Setelah beberapa kali absen untuk
rapat rutin di kelurahan, malam ini saya sempatkan untuk bergabung lagi.
Konsekuensinya ya les yang biasanya hari rabu sore-malam akhirnya ditunda
menjadi Kamis. Kadang pusing juga ketika agenda-agenda bertabrakan waktunya. Di
satu sisi memang saya pengen berbagi ilmu, di lain juga ada kepercayaan dari
kawan untuk bergabung di kelurahan.
Pas waktu sampai rumah jam4.30 pm, ibu
langsung komentar “Ndengaren, wes bali (tumben, kok udah pulang).” Hehe, maklum,
biasanya paling minim sebelum maghrib baru nongol di rumah. “Ya, ntar soale mau
rapat di mbale, mau istirahat dulu sekarang.” Nah, karena beberapa malam saya
bergadang akhrirnya sering ngantuk, jadi pengennya sore ini sedikit rehat dulu
(tidak tidur lho…)
***
Undangan jam 19.30. Tapi dasar watak
ngaret (soalnya mesti dimulai jam8, saya males ontime, yang perempuan cuma
berempat, lima dengan faskel, dan mereka juga seringnya telat, hehe). Saya baru
beranjak dari rumah pukul 19.35. Bersama pegasus si kendaraan setia saya,
kupacu pelan-pelan ke rumah kawan saya. Eh, dibilang kawan jangan dibayangkan
beliau seumuran saya, beliau sudah punya anak 2 (usia sekitar mendekati 40an
tahun), tapi dari beliaulah saya banyak tahu tentang kelurahan dan
program-program dari pemerintah melalui pemdes.
Berangkat di bawah rintik hujan dan
rintihan pegasus yang ngak-ngik. Entah, kemarin pegasus opname satu hari.
Lantas kupacu seperti biasa, tapi suaranya jadi nge-bass, bagian belakang
klethek-klethek, bagian depan klothok-klothok, roda belakang ya tadi ngak-ngik.
Saya sih ya rada biasa, maklum motor tua. Nah, yang saya bonceng, rada-rada
panik begitu. Apalagi, saat lewat jalan jurang, sengaja saya hanya pakai rem
depan, alhasil bunyi kampas rem mengiringi laju pegasus yang semakin kencang
meluncur. Dan saat di jalan cor dengan lebar kurang dari 1m, saya sempat tidak
bisa menguasai medan. Hehehe, punten, Teh.
Sesampai di mbale, terlihat sudah
banyak orang dengan dominasi bapak-bapak. Wah, kok yang putri belum ada? (waktu
itu saya tidak tahu kalo sudah ada bu faskel dan mbak wahyu yang duduk
disebelah saka guru pendapa. Nah, karena mbak wahyu non-I jadi kelihatan
rambutnya, saya kira itu bapak-bapak, hehe maaf) Salting banget, kawan saya
sholat dulu di mushola mbale, sementara di luar hujan sudah menderas. Ya sudah,
saya duduk di teras mushola sambil telepon adik les dulu untuk janjian jam les
esok hari.
Jeng-jeng,
Rapat pun dimulai dengan pembagian RAB
kegiatan launching pembangunan yang didanai PNPM sekaligus mengundang Pak Djoko
Kirmanto, menteri PU. Sudah ACC dan dijadwalkan akan ke jogja beliau pada
tanggal 26 juni 2013.
Ternyata oleh KMW, maupun KMP, RAB
yang dibuat dikoreksi dan hanya disetujui menggunakan dana BLM (totalnya 100
juta) sebesar 24,5 juta. Sementara di RAB estimasinya hampri 45 juta. Inilah
yang menjadi perseteruan panas malam ini (saya sih nyimak aja, hehe)
Ketua tim pemasaran ragu kalau
mengadakan event yang membutuhkan
dana 100 juta lebih, hanya diijinkan menggunakan dana pemerintah 24,5 juta,
sisanya swadaya. Akhirnya, masing-masing wajib urun pendapat, urut lagi, saya
sih terakhir, wong duduk di pojok.
Dari berbagai usulan ada beberapa yang
bisa dipertimbangkan:
1.
Diundur
sampai siap. Jadi acara launching
dipending dulu sampai siap dana, pembangunan fisik juga oke. Ada juga yang
mengusulkan diundur sampai batas waktu yang tidak ditentukan, alias bisa jadi
tidak jadi diadakan, hehe…
2.
Ditiadakan.
Mengingat karena tim ini juga relawan, kalo diminta mencari swadaya mencapai
nominal 66juta juga akan berat. Apalagi tahun ini sedang banyak kegiatan:
mendekati HUT RI, Hari jadi kab Sleman, dll. Saya lupa apa saja agendanya.
Intinya SKPD banyak yang sibuk lah, kalo ditambah ngoyo yang kegiatan launching
ini, malah semakin berat.
3.
Diefektifkan
menjadi satu hari, dan pangkas kegiatan yang tidak prioritas. Nah, kalo saya
ikut yang golongan pengusul ini. Kita sudah berkali-kali rapat, ini berarti
kita sudah memakan dana di RAB juga kan. Sudah dibentuk tim, sudah koordinasi,
e…tiba-tiba kembali ke titik 0 begitu saja. KMW mengijinkan maksimal
menggunakan dana 24, 5 juta, ya sudah itu saja yang diotak-atik (hehe, dasar
pemikir muda nih…). Sudah ke Jakarta ACC
pak menteri bisa dateng, ntar tiba-tiba dibatalkan. Masihkan punya muka
(khususnya yang lobi kesana, umumnya bagi pemdesnya)? Sedang mendatangkan pak
menteri itu pula tidak semudah mendatangkan dai kampung?
Selain usulan di atas, ada beberapa
hal yang saya catat:
-
ada
peserta rapat yang menyatakan para kawula muda (Faskel, fasilitator, Satker,
KMW, KMP kan isinya golongan muda semua) dianggap olah otaknya mati. Tidak bisa
berlogika. Jleb, apa-apaan nih? Saya juga masuk kawula muda e, Pak. Jadi para
golongan tua yang katanya punya logika, inisiatif, inovatif tidak bisa nyambung
dengan kawula muda yang logika pikirnya mandeg. He’eh, ada-ada saja.
-
ada
peserta rapat yang ternyata memperhatikan detail pernyataan pemeriksa anggaran,
beliau bilang:” masa kita dianggap korupsi. darimana bisa, mana buktinya?” Weh,
kalo masalah ini, memang sensitif, sekarang kan lagi banyak kasus. Tapi, ya
bisa jadi. Saya lumayan pengalaman di bidang keuangan (sejak SMP-mahasiswa
biasanya jadi bendahara). Pasti tahulah bagaimana bahasa estimasi dana di
proposal dengan realitanya. Hehe, entahlah, kalo saya tetap kedepankan husnudzon saja.
-
nyambung
dengan yang dianggap korupsi, ada yang bersu’udhon, jangan-jangan KMW karena
menganggap kita korupsi jadi mereka meng-cut
anggaran,dikecilin saja begitu.
-
dan
beberapa lagi komentar saling sahut-menyahut, mengedepankan emosi, dan rasa
tidak percaya.
Pokoknya watak asli keluar, dengan
saling sanggah-sahut. Yang nulis ini cuma diam dan menyimak dan tersenyum
melihat mereka semua. Akhirnya bu Faskel pun berkesempatan angkat bicara. Saya
salut sama ibu satu ini, keren.
Beliau menyatakan semoga bisa netral
karena beliau baru mulai bulan januari mendampingi kami jadi belum terlalu
dekat juga. Dengan satker dan KMW juga tidak terlalu akrab. Nah, beliau
menyampaikan fakta untuk menjelaskan mengapa KMW bisa berkeputusan seperti itu,
1.
Setelah
pergantian faskel, laporan yang seharusnya diterima KMW ternyata belum ada,
jadi ada anggapan bahwa kelurahan kita belum mengadakan kegiatan apa-apa (yang
membuat laporan adalah faskel). Faskel sebelumnya belum menyerahkan laporan,
dan faskel berikutnya pun tidak diberi data sama sekali.
2.
Dari
anggaran BLM 100 juta, RAB kegiatan launching 44 juta (45%) adalah jumlah yang
fantastis. Belum ada PLPBK di Jogja yang mengadakan kegiatan launching lebih
dari 20 juta. Jika akan menggunakan 45%, sisanya yang 55% yang akan digunakan
untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat malah akan kurang maksimal. Padahal maksud
dari dana ini adalah digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat.
Sementara dulu kita (tim pemasaran) telah memberikan timeline renacana kegiatan
dari november 2012 – juni 2013. Harapannya rencana kegiatan tersebut dijalankan
dahulu semaksimal mungkin. Ada pelatihan peternakan, pertanian, tenun, dkk yang
belum tergarap. Padahal ini sudah bulan April lhoh.
Alasan kedua ini disanggah dengan
logika perdagangan (marketing kan dagang ya). Misal kita menjual pasir dan
batu. Pasir lebih mudah didapat karena kita dekat dengan sungai. Sementara
pembeli membutuhkan batu. Nah, pasti kita juga melayani pembeli tersebut,
walaupun batu agak sulit dicari.
Penjelasannya adalah, benar bahwa kita
juga menjalankan apa yang sudah dijadwalkan di timeline kegiatan. Akan tetapi
kita juga boleh dong menyambut baik rekanan kita (ini dari partai G ternyata
yang punya link ke kementerian) untuk menghubungkan kita ke pak menteri.
Nah, titik tidak temunya adalah sudah
ACC pak menteri PU akan tetapi PU DIY tidak diberitahu (ini semacam
melangkahi). Harusnya sesuai prosedur ijin ke wilayah dulu, karena bagaimanapun
ketika pak menteri datang ke daerah, maka kantor daerah akan berperan besar
juga.
Setelah saling berpendapat-sanggah
akhirnya diputuskan untuk menunda kegiatan launching
sampai batas waktu yang tidak ditentukan, dengan konsekuensi menanggung
malu ke kementerian PU.
Hemm, sebelah saya comment: sepertinya ini sudah di setting untuk diarahkan ke keputusan
demikian. Sebelahnya lagi mengiyakan. Beliau adalah fasilitator di Sentolo
Kulon Progo. Dengan panjang lebar pun beliau menjelaskan, sebenarnya kalau mau
kerja keras, bisa saja. Kelurahan di daerah Seyegan saja mengadakan kegiatan
serupa, 5 hari, yang datang Deputi PU, hanya menghabiskan 19 jutaan. Nah, ini
kita dikasih maksimal 24 juta untuk dua hari tapi keder, tidak mau jalan.
Ahh, sudahlah. Inilah musyawarah. Tengok
jam tangan, baru jam 10 kurang, rekor rapat kelurahan tercepat. Bergegas pamit,
tapi yang tak bonceng mampir ngobrol sana-sini juga, akhirnya ikut ngobrol juga
dengan fasilitator, faskel. Beliau bilang, asal kita jalin hubungan baik antara
pemdes, pemda dan link yang terkait kita tidak mendatangkan menteri pun dana
akan ditawari. Seperti di Sentolo sekarang sedang mengelola dana 1M, tanpa
harus mendatangkan menteri, awalnya dulu hanya menyampaikan RTPLP dan
presentasi, sudah, selanjutnya bina komunikasi dan hubungan baik saja.
Beliau tanya sana sini aktivitas saya, hehe. Dan beliau pun bilang, di kelurahan ini tertutup sekali untuk relawan dari masyarakat umumnya, lihat saja BKM isinya pemdes, pamong. Tim ini juga, kecuali mbaknya (dalam hati, ndak juga pak, tim ini ada beberapa dosen, tokoh masyarakat, dan saya juga = wakil mahasiswa, pemuda, hehe)
Oke, pamitan ditutup dengan kebohongan dari sang bapak yang bilang ke Teteh: mbak, ini kata mbaknya tunggu mereka pensiun biar bisa masuk kawula muda ke relawan kelurahannya. Weh, siapa yang bilang? Wong bapak sendiri kok, saya hanya manggut-manggut tadi, bukan berarti setuju. Nunggu pensiun kan kelamaan....


Tidak ada komentar:
Posting Komentar