Pages

Ads 468x60px

Minggu, 07 April 2013

Nostalgia Naik Angkot


Hari ini, 7 April 2013 sebenarnya berjalan seperti biasa saja. Rutinitas kajian pondok jam 6 pagi dan kemudian disambung aktivitas lainnya. Bedanya adalah moda transportasi yang terpakai.
Jam 7 usai kajian, pegasus siap melesat ke kota sebenarnya. Menu utama seminar Al Qur’an telah menanti. Saya pun siapkan menu tambahan dengan membawa bahan untuk ngajar les, barangkali nanti tidak sempat pulang dulu ke rumah sebelum ngajar.
Qadarullah, baru sekitar 1km berjalan, otobai macet. Tak bisa di stater, tak bisa pula di slah. Rada greget, tapi ya gimana. Eh, di belakang alhamdulillah ada brother saya lewat pake mobil. Tak tanya bisa benerin kagak (kalo mobil sedikit bisa, tapi kalo motor kaya’e kagak), dia bilang tidak mudheng. Ya sudah, tak minta tunggu saya bentar (saya nebeng maksudnya) sembari saya nuntun pegasus ke bengkel langganan terdekat. Belum buka sih, wong masih jam 7 lebih, tapi alhamdulillah ada teknisinya. Eh, ternyata sodara-sodara, bengkel hari ini tutup karena ada lelayu di dusun situ. Yang melegakan, kata masnya “Ya sudah mbak, ntar tak tuntun ke bengkel tempat saya yang di Kebonagung saja.” Padahal tempat itu lumayan, sekitar 3km dengan jalannya naik turun, kalo saya yang nuntun pasti tak kuat naik tanjakan, hehe. Yang ada hanya syukur, pokoknya satu masalah bereslah.
Lanjut ke moda transport, mobil travelnya brother. Wah, ternyata cuma sampai Godean karena brother hanya mau beli lampu mobil. Hemmmpf, oke deh, ndak papa. Brother lumayan sibuk hari ini (terdengar dari pembicaraan di telepon saat perjalanan). Karena free, bisa SMSan sambil jalan nih. SMS temen yang janjian berangkat bareng, nego untuk berangkat pakai bus. Dianya oke, nah selanjutnya adalah konfirmasi keadaan tiket masih ada atau sudah habis. Alhamdulillah, masih ada.
Sesampainya di Godean, terlihat bus sudah beranjak jalan, walaupun lambat. Jadilah brother mengejar bus untuk saya, hehe.  Thanks, bro. Tanpa babibu, langsung turun dari mobil bergegas menghadang bus yang sudah hendak menyalip mobil brother. Eh, nyadarnya waktu mau duduk, lha kok ya helm tak bawa juga to, kan naik bus….
Baiklah, bergantilah saya dengan transport ketiga, bus prayogo uthuk-uthuk (karena biasanya bus ini terkenal lambat jalannya sejak saya langganan dulu SMP-SMA). Ah, biarin. Yang penting langsung dapat bis saja, pikir saya saat ini. Saya hanya naik sampai Jatikencana karena tujuan ke sekitar maskam UGM.
Turun di pertigaan pom bensin (mikir, dulu waktu saya SMA, biasa turun di sini, tapi belum ada POMnya, terus jalan ke utara 500m). Nah, disini bus jalur 15 munculnya lama banget, tidak seperti hari biasanya. Alhamdulillah, bus nongol setelah mengabarkan ke teman yang janjian mau berangkat bareng: busnya ndak nongol-nongol nih.
Next, janjian ketemu di depan maskam UGM karena kita mau naik bus jalur 7. Sudah jam setengah sembilan lebih baru kita naik bus. Itupun berjalan lambat karena macetnya SunMor (tapi hari ini lumayan, dulu pakai motor pernah sampai 20 menitan hanya rute ujung perempatan sagan-pintu masuk FKH). Karena belum pernah naik bus ini, kaget ketika di perempatan Bulaksumur bus belok kanan ke arah Jakal-Ringroad utara. What? alias ngalang banget nih, pikir saya. Ah, sudahlah, manut saja. Yang penting ntar bus sampai di depan UIN SUKA deh.
Alhamdulillah, jam sembilan lebih sedikit sudah sampai di pertigaan UIN-jalan solo. Jalan kaki sambil cari petunjuk, tempatnya dimana tepatnya ya?hehe. Jarang masuk ke kampus ini soalnya. Ternyata, di jalan sudah ada yang standby jadi guide, hehe. Langsung deh kita masuk gedung (setelah administrasi selesai tentunya) dan duduk manis di tribun atas. Subhanallah, akhwat dan ummahat banyak banget, ndak usah diceritakan liat siapa dan ketemu siapa saja ya, hehe.
Cukup terpesona dengan salah satu peserta mukhoyyam Qur’an akhwat dengan pencapaian satu tahun 17 juz hafalannya. Subhanallah.
---Untuk materi, hayooo, silakan buka catatan masing-masing, baik di buku, di note, di otak, dkk yang menjadi folder penyimpanan file Anda masing-masing, hehe---
Agenda selesai sebelum dhuhur, dan kita bingung pulangnya pakai bus apa. Hhe, bisa pergi tapi tak bisa pulang, bisa brabe nih. Setelah tanya ke beberapa orang, katanya pakai bus jalur 7 lagi bisa. Oke, sambil menunggu nongolnya bus, kita berjalan sampai di depan pameran buku. Bus 1 muncul, eh ternyata bus pariwisata. Kedua dan ketiga sama saja. Ohh, maklum, hari Ahad. Harinya berwisata. Tapi, kali ini kita berharap bus jalur 7 yang muncul (sementara kami belum tahu bus selain itu mana lagi yang melewati depan wisma MM UGM). Setengah jam berlalu, dan hawa panas pun pergi. Langit berubah mendung, gelap. Angin pengantar hujan menggugurkan daun ketepeng di atas kami. Wah, tanda hujan sebentar lagi turun nih.
Tik tik tik, tes tes tes. Hujan gerimis mulai turun, dan larilah kami ke arena bookfair. Memutuskan dhuhur disana, tanpa ada niatan mampir. Ketika giliran saya mau wudhu, hujan deras mengguyur tempat wudhu yang atasnya terbuka itu. Alhasil harus mencari tempat lain. Dengan berbekal payung, saya dapatkan wudhu dengan hasil jilbab-rok pun ikut basah pula.
Waktu telah lebih dari jam 1 siang, kondisi sudah lumayan payah. Maklum, benar-benar jetlag naik angkutan umum. Saya terakhir naik bus waktu tahun 2009 saat tidak bisa naik motor karena jatuh dari tebing. Hanya waktu itu, selebihnya naik pegasus merah kesayangan saya. Terkadang pula ikut jidousha brother-sister, tentu saja sebagai penumpang (kagak bisa nyopir soalnya).
Dengan semangat untuk segera pulang (bukan 5 semangat yang dishare oleh ust. Abdul Aziz), kami setia menunggu bus lagi, di bawah tetes hujan yang tak kunjung reda. Finally, ada angkot yang mendekat (sebutan saya: omprengan) dan bertanya mau kemana tujuan kami. Gayung bersambut, angkot ini lewat jalan Colombo. Alhamdulillah.
Dalam bus, baru nyadar saya masih pakai helm plus slayernya. Haha, tidak motor tidak pula bus, gayanya sama. Kurang sarung tangan doang.
Lewat jalan Colombo waktu hujan, alamak. Masih banjir saja seperti biasa. Kalau pegasus yang nekat lewat sini, mungkin habis itu tak laik jalan lagi, keplepek mesinnya, hehe.
Perjalanan berlanjut ke kos temen dahulu, istirahat bentar sambil menunggu kali aja hujan reda. Jam 2 lebih 15 menit hujan reda, dan on the way dilanjutkan saya sendiri untuk pulang ke rumah. Kalau cukup waktunya pengen nyoba ngecek motor di bengkel. Syukur sudah jadi, bisa tak buat ngeles.
Ternyata nunggu jalur 15 lumayan juga. Jalur 4 nongol, beberapa jalur tidak jelas (tapi bukan pula yang saya butuhkan), jalur 2, dan jeng jeng: jalur 15 nampak dari ujung perempatan Sagan. Alhamdulillah, soalnya hujan sudah turun lagi.
Lirik jam. Wah, hampir asar to. Ini baru sampai di perempatan mirota kampus, estimasi waktu sampai rumah saja masih sekitar satu jam. Belum ngecek otobai, belum perjalanan ke tempat les, eh asar juga belum keitung. Baiklah, keputusan untuk tidak ngeles terjadi lagi. Maaf ya.
Sampai di pertigaan Bantulan, tunggu bus prayogo lagi (bus kuning kalo hari Ahad jarang banget). Eh, ada juga yang nunggu seorang wanita, jilbab  langsung lumayan lebar, gamis dan bekas bekam di dahinya. Hehe, saya mengamati kondisinya dengan masih pakai slayer (ternyata membantu menghangatkan juga soalnya, selain karena saya tidak tahan asap rokok pak sopir). Dia tadi juga naik bus jalur 15 dari perempatan mirota kampus. Sekarang, saat bus prayogo muncul, ia juga naik, begitu pula saya.
Dia duduk di belakang sopir, sedang saya duduk di kursi deretan kiri-sejajar dengan dia. Mungkin dia juga mengamati saya, hingga dia tahu wajah saya saat membayar (saya buka slayer karena harus mengatakan dengan jelas tempat turunnya).
Hoammmm, ngantuk. Ahaha, ternyata kebiasaan ngantuk di bus masih berlaku (teringat dulu waktu studi banding ke Malang, duduk bersama dosen muda yang suka banget cerita, malah tak tinggal tidur, hehe. Maaf ya mbak, eh bu…)
Rada mual, ternyata di tangan dan lengan baju menempel sejenis krim (entah sampo atau sabun cair) dengan bau yang tidak enak sekali, menyengat. Saya tidak suka bau seperti ini, terlalu tajam bagi hidung. Berharap tergantikan dengan bau minyak safe care, adanya malah panas bercampur bau aneh tadi. Ya sudah, ditahan deh sampai rumah.
Hampir jam empat akhirnya sampai di Jalan Godean km.17,5. Saat hendak turun, saya bilang ke pak sopir saya mau turun di depan. Eh, ternyata si wanita tadi belum turun dan menyapa nama saya. Kok dia kenal?
(mengernyitkan dahi) “Siapa ya?” Wajahnya kayak ukhty Ni’mah (yang kenal aja yang tahu, hehe). Tapi, tidak mungkin dia ada disini.
“…. mbak,” jawab dia sambil menyebutkan satu nama.
Oalah, masyaAllah. Temen TPA dulu. Saya dulu TPAnya ngungsi karena di kampung tidak ada TPA jadi saya ke kecamatan sebelah. Dia kecil dan dua tahun lebih muda dari saya tapi jago kalo hafalan. Saya cukup jadi runner up. Dia sekarang kuliah di kampus yang sama dengan saya (tapi dia tidak tahu kalau saya juga kuliah disana). Oke-oke, saya turun dulu ya.
Hemm, masih hujan dengan tidak bawa payung ataupun mantel. Tadi ditawari, cuma mikirnya tidak hujan (berhusnudzon gitu…). Saya harus jalan sekitar 1km lagi, karena rumah di ujung nih. Baru jalan beberapa langkah, ada temen lewat. Hehe, dia mengenali saya walaupun lengkap dengan helm plus slayer dan jaket yang menyelubungi badan. Alhamdulillah, makasih Ya Rabb.
Tidak perlu berjalan, ada teman yang mau mengantar sampai depan rumah (sampai garasi malah, hehe). Tanpa saya harus berjalan jingkat-jingkat melewati gerombolan si berat (anjing maksudnya).
Syukur, akhirnya sampai rumah dengan selamat.
Capcus makan siang yang super telat dahulu lah, energi terkuras benar untuk jalan, hujan-hujanan, dan berekspresi…
Doumo arigatou kepada ukhty yang menemani perjalanan hari ini….


Tidak ada komentar: