Pages

Ads 468x60px

Kamis, 03 Januari 2013

Review: Keponakan kedua 5 Tahun Lalu


Bismillah

Kamis, 3 Januari 2013
Hari ini, adhek ponakan kedua genap berusia 5 tahun. Subhanallah, tak terasa sudah demikian besar. Namanya Zulfa Salsabila, hehehe, kalo diabsen sesuai abjad, mungkin dia ada di urutan akhir, kan pake ‘Z’. Dia kebalikan dari kakaknya yang namanya pake abjad kesatu ‘A’ untuk Alif. Zulfa sekarang sudah sekolah di TK para bulik dan kakaknya, TK ABA Ngijon 1 kelas nol kecil.
Teringat dulu, Zulfa kecil lahir setelah kakaknya berusia 6 tahun lebih sedikit. Subhanallah, kakak beradik ini bisa sama, beratnya waktu lahir 3,3kg. Alhamdulillah lahir sehat.
Sebagai orang Jawa, masih terbiasa dengan tradisi selapanan (tiga puluh lima hari). Nah, begitu juga dengan ponakan saya ini. Karena tetangga, sodara biasanya kan juga menengok si bayi dan memberikan ‘amplop’, nah, jadi keluarga juga memberikan hadiah ala kadarnya (Jawa: ater-ater). Kalo dulu mungkin masih jaman masak sendiri di rumah dan riweh, tapi kalo sekarang sudah tersedia katering yang menerima pesanan nasi ater-ater atau ayam goreng utuh. Pun sekarang sudah tidak tabu lagi jika ater-ater tidak melulu nasi dan kawan-kawan, bisa dimaklumi diganti dengan kue ataupun ayam goreng.
Sore hari, tanggal 14 Februari 2008. Saya tidak menyebut hari kasih sayang, karena memang tidak sepakat dengan aliran begituan. Saya di rumah, bersama kakak ipar, dedek Zulfa, Alif, bapak, ibuk dan mbak saya. Entah kenapa, saya merasa aneh. Dan kakak ipar saya mendadak lemas (kala itu sedang mencuci baju). Akhirnya beliau mencoba makan dulu, tapi tetap saja masih gemetaran.
Adzan magrib berkumandang. Kami bergantian sholat. Diiringi dengan hujan yang lumayan deras, kami memohon perlindungan dan keselamatan untuk keluarga kami. Belum lama setelah maghrib, ada orang ketok pintu di rumah kakak. Saat itu saya berada di rumah kakak (rumah kakak hanya sebelahan dengan rumah ibuk). Saya pun ‘bersembunyi’ di kamar menunggui dedek, sedang kakak ipar keluar menemui tamu asing tersebut.
Sang tamu mengenalkan diri dan menanyakan apa benar ini rumah Bapak ‘I’. Dan obrolan berlanjut dengan kabar bahwa kakak saya (suaminya kakak ipar) kecelakaan di Jombor. Masya Allah, astaghfirullah.
Katanya baik-baik saja, tapi sekarang masih di Panti Rapih. What? Baik-baik saja kok masih di rumah sakit? Ada-ada saja ini bapak ngomongnya, batin saya. Saya yang di kamar memang tidak sengaja mendengar percakapan itu. Kakak ipar menangis dan segera menghubungi sodaranya yang di Kulonprogo. Tidak mungkin kakak langsung ke rumah sakit, kan ada dedek Zulfa yang belum genap 2 bulan usianya. Sedang mbak saya dan ibuk segera meluncur ke rumah sakit.
Saya dan kakak di rumah bersama Bapak. Sebenarnya bapak juga ingin ke rumah sakit, tapi karena tidak ada motor, jadi beliau di  rumah saja dulu. Kami tak henti menyebut asma-Nya, memohon keselamatan bagi kakak saya. Dag dig dug menunggu kabar dari mbak juga.
Beberapa jam kemudian baru tahu kalo kakak dipindah dari Panti Rapih ke Sardjito. Katanya biar lebih mudah administrasinya, karena yang menabrak adalah ambulans milik RS tersebut. Wallahu a’lam, sampai sekarang kami tidak tahu kebenaran kejadiannya. Kabar yang beredar, waktu itu kondisi hujan-maghrib, lampu dari arah barat sedang hijau (kakak saya dari arah barat). Tetapi dari arah selatan ada ambulans yang melaju (entah membawa pasien/korban atau sedang kosong). Mobil ambulans kaca depan retak parah, pun dengan kaca samping kiri. Motor kakak entahlah bentuknya seperti apa. Ya maklum jika sang korban (kakak saya) menderita gegar otak.
1 pekan setelah itu, baru saya menengok kakak di Sardjito dengan diantar teman SMA. Maklum, saya belum bisa naik motor meski sudah kelas 3 SMA. Mencari di IRD yang ternyata kakak sudah dipindah ke bangsal syaraf. Hiii, bergidik kalo ke rumah sakit. Aroma obat dan kematian.
Melihat kondisi kakak pertama kali saya menengoknya, saya tak kuasa menahan air mata. Kepala plontos, masya Allah. Hanya berselimut dan tangan diikat. Ketika ia bangun, ia akan segera mencubit siapa saja yang didekatnya. Saya takut. Dan akhirnya saya hanya satu kali bermalam  untuk bergantian menjaga kakak, takut diapa-apain.
Kakak ipar mesti bolak-balik Jogja-Kulonprogo, siang di rumah sakit malam mengasuh Zulfa kecil. Yang stand by untuk menjaga kakak adalah mbak dan sodara kakak ipar saya (yang dari Kulonprogo). Setiap mbak habis ngajar, balik ke rumah dan segera meluncur ke rumah sakit. Kadang ditemani bapak atau ibuk juga. Antar jemput ke sekolah saya digantikan oleh teman saya yang searah (dia orang Kulonprogo, jadi lewat jalan dekat rumah). Hemm, hari yang melelahkan.
2 pekan, kakak sudah diperbolehkan rawat jalan. Hehe, lucu sekali dia ternyata tidak ingat sama sekali kejadian kecelakaan itu. Harap maklum sih, karena gegar otak memang menyebabkan lupa baik sebagian maupun keseluruhan. Terkadang, kakak masih tidak ingat sama istrinya sendiri. Kakak juga pengen sekali menggendong Zulfa kecil. Tapi sama ibuk tidak diperbolehkan. Bagaimana tidak? Mbak saya saja waktu mau menolong kakak untuk bangun, malah didorong dan kepalanya mengenai tembok. Bagaimana jadinya jika nanti kakak menggendong bayi? Bukan tidak mungkin bisa dilempar begitu saja, hehe (ini bayangan ibuk saya waktu itu).
Salut deh buat kakak ipar saya, yang sampai sekarang masih setia menjadi pendamping hidup kakak. Meski sekarang banyak omong dan sangat emosi, masih bersyukur kakak bisa pulih kembali. Dan ingatannya sekarang luar biasa kan? Melebihi kita. Jika kita saja, menerima order travel dan tak segera dicatat, pasti kelupaan. Sedang kakak tidak. Ia jarang sekali terlupa bahkan jika ia tak sempat langsung mencatat pada buku order. Subhanallah. Memang, tiada nikmat Tuhan yang pantas kita dustakan.
Salut juga buat mbak yang sabar menahan letih. Mengajar di ujung timur sana (dulu belum pindah ke Godean, PP sekitar 60km), ke rumah sakit dan menahan kantuk. Belum lagi, saya tahu, waktu itu kondisi keluarga sedang panas. Kau rela dicubit kakak, bekasnya masih kelihatan walau sudah beberapa hari. Tak marah walau kakak pernah menaruh luka (iya ndak ya?)
Dan untuk Zulfa, barakallahu fii umrik ya. Jadi anak yang sholekhah, pinter juga. Moga ia menjadi anak yang pemberani dan cerdas, Ya Rabb. Aamiin
Semoga ini tidak termasuk tasysyabuh, Ya Allah, saya tidak merayakannya dan tidak mengikuti orang-orang kafir. Ini hanya bagian dari reminder saya terhadap orang-orang dekat saya. Terkadang, hal ini memang perlu dicatat, karena jika mengandalkan ingatan, kami pun bisa terlupa. Seperti kejadian di atas.



1 komentar:

gangeRtie mengatakan...

teringat juga setiap saya pergi dan Zulfa di rumah, ia bergegas keluar dan tanya: " Bulik, mau kemana e?"
Atau ketika saya pulang dan dia belum tidur, dia bergegas keluar rumah dan tanya: "Bulik, habis dari mana? Dari kampus pasti.."
Hehe, sangat perhatian engkau itu, padahal ibuk saja jarang banget nanyain,