Awal mula, saya masih bertanya
tentang keadilan Tuhan. Ada huruf keramat bagi saya: “R”. How come?
Berpikir berulang kali, siapa sih
yang menciptakan huruf abjad itu ada 26 dengan satu huruf keramat itu?
Terlintas pula, pertanyaan putus asa kenapa huruf ini ada, kok bukan yang lain
(apa ya?)? Lho, kok jadi nyalahin ini huruf ya, hehe. Inilah salah satu ciri
orang putus asa tak bisa ngomong 'R'.
Masih teringat gimana temen atau
adik kelas rada bercanda (kasarnya ngeledekin mungkin, hehe). "Coba dong
kamu ngomong: uler melingker lingker di atas pager". Atau “Lor rel dul rel”.
Hemm, pikir saya, ini orang maunya ditimpuk pake apa ya? Hihi, jahat sekali pikiran
saya ya. Yah apa pun ledekan kalian semua tetep aja itu cuma bisa bikin kesel, itu
dulu. Walaupun sekarang masih sempat dongkol juga terkadang, sudah tahu masih
aja pura-pura tak tahu.
Nama saya huruf depan berinisial “R”,
but I can’t spell that letter. Nah,
ini nih yang nambah orang-orang semakin gampang buat bercandaan, "coba
namamu siapa?" Padahal udah kenal tetep aja sok nanya nama saya lagi, alias
cuma ngetes doang. Mending ya ketika kita sama-sama tak kenal, terus dia pengen
tahu nama saya, wajar mungkin kalo pelafalan “R” bisa diinterpretasikan sebagai
“L” atau “W”, bahkan pernah ada yang “P”. Hedeuh.
Pernah minder juga dan takut
berkomunikasi. Tapi sebenere tidak juga, saya jika sudah “comfort” dengan orang lain, akan kelihatan aslinya yang suka bicara
kok, hehe. Jadi, kalau diantara teman-teman saya yang masih mengira saya
pendiam, heee, berarti masih ada sedikit ketidaknyamanan dari pribadi saya.
Tapi, saya juga suka nulis ding, bisa sedikit membantu untuk kekurangan
komunikasi saya.
Semakin bertambah usia (semoga makin
dewasa juga ya) ledekan itu berkurang. Wajar, secara psikologis kan teman-teman
sudah bisa lebih “merasa”. Ingat pelajaran PKn kelas 3 SD tentang harga diri? Hee,
disanalah ditekankan bahwa jika kita mau dihormati orang, maka kita juga harus
menghormati orang lain, termasuk tidak meledek dan menjadikan bahan bercandaan
bukan?
Alhamdulillah, ada juga yang
mendoakan: “Kamu orang Inggris ya?” Hihi, asal aja ni orang. Saya kan putri domestik
asli. Tapi, boleh juga tuh, maksudnya dengan sedikit revisi: I hope that I can speak English fluently (masih
belajar terus). Aamiin. Tertolong sedikit karena ada nya bahasa Inggris.
Banyak orang mengira, termasuk guru
SMP-SMA saya, saya bukan orang Jawa tulen: esp.
Yogya. Katanya orang Sumatra? Ngaca dulu, sepertinya wajah tak bertampang pula
orang sana. Padahal, seumur-umur belum pernah tuh tinggal di luar Ngayogyakarta
hadiningrat ini (Jogja tetap istimewa, jogja berhati nyaman pokoknya,hehe).
Nah, kemungkinannya adalah karena logat bicara saya yang kalau pakai bahasa Indonesia
dengan baik dan benar sesuai EYD (heeeee) lebih menampakkan orang luar pulau.
Tapi jangan salah kalau bahasa Jawa-nya sudah keluar, Jogja banget. NB: tapi
logat saya tidak medhok lho ya.
Qadarullah, saya kuliah di jurusan
media dengan tugas akhir semester biasanya membuat produk. Dan tahukah
kawan-kawan? Yang paling ogah adalah ketika membuat media audio ataupun audio
visual. Maklum, berkaitan dengan suara kan. Akhirnya tetap rekaman juga, pas
diedit, tak sengaja saya dengarkan suara lugu itu. Hihihi, bikin ketawa banget
tu rekaman. Dan sampai hari ini audio itu tersimpan di salah satu di secret file saya. Heee, buat kenangan.
Oalah, segitu parah ya ketidakbisaan
saya mengucap huruf keramat itu. Ya wajar aja temen-temen saya pada suka ngeledek
cadel, suaranya kagak nahan ketawa deh.
Nah, dari sanalah saya mencoba
berpikir untuk lebih bersyukur. Masih diberikan kesempatan untuk bisa berbicara
walaupun tak sempurna. Masih ada banyak yang lebih di bawah saya, bahkan mereka
tak bisa bicara! Hanya kesyukuran yang mampu diucap, walaupun itu tak enak
dirasa. Toh, sudah given dari
sananya, bukan?
Alhamdulillah.
Masih banyak yang harus saya lakukan
daripada berpusing memikirkan perkara kecil ini. Nyatanya, sampai saat ini saya
masih bisa hidup, terlebih berkomunikasi dengan orang lain. Allah Maha Adil,
sista. Di setiap kekurangan, pasti ada kelebihan. Tinggal bagaimana menjadikan
kelebihan bermanfaat secara optimal. Dan jika mungkin, keunikan (yang biasa
dianggap sebagai kekurangan) dapat menjadi sebuah kekuatan.
“Khairunnas
anfa’uhum linnas”
-sousa
kanashimi wa yasashisa ni jibbun rasisha wo chikara ni-
Ost.
Naruto (ternyata)
saya
dapatnya di buku terbitan Pro-U


Tidak ada komentar:
Posting Komentar