yang bersemayam di helm saya. Beneran, saya bergidik. Huaaaa, masyaAllah, ada semut banyak di kepala/helm saya….) hampir jam 2 barulah teman saya datang. Terima kasih Ya Rahmaan, Engkau masih dekatkan hamba dengan solusi, bertapa Allah itu menghadirkan masalah sepaket dengan solusinya. Alhamdulillah.
Bersama teman itu, ke bengkel dan
segera menceritakan kondisi pegasus saya. Wealah, ternyata salah tempat. “O itu
bengkel tidak bisa mbak benerinnya, kan masalah di kunci. Jadi, mbak ke tukang
kunci aja.” * tepok jidat. Oh iya ya, bener juga. Ternyata kepanikan membuat
logika tersamar, hehe. Alhamdulillah, kalau masih di dekat kampus itu, nemuin
tukang kunci tak perlu repot, bertebaran dimana-mana soalnya. Dan saat
menjelang asar, barulah pegasus selesai di repair. Maaf ya kawan-kawan, saya
tidak bisa ikut rapat, hehe. Mungkin Allah kirimkan kucing itu sebagai ganti
kehadiran saya, hhe.
Kejadian selanjutnya bersama pegasus
adalah hari Selasa sore tanggal 26 Februari. Ba’da maghrib rencana mau ada
rapat dengan kelompok unggas di Pleret. Saya meniatkan hadir, tapi waktu itu
akhirnya saya berangkat dari rumah karena siangnya agenda yang direncanakan delay. Saya pulang dulu untuk tidur
siang, hehe, biar tidak ngantuk di jalan.
Saat on the way, iseng saya posisi di belakang mobil. Karena agak
mendung, saya sengaja menghidupkan lampu depan. Eh, by the way, kok saya tidak melihat sorotan cahaya lampu motor saya di
bagian belakang mobil depan itu. Berarti lampu pegasus saya mati dong. *panic
Tik tok tik tok, Ya Rabb, apa saya
harus balik pulang lagi? Sudah setengah jalan nih. Mmm, sepertinya bisa pinjam
motornya sister dulu, asal saya lewat ringroad selatan. Oke, memang masalah itu
sepaket dengan solusi. Ber-short message
dengan sister untuk akad pinjam motornya. Alhamdulillah, diijinkan. Dengan
catatan: “ ojo banter-banter, ni motor lebih ringan gas-nya daripada tempatmu.”
Oke, saya pakai kecepatan 60-70km, karena itu sudah mak wusss juga (ndak biasa
kali). Hehe, pernah kepergok dia saat OTW, saya pake kecepatan diatas 80km
mungkin. Tergantung kebutuhan juga sih, lha saya itu biasa jarak jauh, kalo
cuma 60km ya lama banget nyampai tujuannya. Insya Allah hati-hati kok, dengan
tidak lupa diiringi dengan dzikir dan muroja’ah.
Kejadian terakhir (tapi tanggal 1 maret nih). Pagi itu saya
rencana mau mampir ke SD sister di godean, ngisi tutorial kelas MP, pengen
ketemu dosen juga tapi ternyata ada pencanangan dies natalis UNY, ada agenda
pekanan, ngisi tutorial BK dan sorenya mau marketing AJ. Suchik.
Tuliskan rencanamu dengan pensil dan berikan penghapusnya kepada Allah
Nah, saat menuju ke tujuan pertama, SD
sister saya. Tiba-tiba di tanjakan, pegasus terasa kehilangan tenaga, tidak
bisa di gas. *panic again.
Alhamdulillah tenaga sisanya masih bisa
membawa pegasus sampai jalan landai. Ini kenapa lagi ya? *lola
Dimasukkan gigi satu, di gas, tak bisa
jalan. Tik tok tik tok, saya tengok bagian belakang. Ya Allah, rantainya lepas,
ehehe. Hemm, cari bengkel nih dan lagi-lagi nuntun di pagi hari yang sudah
menuju dhuha. Satu bengkel bertuliskan radiator, ternyata tak bisa memberi
solusi. * logika tidak jalan. Ya iyalah, wong bukan spesifikasinya. *tepok
jidat
Ada bengkel lagi, ternyata tidak bisa
juga, soalnya kondisi gir rantai sudah aus, harus diganti, “itu lho mbak, ke
bengkel dekat bangjo aja, ada sparepartnya disana.” Glek. Bangjonya masih sekitar 500 meter
dengan jalan agak naik nih, woke, ndak papa. Sambil dorong pegasus,
menyelesaikan ma’tsurat yang terputus. Ketika capek, sms ma sister, ngabari
kalo pegasus malah ngadat.
_hmm
njaluk ganti merk_
kata sister. Ahaha, dirimu itu (tapi mikir juga). Ini
pegasus punya history, kita berdua
kan?! Sayang juga saya sama pegasus, sudah mengantar kemana-mana, tak ajak
mbolang juga, tapi cuma jarak dekat kok: Purworejo, Sukoharjo, Magelang, jogja
lantai 2.
Alhamdulillah, sebelum sampai bangjo
ada satu bengkel juga yang bisa ganti sparepart.
Keren, yang bengkel pertama si ibu empunya bengkel. Wah, emansipasi wanita beneran.
Tapi akhirnya sang bapak turun tangan, karena pegasus saya unik dan butuh
perlakuan khusus (maksudnya: dirusak dulu bautnya karena sudah aus pula, hhe).
Pikir punya pikir, berapa duit ya
nanti habisnya? Tanya brother yang biasanya tau harga sparepart (esp. mobil), ternyata ndak hafal. Maklum, kan beda
spesifikasi juga. Tanya sister, malah miscom. Akhirnya, tak todong aja saya
perlu tambahan uang, hehe (saya cuma bawa uang 100ribu waktu itu). Ditambah
pula, katanya pak bengkel, rantai harus sekalian diganti, kalo ndak ntar malah
cuma copat-copot, soalnya bukan pasangannya (ciee, gayanya setia yaaa…).
Alhamdulillah, Allah Maha Baik.
Mungkin ketika saya tidak segera minta tolong dikasih uang sama sister, dia
sudah melesat ke rumah sakit untuk besuk temannya. Alhamdulillah, rantai pegasus
lepas di daerah yang strategis, dekat dengan keberadaan sister saya. Benar-benar
sepaket: masalah dengan solusi.
Alhamdulillah, meski beberapa agenda delay dan cancelled, tapi Allah banyak memberikan nasihat tentang kesabaran. Walaupun
akhirnya kepala cenat-cenut (saya tidak tahan panas soalnya), masih bisa hadir
di forum pekanan saya, maaf ya terlambat 25 menit, qadarullah.
Nah, demikian tadi beberapa kisah
pegasus saya, yang telah menemani perjalanan saya sejak akhir Maret 2008 lalu
(saya baru bisa naik motor saat mau ujian nasional).


Tidak ada komentar:
Posting Komentar