30 Januari 2013
Subhanallah,
seharian ini saya hanging out.
Awalnya janjian di kampus jam8 untuk berkunjung ke rumah salah satu teman
organisasi. Secara pribadi, berhubung tadi malam pulang sekita jam 10, jadi
pagi masih menyelesaikan soal-soal untuk ngajar. Alhasil baru jam 8 kurang dapat
keluar dari ‘persembunyian’. Mampir sebentar di rumah Teh Lisna, menyerahkan
titipan orang Aceh. Hehe, maaf ya ibu yang dari Aceh, saya kurang seribu rupiah kembaliannya.
Terima kasih sudah diikhlaskan untuk saya. (benar-benar tidak ada uang seribu
lagi di dompet).
Berkumpul 2 ikhwan
– 6 akhwat, kita meluncur ke lapangan Denggung. Kata tuan rumah, mau dijemput
disana karena susah menjelaskan rute ke rumah beliau. Iseng-iseng menunggu di
pojok lapangan, kami melihat para polisi sedang simulasi. Lumayan lah, ada yang
main record juga, hehe. (anak media
sih…)
Perjalanan
dilanjutkan setelah sang penjemput tiba. Awalnya jalannya mudah dikenali, lha
wong saya juga putri daerah. Tapi, akhirnya saya sendiri kehilangan orientasi,
hehe. Jadi, ngikut aja. Melewati jalan sepi, wuss….wuss…wuss. Anak-anak (eh,
temen-temen ding) kelihatan aslinya. Pembalap deh. Maklum, jarak tempuh
berbanding lurus dengan waktu.
Di sini salak, di sana salak, dimana-mana kulihat pohon salak.
Yups, kami
memasuki kawasan Turi, daerah penghasil salak pondoh terkenal itu. Dingin
menyeruak wajah. Jalan pun makin sepi.
Kurang lebih dua
puluh menit kemudian, alhamdulillah sampai di tujuan. Tepat di dusun Wonosari
(ini nyata), Turi, Sleman, rumah teman kami berdiri. Lho, lho, lho. Ada satu teman
kami yang ngacir bablas. Wah,wah, dia terlalu asyik menikmati jalan kali ya sampai tak
sadar kita sudah berhenti. Setelah disusul oleh ikhwan satunya, oalah ternyata nyari
bensin. Hehe, kagak ada kali POM di daerah sini, paling adanya ecer pun tidak
mudah dijumpai layaknya di kota.
Acara berlangsung.
Mohon maaf, sensor. Yang jelas, ada sesi sharing tentang pengalaman kita waktu dulu KKN-PPL (kecuali satu orang karena memang masih angkatan muda, jadi belum KKN-PPL), maklum anak pendidikan. Seputar sekolah-kantor. Subhanallah, sungguh,banyak membelajarkan ya, pokoknya special dan mantap kisahnya. Semoga suatu saat bisa ditindaklanjuti menjadi antologi kisah inspiratif....
=============================
Sebelum pulang,
kita menyempatkan diri narsis dulu, maklum akhwat semua, (kedua ikhwan sudah duuluan pulang). Berbagai POV
dapet, berlatar depan rumah, kebon salak, jalan pun jadi incaran. Uniknya, ada
satu temen yang baru tahu kalo ternyata: pohon salak itu kayak gitu, buahnya
keliatan dan di atas tanah, pikir dia ada di dalam tanah. Umbi ya? hehehe.
Pulang ke kota,
kita dengan PD menyatakan bahwa kami tahu jalan pulang. Tidak perlu diantar
tuan rumah lagi, merepotkan dia juga bukan?
Oke, meluncur ke bawah itu paling enak, tanpa dihidupkan mesin motor kita pun sudah “glidik”. (tapi saya tetep ndak berani). Eh, di sebuah persimpangan, kok tiba-tiba temen paling depan belok kanan? Emmm, oke lah, mungkin ada jalan yang lebih deket menuju jalan protokol.
Oke, meluncur ke bawah itu paling enak, tanpa dihidupkan mesin motor kita pun sudah “glidik”. (tapi saya tetep ndak berani). Eh, di sebuah persimpangan, kok tiba-tiba temen paling depan belok kanan? Emmm, oke lah, mungkin ada jalan yang lebih deket menuju jalan protokol.
Muter-muter
sampai saya benar-benar bingung, ini ke arah mana? Jalannya amazing, bikin motor saya tambah berisik suaranya. Akhirnya beberapa kali tanya
dengan orang di sekitar kebun salak. Tapi dasar saya nakal, saya yang paling belakang iseng jalan
pelan-pelan. Eh ternyata disusul teman yang lain kecuali yang sedang bertanya
ke warga tadi. Ya sudah, lanjut. Tanpa ba bi bu, satu temen mengkomandoi dan
mengandalkan feeling, alhamdulillah,
kita sampai jalan gede. Pikir saya, ini temen hebat juga spacial intelligence-nya. Ok,
thanks ukh…
Saya pribadi
berlanjut ke Wonosari juga. Yang satu ini nama jalan maksudnya. Salah satu cara
saya mencari amal adalah dengan mengajarkan apa yang saya miliki kepada yang
lain. Semoga menjadi amal jariyah ya.
Belajar sesi 1.
Dua hari ini dia
bangun dari tidur siang tidak terlambat. Padahal biasanya saya harus nugguin
dia setengah jam untuk bersih diri sampai siap belajar. Dan hari ini, amazing. Tiba-tiba saja dia manja
banget. Ya maklum sih, perempuan gitu. Cuma hari ini beda aja. Sedikit-sedikit
merajuk, tak mau mengerjakan latihan soal. Katanya sedih, mau nangis. Halah,
ini anak. Sedikit-sedikit meluk saya erat sangat lumayan lama. (Saya kaget,
tidak pernah saya dipeluk dalam intensitas sesering ini, bahkan orang-orang
dekat saya sekalipun). Saya tanya kenapa, dia bilangnya mulai hari ini ia tak
bisa lama-lama dengan saya. Karena memang saya juga diminta tolong mengajar
sodaranya yang masih duduk di kelas 2 SD. Dia pengennya saya hanya ngajar dia
aja. Oooohhhh, jealous dia. Hehe. Dan sampai azan maghrib, akhirnya dia belajar
dengan banyak memeluk saya, heeeee.
Kami maghrib
bersama di mushola dekat rumah. Nah, ini satu poin plus-nya. Bisa ngajarin
ibadah juga, tidak hanya belajar ilmu dunia
saja.
Ba’da maghrib
saya pindah tempat, hanya beberapa meter sih. Si perajuk tadi ngambek, sedang
saya juga sudah dijemput sama anak kelas 2 SD ini. Hemmm, gimana ya?
Oke, si perajuk
boleh ikut liat belajar, tapi tidak boleh ganggu. (Melihat pengalaman
sebelumnya, mereka berdua sering saling ejek. Mungkin ini salah satu tantangan
bagi saya untuk mengajar akhlak juga pada mereka, hehe). Finally, deal deh.
Belajar sesi 2.
Ketika akan
mengajar, saya pasti mereview dahulu
kondisi dan kemampuan awal si anak. Begitu juga dengan yang satu ini. Anaknya
suka ngomong dan agak hiperaktif meskipun dia cewek. Suka baca cerita tanpa
putus alias nabrak-nabrak tanpa jeda, dengan awal kalimat ditambah dengan kata “tapi”. Kata itu tidak ada dalam cerita, tetapi
hampir ia tak luput melafalkannya. Sepertinya ini butuh treatment khusus.
Akhirnya dia
tahu juga, saya tak bisa mengucapkan huruf keramat itu. Ada kisahnya di (Tetap) Bersyukur. Dan si perajuk akhirnya mulai meledek dia, “alah…kamu juga tak bisa
ngomong itu juga…” Ya, memang dia juga tak bisa melafalkan dengan jelas huruf
itu. So, kita sama, hehe. (mencari
pembelaan dan pembenaran).
Belum kelar membahas
bahasa Indonesia, ia ingin belajar IPA. Oke, saya siap. Eh, baru bukunya
dikeluarkan, dia bilang, “mbak, saya mau belajar IPS aja, ini ya…” sambil
nunjuk satu pokok bahasan dan mulai membaca. Tentu dengan tanpa putus dan
beberapa tambahan kosakatanya sendiri.
Wah, kalau anak
yang susah konsentrasi seperti ini, harus dijauhkan beberapa yang “mengganggu”. Oke, si perajuk saya minta bermain di luar. Sang bunda di
ruangan lain belajar juga: mengaji. Dan alhamdulillah, satu setengah jam
terlewat dengan 20 soal kontekstual.
Begitulah, amazing day versi saya hari ini. Setiap
anak memiliki keunikan masing-masing dan ada beberapa sifat yang memang sudah “given”. Akan tetapi, perilaku juga bisa
diubah dengan pembiasaan.
Kita tidak boleh
men-judge bahwa si A bodoh, nakal, karena secara harfiah
saja kita telah men-cap dia sebagai orang yang kurang (above the average). Secara psikologis, ini juga berbahaya. Ada dua
kemungkinan: jika positif maka sang anak akan terpacu untuk menjadi lebih baik
atau jika negatif akan membuat sang anak menjadi penakut dan minder. Secara
positif, ini saya alami sendiri ketika dulu pernah dibilang “bodoh” oleh ortu
saya hanya gara-gara rangking merosot tajam (tidak masuk dalam 10 besar). Dan alhamdulillah,
dengan dilontarkan kata seperti itu, saya justru ingin membuktikan: “Oh, tidak,
saya akan buktikan, saya bisa lebih baik daripada itu”. Nyatanya: sampai SMA
bukti itu ada. Kelas-kelas di Turgenen, NEGSAGO,
SMADA menjadi saksi, ibu-bapak guru-karyawan (terutama yang akrab dengan saya)
pun menjadi saksi. (Semoga Allah membalas amal beliau semua). Kalau kuliah kan
tidak ada sistem rangking, jadi pembuktiannya dengan cara lain, hehe.
Dari sana juga,
saya ingin sekali membantu anak-anak untuk menjadi cerdas. Saya
benar-benar teringat bagaimana saya dulu berjuang demi sampai saat ini.
_terima kasih untuk hari ini_
_jamuannya_
_panorama pohon salak berserta buahnya_
_pelukan hangat_
_dan celoteh yang tiada jeda_
_terima kasih untuk hari ini_
_jamuannya_
_panorama pohon salak berserta buahnya_
_pelukan hangat_
_dan celoteh yang tiada jeda_



2 komentar:
artikel tentang jogja yang menarik, syang jogja semakin macet jalannya
absensi sidik jari yogyakarta
hemmm, kemarin di sukoharjo ternyata ada wonosari juga :)
ya, banyak faktor, mungkin transport umum yg tidak memadai, tidak menjangkau pelosok, dg kendaraan pribadi lebih efisien waktu (tidak muter2 dulu), ongkos juga relatif lebih murah jika pakai motor daripada bus, ato bisa jadi karena punya bnyk kendaraan jadi anak SMP pun sudah bawa motor.
Posting Komentar