Pages

Ads 468x60px

Rabu, 06 Maret 2013

Riak Penikahan


Wah, manis sekali itu anjingnya. Kok bisa ya bikin film dengan tokoh para binatang? Berapa tahun ya bikinnya? Dubbing-nya gimana ya? Benakku dipenuhi dengan pertanyaan itu.
Aku sedang kagum dengan skenario dalmations itu.  Tiba-tiba…
Braakkk. Ringtone pintu rumah berubah keras.
Deg. Aku terperanjat.
“Kok malah tidur? Gini ni, apa-apa kok aku yang jalan. Kerjaan aku ya yang repot, cari pinjaman aku juga yang ribet. Bapak disuruh cari pinjaman ndak berangkat.”
Aku mendengar dengan jelas kemarahan Ibu.
“Jadi wanita itu mestinya cuma ngurus rumah, ngurus anak-anak. Lha ini, Bapak yang harusnya cari nafkah malah tidur? Aku capek, Pak. Jadi istri itu kayak anak mantu kita itu. Ndak ikut nyari nafkah.”
Bapak diam saja.
“Yang bayar hutang aku, yang cari pinjaman aku. Beras, sayur yang bayar aku.“
“Itu ibu disana, Bapak selalu begitu. Kalau ada yang nagih listrik, suruh cari aku.”
Ya sudah, Aku mau tidur,” ujar Ibu berlalu dari kamar Bapak ke peraduannya.
Klik.
Lampu di kamar bapak mati. Tepatnya, dimatikan.
Mungkin bapak kesal.
Oh my God, Ya Rabb. Ini ya yang jadi masalah. Pinjaman uang lagi. Tapi dikait-kaitkan dengan peran Bapak-Ibu.
Bahtera ini bergoyang lagi. Karena perekonomian, karena ketidakpahaman peran masing-masing, karena ego dan yang lainnya.
------------
Cerita di atas mengingatkan saya tentang sebuah tujuan pernikahan.
Pernikahan itu bukan hanya sekedar mempertemukan dua insan dengan akad. Pernikahan bukan hanya sekedar nafs belaka.
Pernikahan bukan hanya untuk memperbanyak keturunan.

Jujur, saya tidak lebih makan garam daripada mereka yang sudah melampaui. Tapi, ibarat berlayar, maka kita juga harus mempersiapkan bahtera sebaik-baiknya. Butuh bekal, butuh pemahaman. Ini sudah saya posting di Wedding Prepare. Silakan dibaca juga ya….
Saat telah terlaksana dan mulai berlayar, bukan tidak mungkin bahtera akan sedikit tergoncang oleh ombak. Terkadang angin, atau bahkan badai. Sama seperti cerita di atas.
Masalah ekonomi cukup sensitif jika kita bicarakan dalam keluarga. Apalagi jika sang nakhoda-ayah bisa dibilang belum dapat mencukupi kebutuhan. Sebenarnya sawang-sinawang juga, mana ada orang yang merasa sudah cukup? Iya kan…Sering kita jumpai, para ibu membantu urusan mencari nafkah ini. Demi kehidupan, demi anak-anak, demi masa depan.
Kala penat dan terjadi titik putus, maka riak itu terjadi. Kesalahpahaman yang berakibat kemarahan. Makanya, psikologis dan mental pasca menikah juga perlu disiapkan.
Semoga ini tiak OmDo.

Pernikahan juga bukan kompetisi, lomba.
Seringnya pada bilang: maaf ya aku mendahului
Atau bertanya: kapan nyusul?
InshaAllah, setiap insan sudah digariskan masing-masing
Kapan, dimana dan bagaimana cara menjemput jodohnya
Nikmati saja prosesnya….

Tidak ada komentar: