Wah, manis sekali itu anjingnya. Kok
bisa ya bikin film dengan tokoh para binatang? Berapa tahun ya bikinnya? Dubbing-nya gimana ya? Benakku dipenuhi
dengan pertanyaan itu.
Aku sedang kagum dengan skenario dalmations itu. Tiba-tiba…
Braakkk. Ringtone pintu rumah berubah
keras.
“Kok malah tidur? Gini ni, apa-apa kok
aku yang jalan. Kerjaan aku ya yang repot, cari pinjaman aku juga yang ribet.
Bapak disuruh cari pinjaman ndak berangkat.”
Aku mendengar dengan jelas kemarahan
Ibu.
“Jadi wanita itu mestinya cuma ngurus
rumah, ngurus anak-anak. Lha ini, Bapak yang harusnya cari nafkah malah tidur?
Aku capek, Pak. Jadi istri itu kayak anak mantu kita itu. Ndak ikut nyari
nafkah.”
Bapak diam saja.
“Yang bayar hutang aku, yang cari
pinjaman aku. Beras, sayur yang bayar aku.“
“Itu ibu disana, Bapak selalu begitu.
Kalau ada yang nagih listrik, suruh cari aku.”
Ya sudah, Aku mau tidur,” ujar Ibu
berlalu dari kamar Bapak ke peraduannya.
Klik.
Lampu di kamar bapak mati. Tepatnya,
dimatikan.
Mungkin bapak kesal.
Oh my God, Ya Rabb. Ini ya yang jadi
masalah. Pinjaman uang lagi. Tapi dikait-kaitkan dengan peran Bapak-Ibu.
Bahtera ini bergoyang lagi. Karena
perekonomian, karena ketidakpahaman peran masing-masing, karena ego dan yang
lainnya.
------------
Cerita di atas mengingatkan saya
tentang sebuah tujuan pernikahan.
Pernikahan itu bukan hanya sekedar
mempertemukan dua insan dengan akad. Pernikahan bukan hanya sekedar nafs belaka.
Pernikahan bukan hanya untuk
memperbanyak keturunan.
Jujur, saya tidak lebih makan garam
daripada mereka yang sudah melampaui. Tapi, ibarat berlayar, maka kita juga
harus mempersiapkan bahtera sebaik-baiknya. Butuh bekal, butuh pemahaman. Ini
sudah saya posting di Wedding Prepare. Silakan dibaca juga ya….
Saat telah terlaksana dan mulai
berlayar, bukan tidak mungkin bahtera akan sedikit tergoncang oleh ombak.
Terkadang angin, atau bahkan badai. Sama seperti cerita di atas.
Masalah ekonomi cukup sensitif jika kita
bicarakan dalam keluarga. Apalagi jika sang nakhoda-ayah bisa dibilang belum
dapat mencukupi kebutuhan. Sebenarnya sawang-sinawang juga, mana ada orang yang
merasa sudah cukup? Iya kan…Sering kita jumpai, para ibu membantu urusan
mencari nafkah ini. Demi kehidupan, demi anak-anak, demi masa depan.
Kala penat dan terjadi titik putus,
maka riak itu terjadi. Kesalahpahaman yang berakibat kemarahan. Makanya,
psikologis dan mental pasca menikah juga perlu disiapkan.
Semoga ini tiak OmDo.
Pernikahan juga bukan kompetisi,
lomba.
Seringnya pada bilang: maaf ya aku
mendahului
Atau bertanya: kapan nyusul?
InshaAllah, setiap insan sudah
digariskan masing-masing
Kapan, dimana dan bagaimana cara
menjemput jodohnya
Nikmati saja prosesnya….


Tidak ada komentar:
Posting Komentar