![]() |
| pict ini adalah copyright saya ya, hehe |
Bismillah
note, 18 April 2013
ada tausyiah menarik, di suatu tempat
berzona non sinyal khususnya I*****t, entah kalau operator yang lain :)
Berbeda dari kebanyakan, kali ini
taujih walimah sangat asyik. Sang ustadz berposisi di tempat yang panas
(padahal semua tamu malah di tempat yang teduh), berharap semua hadirin dapat
menyaksikan beliau. Sebelum dimulai, ustadz ini mengeluarkan beberapa properti,
terlihat sebuah al Qur’an (semoga saya tidak salah lihat) dan beberapa lainnya,
waktu itu saya tidak ngeh buat apa itu properti. Mungkin kalo dari penampilan,
nampaknya beliau dari sodara kita, salafi. Tapi memasyarakat lho, bahasanya
saja kocak begitu.
Awal-awal beliau mengajak dialog khas
kyai dengan hadirin dengan pertanyaan: “betul apa betul?” Hehe, awalnya bahasa
yang digunakan bahasa Jawa alus mlipis, saya yang Jawa tulen saja rada ndak
mudheng mengartikan beberapa kata yang terlontar. Tentang menjalani kehidupan,
sebenarnya setiap orang hendaknya memperhatikan 5 M (versi yang kali ini
soalnya pernah dengan juga versi lain) sebagai berikut. Sugeng maos :)
1)
Manembah
Manembah
artinya taat beribadah. Wah, kalo ini jelas banget ya, kan Allah pun sudah
berfiman “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku (red: beribadah) di Q.S Adz Dzariyaat: 56.
Nah, behubungan dengan kehidupan-manembah, sang ustadz lagi-lagi menggunakan
falsafah Jawa yang sudah mulai ditinggalkan. Tentang makna filosofis
tembang macapat. Itu lho kalo dulu di pelajaran bahasa Jawa, macapat = maca
papat-papat. Ada 11 tembang, yang paling saya hafal sih cuma gambuh sama
pocung, hihihi. Baru menyadari, ternyata filosofi tembang Macapat oke banget,
ini dia selengkapnya.
1.
Mijil
Mijil
artinya keluar. Mijil mewakili semangat kelahiran manusia. Ketika lahir, sang
bayi tidak memiliki kekuatan apapun, dia sangat bergantung kepada kemurahan
orang tua yang mengasuh dan merawatnya. Oleh karena itu, watak tembang Mijil
adalah bentuk kepasrahan total seorang anak kepada orangtuanya. Disini tembang
Mijil menitikberatkan pada tanggungjawab orang tua.
Sebenarnya
saya agak lupa, waktu itu yang pertama maskumambang apa mijil, semoga ini tidak
salah (kalo searching maskumambang
ada di urutan pertama). Pada saat ini, sang ustadz mengeluarkan properti, saya
lebih suka menyebutnya media, hehe. Sebuah gambar layaknya gulungan woro-woro
kerajaan. Kami tidak tahu gambar apa itu, karena posisi di belakang ustadz
sedang gambarnya tidak ditampilkan ke arah kami. Dari penjelasannya, mencoba
nebak, gambar itu adalah gambar baby alias bayi, hehe.
2.
Maskumambang
Maskumambang:
emas yang kemambang atau terapung. Biasanya emas itu ditambang dengan digali,
sedangkan di dalam tembang ini, emas sudah berada di atas. Tidak perlu digali,
ia adalah benda berharga. Itulah keadaan manusia setelah lahir sampai beberapa
tahun ke depan. Manja, tidak mau mengalah, ingin dilihat, dipuji dan inilah
masa-masa emas anak-anak.
3.
Kinanthi
Tembang
kinanthi bermakna masa pembentukan jatidiri dan meniti jalan menuju cita-cita.
Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun yang bermakna bahwa kita
membutuhkan tuntunan atau bimbingan ke jalan yang benar agar cita-cita kita
bisa terwujud. Misalnya belajar dan menuntut ilmu secara sungguh-sungguh. ”Apa
yang akan kita petik esok hari adalah apa yang kita tanam hari ini”. Sebagai
tambahan bisa ditengok firman Allah “In ahsantum, ahsantum ilaikum, walain asa’tum falahaa” (jika kamu berbuat kebajikan maka kebajikan itu akan kembali
padamu, tapi jika kamu berbuat jahat itu akan kembali padamu juga). Inilah
saat-saat kita menuntut ilmu, bisa saat balita di keluarga, PAUD, TK, SD, dan
seterusnya.
4.
Sinom
Seiring
dengan berjalannya waktu, level selanjutnya adalah Sinom = isih enom. Sinom
adalah lukisan masa muda, masa yang indah dan penuh dengan cita-cita. Kata sang
ustadz, ini dilambangkan dengan pucuk daun yang masih sangat muda.
5.
Asmarandana
Asmara
adalah cinta, sedang dana adalah memberi. Tembang ini menggambarkan masa-masa
dirundung asmara, dimabuk cinta, ditenggelamkan dalam lautan kasih. Nah, level
ini sekarang sudah dialami oleh kedua mempelai, hehe. Dan jangan lupa, jalan
menuju level ini yang syar’i ya, tidak usah pake pacaran layaknya trend saat ini. “…..Waja’alna Bainakum
Mawwaddah Wa Rahmah, Inna Fi Dzaalika La’aayatil Liqoumi Yatafakkaruun”. “…Dan
Kujadikan diantara kalian Cinta dan Kasih Sayang, sesungguhnya didalamnya
merupakan tanda-tanda keagungan-Ku) bagi kaum yang berfikir”. Ayat ini
sebenarnya dibaca ustadz saat awal-awal tausyiah. So, bagi yang belum menikah,
tak usah ragu lagi, jika sudah mantap silakan datangi orang tua si wanita dan
nembung, tidak usah lama-lama (bagi laki-laki sih).
6.
Gambuh
Awal
kata gambuh adalah jumbuh/bersatu. Adanya komitmen menyatukan cinta dalam
sebuah ikatan suci pernikahan dan membina sebuah rumah tangga yang harmonis. Medianya
sih langsung orang alias kedua mempelai lagi, hhe.
Saya
agak lupa properti gelas putih di-show up
di level ini atau bukan. Tapi jika diingat-ingat filosofinya, kayaknya sih
bener, hehe, pembelaan. Jadi, gelas itu kerata basa nya “yen tugel ra bisa di
las” (jika patah tidak bisa di las atau disambung). Dalam berumah tangga
seharusnya saling menjaga, melindungi dan mengayomi satu sama lain, agar biduk
rumah tangga menjadi harmonis dan sakinah dalam naungan ridha-Nya.
7.
Dhandhanggula
Gambaran
dari kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial, kesejahteraan telah
tercapai, cukup sandang, papan dan pangan (serta tentunya terbebas dari hutang
piutang). Hidup bahagia itu kuncinya adalah rasa syukur, yakni selalu bersyukur
atas rezeki yang di anugerahkan Allah SWT kepada kita. Di level ini ditunjukkan
media: air teh manis, ibaratnya air gula begitu. Manis pastinya.
Media
tulang rusuk (mungkin tulang rusuk sapi ya, tak mungkan kan beliau bawa tulang
rusuk manusia???) muncul dimana ya? Hehe, lagi-lagi saya lupa karena waktu itu
tidak bisa mencatat. Hanya mengandalkan file otak, berharap bisa nge-save as seoptimal mungkin dokumen yang
direkam :). Ini
lebih tentang wanita yang diciptakan dari tulang rusuk: bengkok, keras lagi
lancip, hhe. Jadi, sang suami harus membimbing istri agar tulang rusuknya tidak
patas, lembut dan ramah (tidak menyakitkan hati).
8.
Durma
Durma
berasal dari kata darma atau sedekah berbagi kepada sesama. Sebagai wujud dari
rasa syukur kita kepada Allah maka kita harus sering berderma. Dengan berderma
kita tingkatkan empati sosial kita kepada saudara-saudara kita yang kekurangan,
mengulurkan tangan berbagi kebahagiaan, dan meningkatkan kepekaan jiwa dan
kepedulian kita terhadap kondisi-kondisi masyarakat disekitar kita. “Barangsiapa
mau meringankan beban penderitaan saudaranya sewaktu didunia, maka Allah akan
meringankan bebannya sewaktu di akhirat kelak”.
9.
Pangkur
Pangkur
atau mungkur artinya menyingkirkan hawa nafsu angkara murka, nafsu negatif yang
menggerogoti jiwa kita. Bisa juga diartikan level dimana sudah memasuki usia
udzur, renta dengan sifat pikunnya, tidak nyambung dan banyak lupa.
10.
Megatruh
Megatruh
atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya ruh dari
raga kita. Kullu nafsin dzaaiqotul maut (setiap jiwa pasti akan mati).
11.
Pocung
Pocung
berarti pocong atau mayat. Inilah level puncak kehidupan manusia, akhirnya manakala
yang tertinggal hanyalah jasad belaka, dibungkus dalam balutan kain kafan putih,
diusung dipanggul laksana raja-raja, itulah prosesi penguburan jasad kita
menuju liang lahat, rumah terakhir kita didunia yang hanya tipe 2 x 1.
2)
Mangabekti
Mangabekti
berarti berbakti kepada orang tua kita. Lebih kepada birrul walidain dan ini
tidak dijelaskan panjang lebar karena sudah mahfum ya hadirin, hehe.
3)
Manunggal
Seperti
yang sedang dialami oleh kedua mempelai, manunggal berarti bersatu dalam satu
ikatan suci pernikahan. Penjelasannya sudah ada di filosofi macapat asmarandana,
gambuh dan dhandhanggula ya. Mirip seperti itulah untuk membina rumah tangga
dibutuhkan cinta, pengertian, saling memahami, jujur, bersyukur, setia, dan
kawan-kawannya.
4)
Makarya
Makarya
artinya bekerja. Kebetulan mempelai laki-laki sudah bekerja dan merantau di
Batam. Sempat dibilang juga, mahar tidak hanya seperangkat alat sholat saja,
tetapi memberikan emas sekian gram itu adalah bukti tanggungjawab makarya sang
laki-laki. Hemm, walaupun begitu, mahar menjadi kesepakatan masing-masing ya,
hehe, tidak harus beruma emas juga. Mobil juga boleh (lhoh, gimana to), Allah
dan Rasul mencintai orang yang meringankan maharnya :)
5)
Memasyarakat.
Ketika
sudah berumah tangga, jangan lupa untuk bermasyarakat. Dunia tidak hanya milikk
berdua, dan manusia pun adalah makhluk sosial kan. Ikut kumpul ibu-ibu PKK
mungkin, kumpul RT dan seterusnya.
Subhanallah, mantapks nian taujih ini.
Semoga menjadi pengingat dan pedoman pula. Semoga resepnya masih tak kalah lezat walaupun kokinya hanya menyadur dari sang ahli :)
Mohon maaf jika ada yang terlewat,
terlupa, salah posisi
Jika ada kebenaran, itulah hanya dari
Allah semata,
Jika pun ada khilaf, itu datang dari
diri yang dhaif ini
Sekian…


2 komentar:
nah yg memasyarakat itu yg terkadang oleh kita tdk begitu kita perhatikan...sibuk dakwah sana sini tapi kita seperti lupa punya tetangga #akumasihbelajar =D
yups, benar sekali kata anonim (siapa ya?)
masih belajar, srawung tetangga, ikut nyambung di kelurahan, plus juga di masyarakat yang sudah mau bergeraknya oke :)
Posting Komentar