Pages

Ads 468x60px

Kamis, 25 April 2013

Menggandakan Kesabaran versi Dua Malaikat Kecil


Ya Rabb, petang-malam ini sungguh diingatkan akan makna menggandakan kesabaran. Tidak cukup satu sabar, tapi mungkin kita harus sedia serepnya. Dua, tiga, sepuluh kali lipat bahkan seratus. Atau sampai tak terhingga.
Hari Rabu adalah jadwal rutin les buat dua malaikat kecil saya, dhek Osa dan dhek Tata. Pukul 4 lebih saya sudah nangkring di parkiran rumah Osa, berharap dia sudah siap belajar, sudah mandi tentunya. Ternyata, dia masih main sepedaan dengan teman kecilnya, dhek Felin (ini adiknya Tata). Begitu lihat saya datang, senyum simpul ia persembahkan dan bergegas ambil handuk. Berarti dia belum siap, hemmm. Eh, ternyata juga kamar mandi sedang dipakai, alhasil dia menunggu.
Awalnya les berjalan mulus layaknya di jalan tol. Hampir maghrib baru deh mulai aksinya. Berawal dari ajakan: “mbak, ntar sholat di mushola ya.” Begitulah, biasanya kami memang sholat maghrib jamaah di mushola dekat rumah.
Qadarullah, kali ini saya sedang tidak sholat. Nah, apa yang terjadi? Dhek Osa tidak mau sholat, merembet ke tidak mau mengerjakan lanjutan soal matikanya. Hemmm, pusing. Benar-benar sampai pening, berasa dunia berputar sesaat. Berbagai jurus diandalkan, tak lupa doa juga semoga diberikan kesabaran, tanpa pasang muka bete. Karena Osa ini sangat peka, sedikit raut muka berubah, dia merasa kita marah, hehe.
Jurus pamungkasnya adalah, perintah sang ibu. Dibujuk untuk sholat di rumah saja. Alhamdulillah, mau. Oke, besok lagi kalo merajuk seperti itu, tak bilangin aja ke ibuk ya dhek Osa, hehe. (tumbak cucukan).
Selanjutnya edisi belajar kedua bersama Dhek Tata. Awalnya basa basi dulu untuk membuat dia duduk dan tidak wira-wiri. Setelah siap, kertas soal terhampar untuk ia pilih. Semacam buka lapak aja, hehe. Ia pilih IPA. Oke, tanpa disuruh, dia hanya merebut pensil yang saya pegang dan kemudian mulai membaca gaya cepat. Uniknya, dia pasti memulai menjawab soal dari bagian sisi kanan, bukan urut dari nomer satu.
Tiba-tiba Felin datang dengan membawa segelas es susu segar coklat. Siapa yang tidak tergoda? Dhek Tata minta es itu dari adiknya. Setelah puas minum, kemudian dilanjut belajar lagi. Gelas ditaruh di dekat meja belajar (di bawah, di lantai). Giliran dia mau ambil buku, ia lupa jika di bawah ada gelas berisikan es coklat. Nah, tersambar kaki deh tu gelas. Ya Rabb, oke. Saya hanya diam dan ambil kain pel.
Sesi belajar berlanjut, dan muncul dhek Osa pamit dengan saya mau berangkat latihan nari (dia mau pentas tanggal 2 Mei di Denggung). Nah, kebetulan saya ingat, tadi saya memberi geri chocolatos 4 buah, untuk malaikat-malaikat kecil saya ini. Ya sudah, Osa tak kasih tu coklat.
Ternyata oh ternyata, dhek Tata iri. Pengen dikasih juga. Nah, saya bilang: “iya, ntar dikasih tapi sekarang belajar dulu. Osa juga begitu. Tadi belajar dulu, baru setelah selesai saya kasih coklatnya.”
Dhek Tata merajuk, meringkuk di tempat belajar (kita belajar lesehan pakai tikar sekarang). Sambil ngomel-ngomel saya pilih kasih lah, saya tidak adil, saya belain Osa terus lah, dan sederet lainnya. Oh, Ya Rahmaan. Ishbir.
Ahh, rasanya pusing lagi. Dibujuk, dijelaskan beberapa lama, barulah dia mau lanjut mengerjakan soal lagi. Diselingi pertanyaan ada PR tidak. Dia menggeleng. Hemm, ya sudah.
Berikutnya dia ingin pelajaran matematika sebelum pelajaran IPA terselesaikan. Oke, demi menjaga moodnya, saya ambil beberapa lembar kertas, dan dia memilih tentang bangun datar. Eh, tiba-tiba dia nyeletuk, “mbak, ini tak warna ya…” Ah, engkau. Mudah sekali lenyap keinginannya. Hemm, saya coba merajuk. Bagaimana kalau mengerjakan dulu baru mewarnai? Pikir saya, saya disini diminta mengajari matika, IPA, bahasa, bukan menggambar-mewarnai adik tersayang. Mewarnai bisa kalian lakukan kapan saja, di sekolah pun bisa. Sedangkan dengan saya, waktunya terbatas, hanya satu setengah jam dua kali sepekan.
Ahh, ternyata Tata merajuk lagi. Ngomong tidak jelas dan saya pun bergejolak emosinya. Mulai lagi dengan kata-kata saya tidak adil, saya pilih kasih, harusnya saya tidak membantah keinginan anak kecil. Oh, no. Tidak seperti itu, adik. Saya tidak membantah, saya menawarkan. Saya hanya ingin kalian menjadi lebih baik, itu saja.
Jikalau saya boleh berbagi perasaan, saya sangat senang sekali bertemu dengan kalian, malaikat-malaikat kecil. Saya tidak punya adik, dan saya sangat bahagia sekali memiliki kalian.
Saya pernah kecil, saya pernah menikmati sekolah dasar. Dimana saat itu dulu, mungkin saya juga seperti kalian, belajar tentang ini itu, yang terkadang rumit sekali di otak. Nah, saya lebih dulu mengenyam pendidikan itu daripada kalian. Saya hanya ingin berbagi, saya cukup bahagia mendengar kalian mendapat nilai yang bagus, pemahaman yang baik. Ya Rabb, limpahkan ilmu dan pemahaman yang baik pada adik-adik hamba ini…
***
Hampir putus asa menghadapi bocah kecil ini, sambil terus berdoa. Hemm, tadinya saya yang merajuk, akhirnya saya harus membujuk dia untuk mau bangun dan duduk. Hampir setengah delapan barulah ia beranjak dan mulai tersenyum lagi.
Kali karena sudah karakternya tidak betah duduk diam, mulailah ia beraksi lagi. Ambil properti yang terdekat, mukena. Entah maksudnya untuk apa, tiba-tiba, “ahhh, basah….”
Gelas es susu segar strawberry yang masih setengah tumpah karena ia menyenggolnya. Ia letakkan gelas itu di tikar, di sebelah dia duduk. Mungkin dia lupa lagi. Saya hanya diam dan mengambil kain pel yang tadi juga buat lap edisi tumpah pertama. Ya Allah, ini sedang ada apa? Kok rasanya dari tadi ada-ada saja kejadiannya.
***
Les ditutup dengan pembagian gery chocolatos


Tidak ada komentar: